Sukses

Parlemen Salahkan Presiden Hassan Rouhani atas Krisis Ekonomi di Iran

Parlemen menuding, Presiden Hassan Rouhani bertanggung jawab atas krisis ekonomi yang tengah melanda Iran sepanjang tahun ini.

Liputan6.com, Teheran - Tekanan meningkat di pundak Presiden Iran Hassan Rouhani setelah Parlemen memanggilnya dalam sebuah rapat dengar pendapat untuk menjawab berbagai pertanyaan tentang pertumbuhan ekonomi yang lemah dan kenaikan harga di Negeri Para Mullah.

Parlemen juga tengah berusaha menyeret Rouhani ke pengadilan negara, dengan tudingan bertanggung jawab atas krisis ekonomi yang tengah melanda Iran sepanjang tahun ini.

Para anggota parlemen bertanya kepada Rouhani tentang kegagalan pemerintah dalam mengatasi peningkatan pengangguran, pertumbuhan ekonomi yang lambat, dan jatuhnya mata uang negara, serta operasi penyelundupan lintas batas yang membebani pendapatan.

Anggota parlemen juga bertanya mengapa pemerintah tidak mengadopsi reformasi di sektor keuangan dan pasar valuta asing, dan mengapa bank-bank Iran masih hanya memiliki akses terbatas ke layanan keuangan global.

Membela kinerja kabinetnya, Rouhani mengatakan bahwa masalah ekonomi dimulai ketika Amerika Serikat kembali memberlakukan sanksi terhadap Teheran --menyusul langkah Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari pakta kesepakatan nuklir Iran atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA).

Akan tetapi, banyak anggota parlemen tidak puas dengan jawaban Rouhani berdasarkan hasil voting di akhir sesi rapat dengar pendapat tersebut, demikian seperti dikutip dari outlet media India, Indian Express, Selasa (28/8/2018).

Rasa tidak puas parlemen mungkin juga becermin pada demonstrasi massal Iran yang terjadi pada awal tahun ini, yang dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan mendasar dan sembako.

Jika mayoritas anggota parlemen tidak yakin dengan jawaban presiden, mereka dapat melihatnya sebagai "pelanggaran hukum" dan merujuk kasus tersebut ke pengadilan.

Lebih jauh, para pembuat undang-undang memiliki kekuatan untuk memakzulkan sang presiden, dengan memberikan suara pada kurangnya kompetensi Rouhani dalam menjabat. Tetapi langkah semacam itu dinilai masih terlalu dini pada tahap ini.

Buntut Pemecatan Menteri Keuangan Iran oleh Parlemen

Pemanggilan Rouhani dalam rapat dengar pendapat di parlemen merupakan kelanjutan dari bentuk intervensi lembaga legislatif Iran terhadap kinerja pemerintahan kabinet Presiden Hassan Rouhani.

Sebelumnya, pada Minggu 26 Agustus, parlemen Iran memecat menteri urusan ekonomi dan keuangan karena kejatuhan tajam mata uang rial dan memburuknya situasi ekonomi.

Sementara itu, pada awal Agustus, anggota parlemen Iran mengganti menteri tenaga kerja, dan bulan lalu, Presiden Rouhani mengganti kepala bank sentral atas desakan lembaga legislatif.

Rouhani, seorang pragmatis yang kerap berusaha untuk mengurangi ketegangan dengan Barat demi pemulihan hubungan ekonomi Iran dengan AS dan sekutunya, meneken JCPOA pada 2015 --dengan harapan bahwa kesepakatan itu mampu menghapus sanksi ekonomi yang diterapkan oleh Barat terhadap Teheran.

Namun sekarang, menyusul langkah AS yang keluar dari JCPOA --yang berimbas pada pemberlakuan kembali sanksi ekonomi terhadap Iran -- Rouhani justru menerima serangan balik dari kelompok garis keras, yang menyebutnya berpartisipasi dalam kejatuhan ekonomi Negeri Para Mullah.

Tak ingin disalahkan, Rouhani menuduh AS sebagai biang keladi atas semakin terpuruknya perekonomian Iran.

Rouhani mengatakan protes anti-pemerintah pada awal Januari 2018 mendorong Trump mundur dari kesepakatan nuklir, karena ia berharap kesulitan ekonomi akan memicu lebih banyak kerusuhan di Iran.

Demonstrasi massal tersebut, yang dimulai atas kesulitan ekonomi dan harga tinggi, menyebar ke lebih dari 80 kota dan kota dan mengakibatkan 25 kematian, ratusan orang terluka, dan puluhan lainnya ditangkap.

"Protes-protes itu menggoda Trump untuk mundur dari kesepakatan nuklir (JCPOA)," kata Rouhani, yang juga meminta para anggota parlemen untuk mendukung kabinetnya dan tidak memanas-manasi rakyat dengan sentimen anti-pemerintah.

Meskipun masalah ekonomi sangat penting, sang presiden Iran mengatakan: "Lebih penting dari itu adalah bahwa banyak orang telah kehilangan kepercayaan mereka di masa depan Republik Islam dan kehilangan keraguan tentang kekuatannya."

 

* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Rouhani: Jangan Sampai AS Melemahkan Kita

Saat Iran meneken JCPOA dengan China, Prancis, Rusia, Inggris, AS, plus Jerman dan Uni Eropa pada 2015, sanki internasional yang diterapkan terhadap Teheran dihapus, sebagai imbalan atas persetujuan Negeri Para Mullah untuk membatasi program nuklirnya.

Namun, menyusul langkah AS keluar dari JCPOA pada 9 Mei 2018, Washington memberlakukan sanksi baru pada bulan Agustus yang menargetkan perdagangan emas dan logam mulia lainnya di Iran, serta pembelian dolar AS dan industri mobilnya.

Sanksi tambahan akan diterapkan pada November 2018 dengan menargetkan penjualan minyak Iran.

"Saya ingin meyakinkan negara Iran bahwa kami tidak akan mengizinkan rencana AS melawan Republik Islam berhasil," kata Rouhani kepada parlemen dalam sebuah sesi yang disiarkan langsung di televisi pemerintah.

"Kami tidak akan membiarkan sekelompok anti-Iran di Gedung Putih ini bisa berkomplot melawan kami."