Sukses

Dituduh Melakukan Spionase, Pembuat Film Asal Australia Dipenjara 6 Tahun di Kamboja

Karena dituduh melakukan aksi mata-mata, seorang pembuat film asal Australia dihukum penjara selama enam tahun.

Liputan6.com, Phnom Penh - Seorang pembuat film asal Australia dijatuhi hukuman enam tahun penjara oleh pengadilan Kamboja pada Jumat, 31 Agustus 2018, atas tuduhan spionase terkait dengan menerbangkan drone pada reli partai oposisi tahun lalu.

James Ricketson (69) sempat dituntut hukuman 10 tahun penjara karena "mengumpulkan informasi yang dapat merusak pertahanan nasional" sesuai dengan kode kriminal negara tersebut. Dia telah ditahan sejak penangkapannya pada Juni 2017.

"Kecintaan saya terhadap Kamboja dan rakyatnya adalah sepenuh hati," kata Ricketson dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh keluarganya pada Jumat, yang merupakan hari ke-456 di penjara Prey Say di Phnom Penh.

"Saya adalah seorang pembuat film dan seorang jurnalis, saya tidak melakukan kejahatan seperti hukuman yang dijatuhkan," lanjutnya, seperti dikutip dari Time.com pada Minggu (2/9/2018).

Putranya, Jesse Ricketson, menyebut putusan itu "benar-benar mengejutkan sekaligus tidak masuk akal".

"Mereka (otoritas Kamboja) menarik keluar ayah saya dengan cepat dari ruangan sidang, saya tidak mendapat kesempatan untuk berbicara dengannya atau memeluknya. Itu sangat memilukan," ujar Jesse Ricketson.

Jaksa penuntut mengatakan Ricketson, yang sering berkunjung ke Kamboja selama 23 tahun terakhir, menjadikan proyek pembuatan film dokumenter sebagai alasan untuk spionase, meskipun mereka tidak pernah menyebutkan negara mana yang tengah "menugaskan misi mata-mata" padanya.

"Semua kegiatan syutingnya menyebabkan komunitas internasional membenci Kamboja, ini adalah niatnya," kata jaksa Sieng Sok dalam sebuah pernyataan penutupan yang dikutip oleh kantor berita ABC.

Ricketson juga diektahui merupakan seorang kritikus bagi Perdana Menteri Kamboja Hun Sen. Sebagian besar dari persidangan selama sepekan terfokus pada aktivitas politiknya yang diduga subversif, khususnya email yang dikirim ke pemimpin oposisi di pengasingan Sam Rainsy, presiden dari Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP).

CNRP dibubarkan tahun 2017 di tengah tindakan keras menjelang pemilihan Juli lalu, di mana Partai Rakyat Kamboja yang berkuasa di Hun Sen memenangkan 125 kursi.

Wakil Direktur Human Rights Watch Asia, Phil Robertson menyebut sidang itu sebagai "sandiwara yang menggelikan."

"Sejak hari pertama, James Ricketson telah menjadi kambing hitam dalam narasi palsu Hun Sen tentang apa yang disebut 'revolusi warna' yang digunakan sebagai alasan untuk menindak keras oposisi politik dan kritikus masyarakat sipil," kata Robertson.

"Kamboja harus berhenti menyiksa Ricketson dan keluarganya, membebaskannya segera tanpa syarat."

 

 

Simak video pilihan berikut: 

2 dari 2 halaman

Hanya Memiliki Pilihan Tipis

Sementara itu, pada kunjungan ke Indonesia, Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan kepada wartawan pada Jumat, bahwa Ricketson "bisa memiliki akses konsuler dan dukungan lainnya dari pemerintah Australia, namun gagal mencapai kesepakatan hukum dengan otoritas di Kamboja.

Dalam sebuah pernyataan kepada Time.com, Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne mengatakan pilihan Ricketson terbatas pada "jalan terbuka baginya di bawah hukum Kamboja".

Jalan terbuka yang dimasuk termasuk mengajukan banding atau mengajukan petisi kepada Raja Kamboja Norodom Sihamoni untuk pengampunan.

"Saat ini kami hanya memproses berita," Jesse Ricketson memberi tahu. "Kami akan terus melakukan semua yang kami bisa untuk segera mengakhiri situasi ini secepat mungkin."