Sukses

Arab Saudi Berencana Eksekusi Mati Aktivis Politik Wanita Ini?

Pemerintah Arab Saudi dikabarkan menimbang untuk mengeksekusi mati aktivits politik wanita pertama di negara itu.

Liputan6.com, Riyadh - Berbagai kelompok dan pendukung hak asasi manusia gencar berkampanye mendesak pemerintah Arab Saudi untuk tidak mengeksekusi mati aktivis politik wanita pertama di negara itu.

Israa al-Ghomgham (29) ditangkap bersama suaminya Moussa al-Hashem pada Desember 2015 karena peran mereka dalam mengorganisir protes anti-pemerintah di provinsi Qatif timur setelah momen Arab Spring.

Dalam sidang di pengadilan pidana khusus Riyadh awal bulan ini, sebagaimana dikutip dari Independent.co.uk pada Rabu (22/8/2018), jaksa penuntut umum mengajukan Ghomgham dan lima terdakwa lainnya untuk dihukum penggal di bawah undang-undang anti-terorisme.

Kini, para aktivis melobi otoritas hukum untuk melakukan peninjauan ulang, sekaligus mengajukan banding pada awal Oktober mendatang. Jika rekomendasi tersebut diterima, maka akan diteruskan kepada Raja Salman, yang biasanya mengesahkan semua hukuman mati di Arab Saudi.

Menurut Organisasi HAM Eropa-Arab Saudi (ESOHR) yang berbasis di Jerman, sosok Ghomgham disebut sebagai "pembela hak asasi manusia yang disegani". Adapun rencana eksekusi mati dinilai menetapkan "preseden berbahaya" bagi aktivis wanita di negara yang dianggap konservatif itu.

Kelompok yang dipimpin oleh Ali Adubisi itu menyerukan pembebasan segera Ghomgham, sekaligus membeberkan fakta bahwa sang aktivis telah dipenjara selama hampir tiga tahun, dan tidak diizinkan mendapatkan akses berkonsultasi dengan kuasa hukum.

Ghongnam ditangkap karena dituduh melanggar peraturan di bawah payung undang-udang anti-terorisme di Arab Saudi, termasuk menyerukan pembebasan tahanan politik dan mengakhiri diskriminasi anti-Syiah.

Setidaknya 58 orang saat ini diyakini berada di ambang kematian di negara itu, yang dinilai oleh Amnesty International sebagai satu dari sedikit "algojo paling produktif di dunia".

Laporan PBB baru-baru ini juga mengkritik penindasan kerajaan terhadap aktivis hak-hak wanita sejak Mei lalu, di mana pada saat bersamaan, puluhan orang telah ditahan, yang sebagian besar tanpa dakwaan.

 

* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Reformasi Terkatung-Katung di Arab Saudi

Kasus Ghongnam telah memperoleh perhatian luas dalam beberapa minggu terakhir, menyusul beberapa laporan palsu tentang eksekusinya beredar di berbagai publikasi berbahasa Arab dan jaringan media sosial.

Kota asal Ghongnam, Qatif, diketahui kerap mengalami serangan secara peridodik, sejak momentum Arab Spring pada 2011 lalu, yang menyulut gerakan massa untuk mengakhiri diskriminasi terhadap warga minoritas Syiah.

Musim panas lalu, dilaporkan bahwa situasi di kota Qatif sempat memanas, setelah pemerintah Saudi melancarkan upaya militer untuk menghapus apa yang dikatakannya sebagai pasukan teroris bersenjata di daerah itu.

Beberapa warga melaporkan korban tewas akibat konflik tembak-menembak dan kondisi pengepungan yang ketat.

Di lain pihak, sejak penunjukan putra mahkota muda Mohammed bin Salman tahun lalu, Arab Saudi telah mengantarkan lusinan reformasi sosial dan ekonomi yang dirancang untuk melepaskan kerajaan dari ketergantungan pada pendapatan minyak.

Sementara beberapa gerakan, seperti memungkinkan wanita untuk mendorong dan membatasi kekuasaan polisi agama atau polisi syariah, telah disambut sebagai perubahan yang terlambat.

Para kritikus menunjukkan bahwa reformasi tidak meregang sejauh kebebasan berbicara atau mengatasi penggunaan hukuman mati.