Sukses

Utamakan Semangat Kooperatif, Singapura Setuju Tunda Proyek Kereta Cepat dengan Malaysia

Atas nama semangat kooperatif, Singapura akhirnya setuju menunda proyek kereta cepat dengan Malaysia.

Liputan6.com, Singapura - Singapura bisa saja menolak pengajuan Malaysia untuk menunda proyek kereta berkecepatan tinggi (HSR), dan memaksakan hak hukumnya agar mendapat kompensasi dari Kuala Lumpur, kata menteri transportasi Negeri Singa, Khaw Boon Wan.

Namun Singapura memutuskan untuk mencari "penyelesaian alternatif" untuk alasan "semangat kerjasama bilateral", terutama sejak Malaysia telah meyakinkan Singapura bahwa mereka ingin melanjutkan proyek HSR di kemudian hari.

Kedua negara secara resmi setuju untuk menunda pembangunan HSR pada 5 September, setelah pemerintah Malaysia yang baru, melalui Menteri Perekonomiannya Azmin Ali, membuat permintaan resmi ke Singapura untuk menunda proyek tersebut tiga atau empat tahun.

Dikutip dari Channel News Asia pada Senin (1/10/2018), layanan ekspres HSR kini diharapkan akan mulai beroperasi pada 1 Januari 2031, mundur beberapa tahun dari rencana peresmian sebelumnya, yakni pada 31 Desember 2026.

Menteri Khaw mengatakan, keputusan yang diambil sesuai dengan perjanjian bilateral, yang ditandatangani oleh kedua negara pada bulan Desember 2016.

"Setelahnya, jika dan ketika Malaysia kembali siap untuk mengejar proyek semacam itu, kita bisa mendiskusikan perjanjian bilateral baru," katanya di hadapan media.

Pembangunan HSR akan ditunda sampai 31 Mei 2020, dua tahun setelah pembentukan pemerintah Malaysia yang baru.

Dikatakan oleh Menteri Khaw, bahwa di luar dua tahun itu, perkiraan biaya saat ini kemungkinan tidak akan berlaku lagi, dan berisiko "mempengaruhi kelangsungan hidup proyek dan kasus bisnisnya".

"Masa penangguhan yang lebih lama juga akan berdampak pada rencana kami untuk mengembangkan Distrik Danau Jurong, yang akan menjadi tuan rumah Terminus HSR Singapura dan banyak transportasi, komersial, perumahan dan pembangunan rekreasi," lanjutnya menjelaskan.

Dia menambahkan bahwa Malaysia telah meminta bahwa selama masa penangguhan, kedua belah pihak membahas jalan ke depan untuk proyek, dengan tujuan mengurangi biaya.

Menteri Khaw mengatakan bahwa Singapura terbuka untuk diskusi seperti itu, tetapi tidak diwajibkan untuk menerima secara otomatis setiap proposal yang ditawarkan.

Meskipun demikian, dia mengatakan bahwa Singapura akan menilai setiap proposal dari Malaysia "dengan hati-hati dan obyektif".

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Malaysia Siap Ganti Rugi

Berbicara dalam menanggapi pertanyaan dari Anggota Parlemen, Menteri Khaw mengatakan akan ada biaya ke Singapura dalam menangguhkan proyek tersebut.

Biaya-biaya ini diakuinya gagal, yang berarti mereka tidak dapat digunakan untuk proyek terkait setelah kembali dilanjutkan pada dua tahun mendatang.

"Kami harus membayar biaya kerusakan kepada kontraktor, guna mengakhiri kontrak yang sedang berlangsung dan untuk secara aman menghentikan operasi selama masa penangguhan," katanya.

"Sebagai contoh, pekerjaan penggalian yang sedang berlangsung tidak bisa begitu saja ditinggalkan. Penggalian harus ditimbun untuk membuat situs aman, dan digali ulang begitu proyek dilanjutkan," lanjut Menteri Khaw.

Malaysia telah setuju untuk memberikan negara tetangganya biaya ganti rugi sebesar 15 juta dolar Singapura (setara Rp 163 miliar, dengan kurs Rp 10.879 per 1 dolar SG), yang akan dibayar pada akhir Januari 2019.

Setelah pekerjaan yang sedang berlangsung dihentikan, tidak ada karya HSR baru yang akan dilakukan selama periode penangguhan.

Menteri Khawa menambahkan bahwa penangguhan proyek juga mempengaruhi banyak pemangku kepentingan, termasuk perusahaan infrastruktur Singapura, SG HSR.

Para karyawan di perusahan ini, katanya, akan ditawarkan peran pekerjaan alternatif di unit usaha lainnya.

SG HSR dan LTA, dia menambahkan, juga telah menginformasikan kepada semua.