Liputan6.com, New York - Pemerintah Indonesia berjanji akan meningkatkan donasi yang diberikan kepada Badan PBB Urusan Pengungsi Palestina (UNRWA) untuk beberapa tahun ke depan. Langkah itu diambil sebagai salah satu solusi untuk menutup defisit anggaran organisasi tersebut, setelah Amerika Serikat menghentikan total pendanaannya tahun ini.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi juga menjelaskan bahwa Indonesia akan terus menjadi motor penggerak guna mendorong negara-negara yang masih memberikan pendanaan kepada UNRWA, untuk terus meningkatkan donasinya, agar organisasi itu dapat terus beroperasi.
Amerika Serikat (AS) mengakhiri seluruh pendanaannya untuk UNRWA untuk tahun 2018. Tak dijelaskan berapa banyak anggaran yang dihentikan oleh AS kepada UNRWA untuk tahun ini, namun, Washington DC diketahui menyumbangkan lebih dari US$ 350 juta kepada organisasi itu pada tahun 2017.
Advertisement
Keputusan AS menuai kritik dari UNRWA, PBB, dan komunitas internasional, dengan menyebut bahwa pemutusan anggaran sebanyak itu akan mengancam kelangsungan operasional organisasi tersebut --yang saat ini memberikan bantuan bagi 5,3 juta jiwa pengungsi Palestina di Yerusalem Timur, Tepi Barat, Yordania, dan di wilayah lain, dalam bentuk layanan pendidikan dan kesehatan.
Baca Juga
Menyikapi hal tersebut, Menlu Retno, sepanjang rangkaian temu bilateral dan sesi sela di Sidang Majelis Umum PBB di New York pekan ini yang dimulai pada 25 September 2018, menegaskan bahwa "Indonesia terus berupaya memperjuangkan solidaritas di antara komunitas internasional untuk mendukung Palestina" menyusul krisis anggaran yang tengah dialami oleh UNRWA.
"Dalam setiap pertemuan, Indonesia berusaha menggandeng dan mendulang dukungan komunitas internasional untuk menutup atau mengurangi defisit keuangan UNRWA agar lembaga itu dapat terus beroperasi," jelas Retno dalam pernyataan resmi yang diterima Liputan6.com, Kamis (27/9/2018).
Ditambahkan oleh Retno, Indonesia juga menyampaikan kepada komunitas internasional bahwa Jakarta berkomitmen untuk membantu menutup defisit yang masih ada. Itu dilakukan dengan menggandakan donasi yang Indonesia berikan kepada UNRWA dan "menjadi motor diplomatik" bagi organisasi dalam hal mendorong negara lain meningkatkan bantuannya.
Sebelumnya, UNRWA melaporkan bahwa mereka mengalami defisit awal sebesar US$ 440 juta pasca pemutusan anggaran dari AS. Namun, seiring waktu, defisit itu sudah tertutup sekitar 60 persennya, menyisakan defisit saat ini sebanyak US$ 180 juta --sebuah jumlah yang dinilai cukup signifikan.
"Kita berkomitmen akan tambah donasi. Nominalnya, masih dirumuskan," jelas Retno.
"Nominal donasi Indonesia untuk UNRWA dari beberapa tahun lalu sudah meningkat, dua kali lipat hingga empat kali lipat ... Kita sedang menggerakkan juga organisasi dan figur filantrofi Indonesia gna membantu pemerintah meningkatkan nominal donasi untuk UNRWA."
Skema pendanaan untuk UNRWA terdiri dari dua macam: pendanaan dari anggaran PBB dan donasi sukarela mandiri dari negara internasional.
Anggaran UNRWA mayoritas berasal dari donasi sukarela mandiri. Sehingga, langkah AS yang pada Agustus lalu memutus total donasinya untuk UNRWA, membuat lembaga tersebut mengalami defisit besar. Apalagi mengingat, Washington merupakan donor tunggal terbesar untuk badan PBB urusan pengungsi Palestina tersebut.
