Liputan6.com, Washington DC - Penyanyi utama kelompok musik Aerosmith, Steven Tyler, untuk ketiga kalinya, meminta Presiden Donald Trump untuk berhenti menggunakan lagu-lagunya selama rapat umum.
Lagu Aerosmith berjudul "Livin 'on the Edge" diputar di sebuah pertemuan publik Trump di Charleston, negara bagian West Virginia, pada Selasa 21 Agustus. Hal itu mendorong sang pentolan band untuk mengirim surat ke Gedung Putih melalui pengacaranya.
"Tuan Trump tidak memiliki izin untuk menggunakan musik milik klien kami, termasuk Livin’ on the Edge," kata surat teguran terkait, sebagaimana dikutip dari Time.com pada Kamis (23/8/2018).
Advertisement
Diketahui bahwa teguran tersebut bukan pertama kalinya disampaikan oleh Steven Tyler ke Donald Trump. Sebelumnya, vokalis bergaya nyentrik itu dua kali mengajukan keberatan kepada Donald Trump, karena menggunakan lagu berjudul "Dream On" milik Aerosmith selama aksi kampanye pilpres pada 2015.
Baca Juga
Mengutip Undang-Undang Lanham, yang melarang warta palsu, pengacara Tyler mengatakan bahwa Trump menggunakan musik Aerosmith, yang menyiratkan band itu sebagai pendukung presiden.
"Seperti yang telah kami jelaskan berkali-kali, Tuan Trump menciptakan kesan yang salah bahwa klien kami telah memberikan persetujuan untuk penggunaan musiknya, apalagi hingga mendukung kepemimpinan Trump," kata surat itu.
"Dengan menggunakan 'Livin' On The Edge' tanpa izin klien kami, Tuan Trump menyiratkan bahwa klien kami, sekali lagi, mendukung kampanyenya dan / atau pemerintahannya, sebagaimana dibuktikan oleh kebingungan nyata yang dilihat dari reaksi para penggemar klien kami, dan juga seluruh media sosial," lanjut surat terkait.
Menurut surat itu, Donald Trump membutuhkan izin tertulis dari Tyler dan seluruh kru Aerosmisth untuk menggunakan musiknya.
Sejauh ini belum ada tanggapan dari pihak Gedung Putih ataupun via twit sang presiden.
Â
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Ratusan Surat Kabar Kritik Donald Trump
Sementara itu, ratusan surat kabar di Amerika Serikat secara serentak melakukan tindakan terkoordinasi untuk mempertahankan kebebasan pers. Mereka juga mengkritik Presiden Donald Trump yang menyerang beberapa media dengan tuduhan mereka adalah musuh rakyat AS. Demikian menurut laporan ABC Indonesia, dikutip Senin 20 Agustus.
"Pilar utama kebijakan politik Presiden Trump adalah serangan terus-menerus terhadap kebebasan pers," kata tajuk rencana koran Boston Globe yang mengoordinasi kegiatan yang melibatkan 350 surat kabar di negeri itu.
"Kebesaran Amerika tergantung pada peran pers bebas untuk berbicara mengenai kebenaran kepada mereka yang berkuasa."
"Menyebut pers sebagai 'musuh rakyat' adalah tindakan bukan Amerika, sekaligus berbahaya bagi kehidupan sipil yang sudah kita rasakan selama dua abad."
Masing-masing koran tersebut, termasuk yang terbit di negara bagian di mana Donald Trump menang dalam pilpres 2016, menulis tajuk rencana, yang biasanya merupakan pendapat dari pimpinan redaksi, bukan bagian dari liputan sehari-hari.
Pasal pertama konstitusi Amerika Serikat menjamin kebebasan pers.
Press-Herald yang terbit di Portland (Maine) mengatakan bahwa pers yang independen dan bebas adalah pertahanan terbaik menghadapi tirani, sementara Star-Advertiser yang terbit di Honolulu (Hawaii) menekankan bahwa demokrasi memerlukan pers yang bebas.
The Chicago Sun-Times mengatakan percaya bahwa kebanyakan rakyat Amerika mengetahui bahwa Presiden Donald Trump banyak berbicara hal yang tidak benar.
Sementara itu, koran Des Moines Register di Iowa menulis, "Musuh utama rakyat dan demokrasi adalah mereka yang berusaha menutupi kebenaran dengan mencoba mengejek dan menekan pembawa pesannya."
Advertisement