Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri RI belum bisa memastikan apakah pelaku yang menculik dua nelayan WNI di perairan Semporna, Sabah, Malaysia pada 11 September 2018 lalu memiliki afiliasi dengan kelompok Abu Sayyaf.
Dua nelayan yang diculik berinisial SS dan UY, berasal dari Provinsi Sulawesi Barat. Mereka diculik saat baru saja berlabuh di dermaga Pulau Gaya di Semporna.
Diketahui bahwa sekitar jam 01.00 pagi, salah satu anggota kru kapal mendengar suara mesin perahu pompa yang mendekat dan pasokan listrik kapal mereka tiba-tiba terputus.
Advertisement
Dua dari awak kapal, yang bersembunyi di dalam kompartemen kapal penangkap ikan, mendengar orang-orang yang berbicara dalam logat Sulu (khas kelompok etnik di Filipina selatan) dan melalui lubang, melihat dua orang bersenjata dari kelompok itu.
Sekitar satu jam kemudian, dua nelayan keluar dari persembunyian tetapi menemukan dua teman mereka --yang berstatus WNI-- hilang, beserta sistem komunikasi radio kapal, demikian seperti dikutip dari The Straits Times, Selasa 11 September.
Baca Juga
Pihak Pasukan Keamanan Sabah Timur Malaysia (Esscom), mengatakan pekan ini bahwa pelaku mungkin telah membawa dua WNI tersebut untuk disandera di wilayah Provini Sulu, Mindanao, Filipina selatan --yang diduga kuat sebagai sarang kelompok teror dan kriminal Abu Sayyaf.
Ketika dimintai konfirmasi, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kemlu RI, Lalu Muhammad Iqbal mengatakan, "Apakah pelaku kelompok Abu Sayyaf? Kita belum tahu, karena masih melakukan pendalaman," ujarnya, dalam konferensi pers di Kemlu RI, Jakarta, Rabu (19/9/2018).
"Di saat kami melakukan pendalaman, biasanya dua sampai tiga pekan lagi, pihak penyandera akan membuka komunikasi dengan otoritas atau perusahaan tenaga kerja yang merekrut korban. Itu bisa dijadikan cara untuk mengidentifikasi pelaku dan kelompok afiliasi mereka," tambah Iqbal.
Ini menjadi kasus penculikan WNI terbaru oleh kelompok kriminal yang diduga berasal dari Filipina selatan sejak 2016. Padahal, terhitung sejak pertengahan September 2018, sudah tak ada lagi WNI yang menjadi sandera.
Menurut data Kemlu RI, sejak 2016, ada 34 orang WNI yang diculik dan menjadi sandera kelompok terafiliasi Abu Sayyaf di Filipina selatan. Seluruhnya telah dibebaskan oleh pemerintah Indonesia dan Filipina, sementara beberapa, sukses melarikan diri hingga akhirnya ditemukan oleh otoritas keamanan setempat --untuk kemudian dipulangkan ke Tanah Air.
Â
Simak video pilihan berikut:
Â
Kelompok Kriminal yang Punya Banyak Sempalan
Menurut Kementerian Luar Negeri RI, salah satu alasan yang membuat otoritas sulit untuk mengidentifikasi pelaku penculikan dan penyanderaan dua WNI pada 11 September 2018 lalu, disebabkan oleh banyaknya kelompok kecil yang 'mengaku-ngaku atau menjadi grup sempalan' dari Abu Sayyaf.
"Sejak Isnilon Hapilon tewas, Abu Sayyaf telah terpecah menjadi puluhan hingga ratusan sub-kelompok dan sempalan yang tersebar di Filipina selatan. Bahkan ada juga beberapa kelompok kecil yang baru muncul yang kemudian mengatasnamakan diri mereka sebagai afiliasi Abu Sayyaf," kata Lalu Muhammad Iqbal, Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia, Kemlu RI, dalam dalam konferensi pers di Kemlu RI, Jakarta, Rabu 19 September 2018.
"Jadi, ketika media asing telah menyebut bahwa pelaku kasus penculikan terbaru adalah Abu Sayyaf, ya, karena memang kelompok itulah yang dikenal merambah di Filipina selatan."
"Di sisi lain, para kelompok kriminal di Filipina selatan telah memandang nama Abu Sayyaf sebagai sebuah brand, sebuah trademark. Semua penculik kemudian mengambil nama Abu Sayyaf dalam melakukan aksinya."
Sementara itu, Duta Besar RI untuk Filipina, Sinyo Harry Sarundajang mendeskripikan bahwa Abu Sayyaf adalah kelompok kriminal "yang kerjaannya menculik orang untuk minta tebusan, karena mereka butuh uang."
"Mereka ini murni kelompok kriminal. Banyak yang menghubungkan mereka dengan gerakan garis keras, radikal, atau terafiliasi ISIS. Tapi saya kira tidak. Mereka motifnya murni kriminal, ingin ambil sesuatu, betul-betul kriminal."
Advertisement