Liputan6.com, San Juan - Hampir 3.000 orang dilaporkan tewas usai badai Maria menghantam Puerto Rico pada September 2017. Hasil tersebut berdasarkan studi independen yang dirilis pada Selasa, 28 Agustus 2018.
Studi menunjukkan, korban tewas berjumlah 46 kali lebih besar dari yang diumumkan pemerintah Puerto Rico pada Desember tahun lalu. Pada saat itu, para pejabat melaporkan bahwa korban meninggal akibat badai adalah 64 orang. Sedangkan mereka yang tewas akibat kondisi kesehatan yang buruk dan suhu tinggi, tidak ikut dihitung oleh pemerintah.
"Kami tidak pernah mengantisipasi sebuah skenario, di mana terjadi komunikasi nol, energi nol, akses jalan raya nol,” kata Gubernur Puerto Rico, Ricardo Rossello, kepada para wartawan, seperti dilansir daari VOA Indonesia, Kamis (30/8/2018).
Advertisement
"Saya rasa pelajarannya adalah kita harus mengantisipasi kondisi yang terburuk. Ya, saya membuat kesalahan dan dari pengalaman itu, sebetulnya keadaannya bisa ditangani secara berbeda."
Ia mengklaim telah membentuk sebuah komisi untuk mempelajari dampak badai Maria dan sebuah daftar dari orang-orang yang rentan dalam bencana itu. Gedung Putih menawarkan dukungan untuk Gubernur Rossello, menyusul rilisnya laporan terbaru tersebut.
"Pemerintah federal telah, dan akan terus mendukung upaya Gubernur Rosello guna menjamin akuntabilitas penuh dan transparansi dari korban-korban akibat badai tahun lalu," demikian kata juru bicara Gedung Putih, Sarah Sanders.
Jumlah korban tewas akibat Badai Maria menjadi sumber pertikaian, sejak bencana alam ini menyerang Puerto Rico dan menghancurkan sarana serta rumah-rumah di sana. Badai menyebabkan ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan menyebabkan pemadaman listrik selama berbulan-bulan.
* Update Terkini Jadwal Asian Games 2018, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Asian Games 2018 dengan lihat di Sini
Saksikan video pilihan berikut ini:
Usai Badai Maria, Bakteri Mematikan Mengintai Puerto Rico
Sementara itu, pada 25 Oktober 2017, Puerto Rico melaporkan setidaknya ada 76 kasus leptospirosis yang diduga masih dan telah dikonfirmasi, termasuk dua kematian akibat penyakit tersebut.
Menurut ahli epidemologi Dr Carmen Deseda, hal tersebut terjadi satu bulan setelah badai Maria menerjang Puerto Rico dan menyebabkan banjir di sejumlah wilayah.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), bakteri penyebab leptospirosis ditemukan di urine tikus dan binatang lain. Leptospirosis biasanya menyebar saat banjir, di mana air minum atau luka dapat terkontaminasi bakteri itu. Dalam kasus serius, infeksi dapat menyebabkan gagal organ dan berakibat kematian.
"Bakteri ini, seperti bakteri lain, dapat membunuh Anda," ujar Deseda, seperti dikutip dari CNN, Rabu 25 Oktober 2017.
Biasanya, terdapat 63 hingga 95 kasus leptospirosis tiap tahunnya di Puerto Rico. Namun, pejabat kesehatan memperkirakan jumlahnya akan melonjak usai badai Maria.
"Ini bukan epidemi atau wabah yang telah dikonfirmasi," kata Sekretaris Hubungan Masyarakat Puerto Rico, Ramon Rosario Cortes, dalam sebuah konferensi pers pada 22 Oktober 2017.
Leptospirosis dapat diobati dengan antibiotik. Namun, banyak orang yang terjangkit penyakit tersebut dapat sembuh dengan sendirinya.
"Sebagian besar kasus leptospirosis terjadi ringan, penyakit ringan tanpa komplikasi," ujar Deseda.
"Tapi satu dari 10 orang yang menderita leptospirosis terjangkit parah," imbuh dia.
Gejala Terjangkit Leptospirosis
Dalam tahap pertama leptospirosis, gejalanya sangat beragam, mulai dari sakit kepala hingga mata memerah dan ruam. Namun, beberapa orang tak memiliki gejala apa pun.
Di sisi lain, sejumlah kecil orang yang terjangkit leptospirosis memiliki komplikasi buruk, seperti meningitis, kerusakan ginjal dan hati, pendarahan paru-paru, bahkan kematian.
Sejumlah dokter di Puerto Rico mengungkapkan keprihatinannya tentang rumah sakit yang kewalahan menangani pasien. Flu juga menjadi keprihatinan para dokter pasca-badai Maria.
Sementara itu, air minum juga masih menjadi permasalahan di banyak tempat di Puerto Rico.
Seorang dokter spesialis penyakit dalam di San Juan, Dr Raul Hernandez, mengatakan bahwa orang-orang minum air dari semua sumber yang mereka temukan, seperti sungai. Jika air tersebut terkontaminasi bakteri leptospirosis, mereka yang meminum air tersebut akan berisiko terjangkit.
Deseda mengatakan, orang-orang harus menghindari berjalan tanpa menggunakan alas kaki, serta minum dan berenang di air yang berisiko terkontaminasi.
"Penyakit ini ada di mana-mana, dan ada sebuah jalan untuk mencegahnya," ujar Deseda.
Advertisement