Sukses

Donald Trump: China Berusaha Ikut Campur di Pemilu AS

Donald Trump menuduh China berusaha ikut campur dalam penyelenggaraan midterm election atau pemilu paruh waktu di AS.

Liputan6.com, New York - Membuka pertemuan Dewan Keamanan PBB di New York, yang diadakan untuk membahas penentangan senjata nuklir, kimia, dan biologi, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuduh China mencoba ikut campur, tanpa memberikan bukti khusus.

"Sayangnya, kami menemukan bahwa China telah mencoba ikut campur dalam pemilihan pada November 2018 mendatang, mereka menentang pemerintahan saya," kata Donald Trump.

"Mereka tidak ingin saya atau kami menang, karena saya adalah presiden pertama yang pernah menantang China dalam perdagangan. Dan kami menang dalam perdagangan, kami menang di setiap level. Kami tidak ingin mereka ikut campur dalam pemilihan mendatang kami," lanjut Donald Trump panjang lebar, sebagaimana dikutip dari BBC, Kamis (27/9/2018).

Sebagai tanggapan, Menteri Luar Negeri China Wang Yi mengatakan kepada DK PBB bahwa "Tiongkok telah mengikuti prinsip non-interferensi di urusan domestik negara lain."

"Ini adalah tradisi kebijakan luar negeri China," tegasnya membalas argumen Donald Trump.

Dia melanjutkan, "Kami tidak akan ikut campur dalam urusan domestik negara mana pun. Kami menolak untuk menerima tuduhan tidak beralasan apa pun terhadap China."

Tidak tinggal diam, Donald Trump kemudian mengunggah beberapa foto di Twitter, yang menunjukkan beberapa pemberitaan di koran China, yang dituding sebagai propaganda melawan AS.

Ditanya oleh media mengenai bukti gangguan China dalam agenda midterm election atau dikenal dengan sebutan pemilu paruh waktu, Donald Trump mengatakan tidak bisa membocorkan bukti, tapi menegaskan bahwa hal tersebut akan terkuak dengan sendirinya.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Bagaimana hubungan AS-China?

Presiden Donald Trump telah terlibat konflik perdagangan yang terus meningkat dengan China dalam beberapa bulan terakhir.

Sebelumnya pada September, Trump mengarahkan para pejabat untuk mengenakan tarif pada US$ 200 miliar (setara Rp 2.983 triliun, dengan kurs US$ 1 = Rp 14.915) terhadap barang-barang China, di mana hal itu merupakan langkah terbaru untuk memerangi apa yang dikatakan AS sebagai praktik perdagangan tidak adil.

Tarif yang dikenakan oleh AS kepada barang-barang China telah mencapai US$ 50 miliar (setara Rp 745 triliun) saat ini, dan hal tersebut dibalas dengan nilai hampir serupa oleh Beijing terhadap impor dari Negeri Paman Sam.

Pada Juli, pemerintahan Trump memperkenalkan rencana dana talangan senilai US$ 12 miliar (setara Rp 178 triliun) untuk membantu para petani yang bisnisnya telah dirugikan oleh China, dengan menambahkan retribusi timbal balik pada produk pertanian seperti kedelai.

Hubungan militer juga telah berubah setelah Washington menjatuhkan sanksi terhadap militer China karena membeli peralatan senjata dari Rusia, sebagai hukuman atas "kegiatan-kegiatan jahat" negara itu.

Sebagai tanggapan, Beijing memanggil seorang kepala angkatan laut dari kunjungan ke AS dan menunda pembicaraan militer.

Beijing juga memblokir sebuah kapal Angkatan Laut AS dari dermaga pusat di Hong Kong.