Indonesia sendiri diketahui menyumbang US$ 200.000 untuk UNRWA pada 2018. Meski terbilang kecil jika dibandingkan dengan yang didonasikan oleh AS, namun, nominal itu tidak termasuk bentuk bantuan langsung yang diberikan RI kepada Otoritas Palestina senilai US$ 2 juta dalam bentuk pengembangan kapasitas dalam rentang tahun 2019-2021.
Â
Simak video pilihan berikut:
Â
UNRWA: Keputusan AS Bersifat Politis
Pada akhir Agustus 2018, AS mengumumkan penghentian seluruh pendanaannya kepada UNRWA, dengan menyebut alasan bahwa organisasi itu mengalami "cacat yang tak dapat diperbaiki," ujar pihak Kementerian Luar Negeri AS.
Rencana itu bukan mendadak dilakukan oleh AS. Pada bulan Januari 2018, Amerika Serikat mengatakan akan memangkas US$ 65 juta dari total anggaran awal US$ 125 juta yang diharapkan akan diserahkan kepada UNRWA pada awal tahun ini. Alasannya, AS ingin agar UNRWA untuk mereformasi internal organisasi dan mendesak agar negara-negara lain harus meningkatkan jumlah dana bantuaan yang mereka kontribusikan kepada badan tersebut.
Namun, kritikus menilai, langkah itu bermuatan politis, guna merespons penolakan keras dari Palestina dan negara anggota PBB terhadap keputusan AS yang menetapkan Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan kemudian memindahkan kedutaan mereka dari Tel Aviv ke Al Quds Al Sharif.
Komisioner UNRWA, Pierre Krahenbuhl mengkritik keputusan AS. Dalam surat terbuka, Krahenbuhl mengatakan "pemotongan dari AS menyebabkan pengurangan pendapatan yang langsung membuat badan ini menghadapi krisis besar."
"Dalam delapan bulan terakhir ini kami tidak pernah diberitahu tentang alasan rinci yang memicu pemangkasan itu. Tampaknya ini jelas terkait dengan ketegangan antara Amerika dan kepemimpinan Palestina pasca pengumuman Amerika tentang Yerusalem dan bukan karena kinerja UNRWA. Oleh karena itu kebijakan ini jelas merupakan politisasi bantuan kemanusiaan," kata Krahenbuhl.
Chris Gunness, juru bicara UNRWA, menyuarakan "penyesalan mendalam" atas keputusan AS dan menolak kritik Washington terhadap organisasinya dan Palestina.
"Kami menolak kritik bahwa sekolah-sekolah UNRWA, pusat-pusat kesehatan, dan program bantuan darurat adalah 'cacat yang tak dapat diperbaiki'," kata Gunness.
"Program-program ini memiliki rekam jejak yang terbukti dalam menciptakan salah satu proses pengembangan manusia yang paling sukses dan berhasil di Timur Tengah. Komunitas internasional, para donor dan negara tuan rumah secara konsisten memuji UNRWA atas pencapaian dan standar organisasinya."
Secara keseluruhan, UNRWA memberikan layanan pendidikan, kesehatan, dan sosial di Tepi Barat, Gaza, Yordania, Suriah, dan Lebanon kepada lebih dari 5 juta pengungsi Palestina yang terdaftar.
Organisasi itu turut mengelola sebanyak 709 sekolah dengan 21.946 orang guru yang mengajar anak didik sebanyak 515.260 orang di Tepi Barat, Gaza, Yordania, Suriah, dan Lebanon. Khusus di Yordania, UNRWA mengelola 171 sekolah, 3 pusat pelatihan vokasional dengan 121.368 murid yang tersebar di 10 kamp pengungsi.
UNRWA juga memberikan layanan kesehatan bagi lebih dari 9 juta pasien Palestina di hampir 150 klinik kesehatan primer setiap tahun.
Advertisement