Liputan6.com, Roma - Hari itu, 24 Agustus 79, awalnya berlangsung wajar. Langit cerah dan biru menaungi sejumlah kota di kaki Gunung Vesuvius, hanya sedikit awan putih yang terpantau menggantung.
Namun, tujuh jam setelah matahari terbit, atau sekitar tengah hari, hal aneh terjadi. "Ibuku melihat awan dengan ukuran dan bentuk yang tak biasa," demikian dicatat penulis sekaligus pengacara era Romawi Kuno, Pliny the Younger terkait insiden hari itu, seperti dikutip dari situs Forbes, Kamis (23/8/2018). "Dari jarak itu, tak jelas dari gunung mana awan itu muncul."
Belakangan diketahui, gumpalan awan tebal berwarna gelap terbit dari kawah Gunung Vesuvius.
Advertisement
Vesuvius menyemburkan awan mematikan, yang terbentuk dari tephra dan gas superpanas ke ketinggian 33 km. Pun dengan lava dan batuan apung yang membara.
Energi panas yang dilepaskan kala itu 100.000 kali lebih besar dari bom atom yang meluluhlantakkan kota Hiroshima dan Nagasaki di penghujung Perang Dunia II.
Baca Juga
Paman Pliny the Younger, Pliny the Elder kala itu ditugaskan di Misenum, sebagai komandan armada Romawi di sana. Ketika Vesuvius mulai mengamuk, sang pejabat yang berada di seberang teluk mengirimkan sejumlah kapal ke kota pantai Resnina, untuk menyelidiki apa yang sedang terjadi.
Namun, kapal-kapal itu tak bisa mendarat. Batu panas yang terlontar dari Vesuvius menghalangi mereka. Pliny the Elder pun menuju ke Kota Stabiae, di mana hujan abu turun sepanjang malam. Pagi harinya, sang komandan meninggal dunia. Ia diduga mengirup udara bercampur sulfur.
Pompeii, lokasi terparah yang terdampak erupsi Vesuvius, didirikan pada 600 Sebelum Masehi itu berada dalam bayang-bayang gunung yang menjulang setinggi 6.500 kaki atau 1.981 meter tersebut.
Namun, tak ada yang menyangka bahwa Vesuvius adalah sebuah gunung aktif, bahkan setelah gempa bumi besar terjadi pada tahun 62 Masehi -- yang sejatinya adalah sebuah pertanda bahwa malapetaka akan terjadi di masa depan.
Hujan abu deras mengguyur Pompeii, yang jaraknya hanya 6 mil atau 9,6 kilometer dari Vesuvius. Pun dengan sejumlah kota lainnya, Herculaneum hingga Roma.
Dikisahkan kala itu, siang berubah jadi gelap pekat. "Tirai api menerangi sejumlah bagian di Vesuvius. Cahaya dan kilaunya kian jelas di tengah kegelapan...saat ini siang hari di tempat lain di dunia, tetapi di sana kegelapan lebih pekat dan lebih tebal daripada malam," ungkap Pliny the Younger yang kala itu masih berusia 18 tahun.
Ia mengisahkan tentang orang-orang yang berupaya lolos dari maut dengan cara memanjat tumpukan abu tebal. Kisahnya tentang berton-ton batu apung, batuan vulkanik dan abu yang luar biasa panas, yang dimuntahkan Vesuvius selama lebih dari 25 jam, dikombinasikan dengan bukti yang didapat di Pompeii menunjukkan bahwa sekitar 2.000 penduduk kota itu selamat dari letusan awal Vesuvius pada 24 Agustus 79.
Namun, letusan dahsyat yang terjadi pada pagi berikutnya membunuh semua orang dalam sekejap.
Penduduk Pompeii dan Herculaneum berjumlah 16 ribu hingga 20 ribu. Namun, baru 1.500 jasad yang ditemukan. Jumlah total korban jiwa akibat erupsi Vesuvius hingga kini belum diketahui.
Hujan yang bercampur abu Vesuvius membentuk semacam adonan beton, yang mengawetkan seisi kota, termasuk manusia-manusia di dalamnya.
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini
Â
Simak video pilihan berikut:
Kisah Manusia yang Berubah Menjadi Batu
Erupsi Vesuvius membuat Bumi berguncang hebat, udara dipenuhi hawa panas di kota-kota di sekitarnya.
