Sukses

Eks Penasehat Donald Trump Dipenjara Atas Skandal Campur Tangan Rusia di Pilpres AS

Mantan penasihat Donald Trump dijatuhi vonis 14 hari penjara, sebagai bagian hasil penyelidikan otoritas AS atas skandal campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016.

Liputan6.com, Washington DC - Mantan penasihat Presiden Amerika Donald Trump, George Papadopoulos dijatuhi hukuman 14 hari penjara, sebagai bagian hasil penyelidikan otoritas AS atas dugaan skandal campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016.

Dalam vonis pada hari Jumat 7 September 2018, Papadopoulos juga dijatuhi hukuman dengan 12 bulan bebas bersyarat, 200 jam pelayanan masyarakat, dan denda sebesar US$ 9.500 (setara RP 140 juta), demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (9/9/2018).

Dia mengaku di pengadilan telah berbohong dan bahwa "seluruh hidupnya telah terbalik" dan dia berharap "untuk kesempatan kedua untuk menebus diri saya sendiri".

Papadopoulos menyimpulkan dengan mengatakan "penyelidikan ini memiliki implikasi global, dan kebenaran itu penting".

Merespons vonis Papadopoulos, Presiden Trump mengunggah twit yang tampaknya mendukung mantan penasihatnya itu.

Keterkaitan Skandal Papadopoulos dengan Trump

Pria asli Chicago itu adalah seorang analis perminyakan yang berbasis di London sebelum dia bergabung dengan tim kampanye kepresidenan Donald Trump pada Pilpres 2016 sebagai penasihat kebijakan luar negeri.

Papadopoulos segera melakukan kontak dengan seorang akademisi asal Malta yang misterius, Joseph Mifsud. Akademisi berstatus profesor itu mengatakan kepada Papadopoulos bahwa Rusia memiliki 'rahasia kotor' tentang saingan presiden Trump, Hillary Clinton dalam bentuk "ribuan email".

Pada bulan-bulan berikutnya, ribuan email yang terkait dengan kampanye Clinton diterbitkan oleh Wikileaks --membuat Papadopoulos dan kubu Trump terindikasi terlibat dalam insiden itu.

Sementara itu pada 2016, Papadopoulos pernah mengatakan kepada Trump --yang saat itu masih berstatus kandidat presiden-- dan anggota lain dari tim kampanye bahwa ia dapat mengatur pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin menjelang Pilpres.

Sebuah pernyataan pra-vonis pekan lalu menjelaskan, "Sementara beberapa orang di dalam ruangan menolak tawaran George, Trump mengangguk setuju dan menengok ke Tn. (Jeff) Sessions, yang tampaknya menyukai gagasan itu dan menyatakan bahwa tim kampanye harus melakukannya."

Papadopoulos mengatakan kepada CNN dalam sebuah wawancara yang ditayangkan pada 7 September bahwa Donald Trump "memberi saya semacam anggukan" namun "tidak berkomitmen dengan baik" tentang gagasan pertemuan dengan pemimpin Rusia.

Namun dia mengatakan Jeff Sessions (yang kini menjabat sebagai Jaksa Agung AS) "benar-benar antusias". Kendati demikian, pada November 2017, Sessions memberi kesaksian kepada Kongres bahwa dia menolak usulan Papadopoulos.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 3 halaman

Kebohongan Tersingkap

Ketika Biro Investigasi Federal AS mewawancarai Papadopoulos pada Januari 2017, dia berbohong dengan mengklaim bahwa dirinya telah bertemu dua orang (yang dekat dengan pemerintahan) Rusia sebelum bergabung dengan tim kampanye presiden pada Maret 2016.

Padahal sebenarnya, Papadopoulos bertemu dengan mereka setelah bergabung dengan kampanye Trump. Ini menjadi dasar bagi pengadilan untuk menjatuhkan vonis kepada Papadopoulos terkait memberikan kesaksian palsu.

Di kesempatan terpisah (namun berkelindan dengan penyelidikan otoritas AS atas dugaan skandal campur tangan Rusia dalam Pilpres AS 2016), Kementerian Kehakiman, AS pada Juli 2018, menuduh 12 perwira intelijen Rusia dengan peretasan para pejabat Demokrat.

Efek Kebohongan

Jaksa mengatakan, efek kebohongan Papadopoulos membuat otoritas AS tidak dapat secara efektif menginterogasi atau menahan Joseph Mifsud, sejak ua meninggalkan Amerika Serikat.

Tidak ada koneksi antara Misfud dengan skandal peretasan email Hillary Clinton.

Komite Nasional Demokrat, yang menggugat Rusia, kampanye Trump dan WikiLeaks atas dugaan campur tangan dalam pemilihan pada tahun 2016, mengajukan dokumen pengadilan pada hari Jumat 7 September, dengan mengatakan bahwa Joseph Mifsud "hilang dan mungkin sudah meninggal", tanpa penjelasan lebih lanjut, menurut laporan Bloomberg News.

Laporan itu juga menyebt Misfud sebagai tokoh kunci dalam penyelidikan Penyelidik Khusus Kementerian Kehakiman AS atas Skandal Rusia, Robert Mueller.

3 dari 3 halaman

Melindungi Donald Trump?

"Saya membuat kesalahan yang mengerikan, tetapi saya adalah orang baik yang ingin sekali menebus kekeliruan," kata George Papadopoulos.

Dia mengatakan dia berbohong untuk tidak menghalangi penyelidikan tetapi "untuk mempertahankan kesetiaan kepada tuannya --yang nampaknya salah arah".

Hakim Randolph Moss mengatakan dia mempercayai "penyesalan" Papadopoulos dan menjadikan hal itu sebagai pertimbangan dalam menjatuhkan vonis.

Figur lain yang dihukum dalam investigasi yang sama, yakni pengacara Alex Van Der Zwaan, menerima vonis 30 hari penjara.

Di luar pengadilan pada hari Jumat, pengacara Papadopoulos, Thomas Breen, mengatakan kliennya adalah "bodoh" dan telah bertindak "bodoh" dalam berbohong kepada FBI.

Tetapi pengacara mengatakan "presiden Amerika Serikat menghalangi penyelidikan ini lebih dari Papadopoulos yang pernah bisa".

Dia mengatakan Trump telah menghambat penyelidikan dengan menyebutnya sebagai "perburuan penyihir" dan "berita palsu".