Sukses

Afrika Selatan Legalkan Ganja untuk Penggunaan Publik

Afrika Selatan menjadi negara ketiga di benua Afrika yang melegalkan penggunaan ganja untuk kebutuhan publik.

Liputan6.com, Pretoria - Mahkamah Agung Afrika Selatan baru saja melegalkan ganja untuk penggunaan publik pada Selasa 18 September 2018.

Pengumuman tersebut berasal dari suara bulat, yang menjunjung putusan pengadilan lebih rendah, bahwa secara konstitusional, tidak sah mengkriminalisasi ganja.

Dikutip dari Time.com pada Rabu (19/9/2018), keputusan tersebut memungkinkan orang dewasa untuk mengkonsumsi ganja secara komersial, dan juga berpeluang mendapat izin menanam tanaman psikotropika ini untuk konsumsi pribadi.

"Ini tidak akan menjadi pelanggaran pidana bagi orang dewasa, untuk menggunakan atau memiliki ganja untuk konsumsi pribadinya," kata Wakil Ketua Hakim Raymond Zondo, menjelaskan penilaianmya.

Mahkamah agung setempat telah memberikan jatah waktu 24 bulan kepada parlemen, untuk mengadopsi putusan terkait sebagai ketentuan mengikat tentang penggunaan ganja.

Menggunakan ganja di depan umum, serta menjual dan memasoknya, masih meruoakan tindak ilegal di Afrik Selatan, sebelum keputusan legalisasi diketuk palu pada awal pekan ini.

Meski begitu, parlemen setempat tetap akan memutuskan jumlah ganja yang bisa ditanam atau digunakan oleh seseorang secara pribadi.

Pemerintah sebelumnya menentang legalisasi ganja, yang dikenal dengan nama dagga di Afrika Selatan, karena dianggap "berbahaya" bagi kesehatan manusia.

Sebelum putusan di atas, sudah ada dua negara di Afrika yang melegalkan ganja, yakni Lesotho dan Zimbabwe.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Negara Lain Berbeda Pandangan

Berbalik 180 derajat dengan Afrika Selatan, pemerintah negara bagian Australia Selatan justru akan menaikkan hukuman bagi mereka yang ketahuan memiliki ganja, dalam langkah yang disebut sebagai "perang melawan narkoba."

Denda maksimal bagi kepemilikan ganja akan dinaikkan empat kali lipat menjadi 2.000 dolar Australia (setara Rp 21 juta, dengan kurs 1 dolar Australia = Rp 10.777) dalam rancangan UU yang dibicarakan di parlemen di Adelaide pada Juli lalu.

Aturan baru yaitu hukuman penjara maksimal dua tahun juga diusulkan, yang merupakan hukuman yang sama bagi kepemilikan ekstasi atau heroin.

Jaksa Agung Australia Selatan Vickie Chapman mengatakan ganja harus diperlakukan sama dengan narkoba lainnya, dan bukannya sekedar dianggap digunakan untuk rekreasi.

Kepemilikan ganja tidak lagi merupakan tindakan melanggar hukum di Australia Selatan sejak tahun 1987, dan hukuman bagi kepemilikan kurang dari 25 gram adalah denda 125 dolar Australia, atau setara dengan Rp 1,3 juta.

Â