Kala itu, seorang bocah lelaki berlari sekecang mungkin, matanya dipenuhi horor, teriakan tangisnya diredam gemuruh alam yang mengerikan. Ia menghampiri sang ibu, mencari perlindungan di pangkuan perempuan yang melahirkannya itu.
Hampir 2.000 tahun kemudian, pada 2015, jasad bocah 4 tahun itu ditemukan di antara puing-puing Kota Pompeii. Tubuhnya dimumikan secara alami, menjadi patung.
Sementara, jasad ayah dan satu saudaranya ditemukan tak jauh.
Jasad-jasad itu ditemukan di lokasi 'House of the Golden Bracelet' -- salah satu rumah paling mewah di area Insula Occendentalis, Pompeii.
Insula Occendentalis adalah area bergengsi. Pusat bisnis dan toko-toko berjajar sepanjang jalan. Hanya orang kaya dan kaum elite yang mampu menjadikannya alamat. Sejumlah ahli berpendapat, keluarga tersebut adalah pemilik rumah tersebut.
Sebelum diterjang material erupsi Pompeii, rumah berdinding batu itu sangat megah, dengan lukisan dinding, dihiasi patung perunggu dan batu, serta memiliki taman yang luas. Ditambah pemandangan spektakuler laut di dekatnya.
Di dekat jenazah keluarga muda itu, ditemukan banyak perhiasan dan lebih dari 200 koin emas dan perak. Namun, yang paling berharga menempel di tubuh sang ratu rumah tangga. Yakni, gelang emas dengan ukiran 2 kepala ular, dengan berat mencapai 0,6 kilogram -- yang membuat rumahnya kemudian dijuluki 'House of the Golden Bracelet' oleh para arkeolog.
Kematian datang dengan cepat menghampiri keluarga itu. Awan panas dan abu yang panasnya mencapai 300 derajat Celcius menerjang mereka.
"Meski tragedi tersebut terjadi 2.000 tahun lalu, objek yang seperti patung itu dulunya adalah seorang bocah, seorang ibu, sebuah keluarga. Bukan sekadar objek arkeologi, tapi manusia," kata konservator Naples National Archaeological Museum, Stefania Giudice, seperti Liputan6.com kutip dari News.com.au.
Mengapa jasad-jasad manusia di Pompeii menjadi batu?
Ilmuwan dari Univeristy Federico II of Naples, Prof. Pier Paolo Petrone mengungkapkan, berdasarkan analisis lokasi dan laboratorium terhadap tulang manusia dan hewan, korban erupsi Vesuvius terpapar suhu antara 200 hingga 600 derajat Celcius dengan jarak hingga 15 kilometer.
Jasad berubah mengeras karena suhu endapan vulkanik yang yang lebih rendah. Abu vulkanik kemudian mengisi rongga yang terbentuk di sekitar jenazah saat daging mereka perlahan-lahan menghilang.
Untuk mengawetkan jasad warga Pompeii, arkeolog Italia, Guiseppe Fiorelli menuangkan plester dari Paris, ke rongga-rongga halus yang ditemukan di tengah abu -- yang tingginya sekitar 30 kaki atau 9,1 meter di atas permukaan tanah.
Rongga tersebut sebenarnya adalah bagian tubuh yang terdekomposisi -- yang mempertahankan bentuknya meskipun jaringan lunak terurai dari waktu ke waktu.
Saat dituangkan ke dalam abu, plester itu mengisi ruang yang sebelumnya ditempati oleh jaringan lunak -- daging, kulit, juga organ dalam.
Padahal, rongga yang ditinggalkan oleh jasad bukanlah cangkang, melainkan masih menahan tulang jenazah.
Saat plester memenuhi abu lembut itu, tulang-belulang jasad kembali tertutup. Setelah diawetkan, jenazah orang Pompeii bahkan lebih hidup dari yang terlihat.
Selain letusan dahsyat Gunung Vesuvius, sejumlah kejadian bersejarah terjadi pada tanggal 24 Agustus.
Pada 1941, karena diprotes, Adolf Hitler secara resmi menghentikan aksi T4, sebuah program pembunuhan sistematis semasa Jerman Nazi terhadap penyandang difabel.
Sementara, pada 1981, Mark David Chapman dijatuhi hukuman 20 tahun penjara sampai seumur hidup atas pembunuhan vokalis The Beatles, John Lennon.
Dan, pada 24 Agustus 2006, Persatuan Astronomi Internasional memutuskan untuk mengubah status Pluto dari yang sebelumnya planet menjadi planet kerdil (dwarf planet).
Advertisement