Sukses

Donald Trump Akan Hadiri Peringatan 9/11 Dekat Lokasi Pesawat Jatuh di Pennsylvania

Donald Trump dijadwalkan menghadiri upacara peringatan 9/11 di Shanksville, Pennsylvania, dekat tempat United Airlines Penerbangan 93 jatuh setelah dibajak Al Qaeda.

Liputan6.com, Washington DC - Masyarakat Amerika Serikat pada Selasa pekan ini akan memperingati 17 tahun serangan teroris 11 September 2001 atau 9/11 yang menewaskan hampir 3.000 orang.

Presiden Donald Trump dan Ibu Negara Melania dijadwalkan (menurut pembagian waktu AS) menghadiri upacara peringatan 9/11 di Shanksville, Pennsylvania, dekat tempat United Airlines Penerbangan 93 jatuh, setelah penumpang mengambil alih kendali dari teroris yang berafiliasi dengan al-Qaeda yang telah membajak pesawat untuk mengarahkannya ke Washington DC, demikian seperti dikutip dari Voice of America, Selasa (11/9/2018).

Wakil Presiden Mike Pence menghadiri upacara di Pentagon Kementerian Pertahanan AS.

Sedangkan ribuan kerabat korban, korban selamat, penyelamat dan warga lainnya diperkirakan akan menghadiri upacara hari Selasa di situs memorial The World Trade Center Site, Manhattan.

Dalam sebuah pernyataan, Gedung Putih menetapkan 7 - 9 September sebagai Hari Doa dan Peringatan Nasional untuk korban serangan.

"Iman Bangsa kita mungkin telah diuji di jalan-jalan Kota New York, di tepi Potomac, dan di sebuah ladang dekat Shanksville, Pennsylvania, tetapi kekuatan kami tidak pernah tersendat dan ketahanan kami tidak pernah goyah," kata pernyataan itu.

Di ibu kota, Kementerian Pertahanan AS akan mengadakan seremoni khusus bagi keluarga korban yang tewas ketika sebuah pesawat menabrak gedung Pentagon itu.

Dan di New York, ratusan orang yang selamat dan anggota keluarga dari mereka yang tewas akan berkumpul di Ground Zero, tempat Menara Kembar World Trade Center berdiri sebelum dua penerbangan komersial yang dibajak meruntuhkan pencakar langit itu. Sorotan lampu kembar akan diproyeksikan ke langit Big Apple untuk mengenang mereka yang tewas dalam serangan.

Sorotan cahaya kembar berwarna biru untuk peringati peristiwa serangan 9/11 di Kota New York, Minggu (10/9). Dua cahaya biru tegak lurus itu melambangkan menara kembar WTC yang menjadi sasaran serangan bunuh diri tersebut. (AP Photo/Mark Lennihan)

Teror 9/11 dilakukan dilakukan oleh 19 teroris yang berafiliasi dengan al-Qaeda dengan membajak empat pesawat. Dua pesawat menabrak menara kembar World Trade Center, satu menghantam Pentagon Kementerian Pertahanan AS, sementara sisanya adalah yang jatuh di Shanksville --yang semula akan diarahkan ke Washington DC, ibu kota AS.

Disebut sebagai serangan paling mematikan di tanah Amerika sejak serangan Jepang ke Pangkalan AL AS di Pearl Harbor, Hawaii pada Perang Dunia II tahun 1944, peristiwa 11 September secara permanen mengubah persepsi keamanan Amerika.

Tragedi itu mendorong Presiden George W. Bush untuk mengumumkan perang melawan terorisme dan menyerang Afghanistan --yang dipercaya sebagai sarang bagi al-Qaeda dan pemimpin serta otak 9/11, Osama bin Laden.

Bin Laden sendiri akhirnya berhasil diburu dan dibunuh di rumah persembunyiannya di Abbotabad, Pakistan oleh pasukan khusus AS Naval Special Warfare Development Group (DEVGRU) bekerjasama dengan Badan Intelijen AS (CIA), dalam sebuah operasi rahasia --yang kemudian diungkap ke publik-- pada 2 Mei 2011.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Kenangan yang Menyakitkan

Setelah hampir dua dekade, tragedi 9/11 tetap menjadi kenangan yang menyakitkan bagi keluarga korban yang meninggal maupun korban yang berhasil selamat. Mary Facet adalah salah satu yang merasakannya.

Putra Mary Fetchet, Brad, bekerja di Menara Selatan World Trade Center ketika pesawat pertama menabrak.

"Anak saya menelepon suami saya untuk memberi tahu dia bahwa dia baik-baik saja, dan hanya untuk mengingatkan dia bahwa dia ada di menara kedua," kata Fetchet kepada Voice of America.

Setelah suaminya meneleponnya di tempat kerja untuk memberi tahu bahwa Brad masih hidup, Fetchet masuk ke gedung yang bersebelahan. Ketika dia memasuki ruangan, dia melihat di televisi bahwa pesawat kedua menabrak Menara Selatan World Trade Center.

"Tentu saja aku berharap, mencoba menghitung di mana dia (Brad) berada di gedung itu, dan apakah dia memiliki waktu untuk berada di bawah gedung sebelum pesawat menabrak," kata Fetchet.

Fetchett pulang ke rumah setelah itu, berharap mendapat telepon dari putranya yang tidak pernah datang. Menjelang akhir September, dia akhirnya merelakan kepergia Brad dan mengadakan peringatan eulogi.

Setelah serangan itu, Fetchet mengorganisir kelompok-kelompok yang selamat dan keluarga yang kehilangan orang-orang yang dicintai.

"Saya dengan segera menyadari bahwa keluarga yang tinggal di sekitar AS dan di 90 negara di luar negeri memiliki tantangan dalam mengakses informasi. Dan banyak keputusan dibuat yang berdampak langsung kepada mereka," kata Fetchet.

Kesadaran itu menuntunnya untuk menciptakan kelompok amal Voices of September 11th, yang memberikan layanan kepada keluarga-keluarga yang terkena dampak tragedi tersebut, seperti mensponsori kelompok-kelompok pendukung dan membantu mengidentifikasi sisa-sisa jasad orang yang dicintai.

Organisasi itu juga diperluas untuk memberikan layanan kepada komunitas yang terkena dampak kekerasan massal dan kekerasan berbasis terorisme lain di seluruh dunia.

"Kami telah belajar banyak selama 17 tahun terakhir," kata Fetchet.

"Tampaknya tidak ada akhir untuk tindakan terorisme dan kekerasan massal baik di sini di Amerika Serikat dan di luar negeri."