Liputan6.com, Singapura - Masyarakat Singapura memiliki jauh lebih banyak penduduk kaya dibandingkan dengan yang digambarkan di buku Crazy Rich Asians karya Kevin Kwan, di mana kini film adaptasinya meraih sukses besar di seluruh dunia,
Menurut WealthInsight, sebuah perusahaan data yang mengumpulkan informasi tentang orang-orang kaya di dunia, satu dari 34 orang di Singapura adalah miliarder. Hal itu menjadikannya negara keenam dengan jumlah orang kaya terpadat di dunia serta yang teratas di Asia.
Sebagai sebuah pulau kecil yang terletak di selatan semenanjung Malaya, status Singapura menjadi negara berpenduduk kaya raya seperti saat ini bukanlah suatu kebetulan yang mendadak.
Advertisement
Pada awal abad ke-19, persaingan perdagangan di Asia sangat sengit. Inggris berusaha melindungi kepentingan mereka di Timur Jauh dari campur tangan Belanda, penguasa komoditas utama rempah kala itu, demikian sebagaimana dikutip dari Time.com pada Minggu (16/9/2018).
Baca Juga
Bagi Inggris, Singapura tampak seperti tempat yang sempurna untuk mendirikan basis dagang. Pada 1819, pedagang Britania mendarat di dekat muara sungai Singapura dan merundingkan perjanjian dengan penguasa lokal untuk membuat kota pelabuhan utama baru.
"Sudah jelas bagi pejabat kolonial bahwa Singapura harus menjadi titik perdagangan trans-Pasifik, karena lokasi geografisnya," kata Yi Li, seorang pengajar di Sekolah Studi Oriental dan Afrika di London.
"Singapura benar-benar dilihat sebagai tempat untuk mendirikan markas dan operasi, dan menarik banyak pedagang kaya dari berbagai penjuru dunia."
Para pedagang Inggris yang berbondong-bondong ke Singapura menghasilkan uang dengan bertindak sebagai agen untuk pemasok Barat, yang mencari barang komersial mereka ke pedagang Asia.
Bersama dengan wilayah di Malaysia, Singapura berada di bawah kendali langsung Kerajaan Britania Raya sejak tahun 1867, setelah beberapa dekade di mana para pemimpin lokal ditekan untuk menyerahkan wilayah mereka kepada British East India Company.
Selama periode itu, Singapura--bersama dengan Pulau Penang di Malaysia-- menjadi pusat bagi para imigran yang mencari kekayaan dari sumber daya melimpah di Asia Tenggara, khususnya di industri pertambangan timah dan karet.
Para imigran ini sebagian besar datang dari China Selatan. Beberapa membawa koneksi perdagangan global terkait keterlibatan mereka dengan perdagangan teh Eropa, yang telah dimulai satu abad sebelumnya.
Bisnis menjadi lebih mudah di Singapura, karena upaya Inggris untuk merangsang perdagangan, modal, dan industri di negara kota itu adalah faktor penarik bagi para pekerja Tionghoa yang ambisius, dan pedagang yang ingin melepaskan diri dari iklim politik dan sosial yang bergolak di China Daratan.
Sejumlah kecil elite China berhasil mengembangkan bisnis secara spektakuler di rumah baru mereka di Singapura, meskipun banyak yang tidak seberuntung mereka dan harus mengambil pekerjaan apa pun untuk menyambung hidup.
"Gelombang (imigrasi) yang sangat besar terjadi antara tahun 1840 dan 1940, ketika sekitar 20 juta imigran meninggalkan China, sebagian besar ke kawasan Asia Tenggara," kata Seng Guo-Quan, Asisten Profesor Sejarah di National University of Singapore.
Simak video pilihan berikut:
Terus Menarik Perhatian Imigran Kaya
Meskipun penduduk Singapura umumnya berasal dari China dan keluarga keturunan Tionghoa adalah sebagian besar sosok yang ditampilkan di Crazy Rich Asians, para imigran negara itu sejatinya sangat beragam.
Sebagai contoh, keluarga-keluarga China-Melayu tradisional yang jauh lebih dahulu kaya di semenanjung Melayu--dikenal sebagai Peranakan--juga beremigrasi ke Singapura, dan dapat dengan cepat naik pangkat di sektor real estate, perkapalan dan perbankan. Hal itu karena mereka telah menerima pendidikan bahasa Inggris dari pemerintah kolonial, dan mampu untuk berkomunikasi dengan percaya diri di tingkat internasional.
"Orang Tionghoa bukan satu-satunya kelompok kaya di Singapura," Seng menjelaskan. "Pedagang Arab dan pemilik tanah, para rentenir India, pengusaha-pengusaha kerajaan Melayu dan kemudian, kelompok elite profesional yang berpendidikan multi-rasial Barat muncul di masyarakat kolonial akhir."
Ketika pemerintahan kolonial Inggris berakhir pada 1963 dan Federasi Malaysia dibubarkan dua tahun kemudian, keragaman itu--baik demografi dan ekonomi--terus tumbuh.
Pada titik tersebut, transisi dari pekerjaan manufaktur kerah biru, dan menjadi industri jasa yang sangat terampil dipandang penting untuk pertumbuhan Singapura sebagai negara merdeka. Kini, miliarder terkaya di negara itu berasal dari sektor real-estate dan perbankan, menandai pergeseran dari ketergantungan pada sumber daya alam.
Tekad Singapura untuk menarik imigran terus bertahan hingga saat ini, dengan faktor-faktor memikat seperti tarif pajak rendah, pemerintahan yang stabil dan aman, serta sistem perbankan yang diatur dengan baik, terbukti sangat menggoda bagi orang-orang kaya dan bisnis global yang mencari pijakan di Asia.
Advertisement