Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat, pada 21 September 2018, telah menjatuhkan sanksi pada militer China karena membeli 10 jet tempur Sukhoi Su-35 dan rudal pertahanan darat-ke-udara (surface-to-air missile) S-400 buatan Rusia.
Washington mengatakan, pembelian tersebut bertentangan dengan sanksi AS pada Moskow yang diperkenalkan setelah tindakan Rusia di Ukraina dan dugaan campur tangan mereka dalam politik Negeri Paman Sam, demikian seperti dikutip dari BBC, Jumat (21/9/2018).
Advertisement
Baca Juga
Hubungan antara AS dan Rusia memburuk dengan cepat setelah Moskow mencaplok Krimea dari Ukraina pada 2014.
Relasi itu semakin suram ketika Rusia diduga ikut campur dalam pemilihan presiden AS 2016 dan keterlibatan militer dalam perang saudara yang sedang berlangsung di Suriah.
Jadi Target Sanksi
Badan pengembangan alat pertahanan negara China, Equipment Development Department (EDD) dan kepalanya, Li Shangfu, diberi sanksi karena menyelesaikan "transaksi signifikan" dengan eksportir senjata negara Rusia, Rosoboronexport.
EDD dan Li Shangfu telah ditambahkan ke 'Daftar Orang Yang Diblokir', yang berarti, setiap aset yang mereka pegang di AS dibekukan dan orang Amerika "umumnya dilarang" melakukan bisnis dengan mereka.
Selanjutnya, lisensi ekspor EDD ditolak dan firma itu dikeluarkan dari sistem keuangan Amerika.
Washington juga memasukkan 33 orang dan entitas yang terkait dengan militer dan intelijen Rusia.
Sanksi itu berdasar hukum pada The Countering America's Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA), sebuah undang-undang yang disahkan pada 2017. Undang-undang itu memberikan pemerintahan Presiden Donald Trump wewenang untuk menargetkan Rusia, Iran dan Korea Utara dengan sanksi ekonomi dan politik.
Presiden AS Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif pada hari Kamis 20 September 2018, yang dimaksudkan untuk memungkinkan sanksi agar segera dilaksanakan.
"Sanksi CAATSA dalam konteks ini tidak dimaksudkan untuk melemahkan kemampuan pertahanan negara tertentu" tetapi "ditujukan untuk memaksakan denda pada Rusia sebagai tanggapan atas kegiatan-kegiatan buruknya".
Tindakan serupa terhadap negara lain akan dipertimbangkan, tambah pihak Washington.
Â
Simak video pilihan berikut:
Reaksi Rusia
Seorang politisi di Moskow mengatakan sanksi AS tidak akan berdampak pada penjualan jet tempur dan misilnya.
"Saya yakin bahwa kontrak-kontrak ini akan dilaksanakan sesuai dengan jadwal," Franz Klintsevich, seorang anggota parlemen Rusia, seperti dikutip oleh kantor berita Interfax.
"Kepemilikan peralatan militer ini sangat penting bagi China," tambahnya.
Asia adalah pasar luar negeri yang paling penting bagi produsen senjata Rusia, dilaporkan mencapai 70 persen dari ekspor mereka sejak tahun 2000.
India, China, Indonesia dan Vietnam adalah negara-negara yang dilaporkan telah melakukan transaksi persenjataan dengan Rusia.
Advertisement