Sukses

AS Berniat Akhiri Perjanjian Berusia 63 Tahun dengan Iran, Kenapa?

Usai putusan Pengadilan Internasional tentang pengurangan beban sanksi, AS berniat untuk akhiri perjanjian dengan Iran yang telah berusia 63 tahun.

Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat (AS) akan membatalkan perjanjian lama dengan Iran, yang digunakan oleh Teheran sebagai dasar untuk sebuah kasus di Mahkamah Internasional (ICJ), kata Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo.

Iran membawa AS ke pengadilan yang berbasis di Denhaag, Belanda itu setelah kembali memberlakukan sanksi, dengan alasan mengabaikan kesepakatan nuklir pada Mei.

Iran berargumen bahwa keputusan itu melanggar syarat-syarat Perjanjian Damai 1955, demikian sebagaimana dikutip dari BBC, Kamis (4/10/2018).

Akan tetapi, setelah ICJ memerintahkan AS untuk meringankan sanksi pada Rabu, Pompeo mengatakan perjanjian itu akan dihentikan.

"Ini adalah keputusan yang, sejujurnya, sudah lewat 39 tahun," kata Menlu Pompeo dalam sebuah konferensi pers di Washington DC, Rabu (3/10/2018).

Penasihat Keamanan Nasional AS, John Bolton, mengatakan semua perjanjian yang dapat mengekspos AS ke putusan Mahkamah Internasional juga akan ditinjau ulang.

Kedua pejabat top AS itu menyebut klaim Iran "tidak berdasar" dan menolak putusan ICJ.

Hakim memutuskan bahwa AS harus menghilangkan "hambatan apa pun" terhadap ekspor barang-barang kemanusiaan, termasuk makanan, obat-obatan, dan peralatan keselamatan penerbangan.

Meski begitu, perintah ICJ tidak benar-benar memerintahkan AS untuk menarik kembali seluruh sanksi yang dijatuhkan ke Iran.

Putusan ICJ bersifat mengikat, tetapi pengadilan tidak memiliki kekuatan untuk menegakkannya.

ICJ adalah organ peradilan utama PBB yang menyelesaikan sengketa hukum antara negara-negara anggotanya. Namun, dalam kasus AS versus Iran, kedua negara diketahui pernah mengabaikan putusan pengadilan di masa lalu.

 

Simak video pilihan berikut: 

2 dari 2 halaman

Iran Sebut Sanksi AS Tidak Beralasan

Iran mengatakan, sanksi tersebut melanggar Perjanjian Damai, Hubungan Ekonomi, dan Hak Konsuler antara Iran dan AS, yang memberikan yurisdiksi ICJ atas sengketa.

Perjanjian itu ditandatangani pada 1955 untuk mengatur hubungan komersial, dan kedua belah pihak menggunakannya karena saling membawa ke pengadilan.

Teheran juga mengatakan alasan Presiden Donald Trump menerapkan kembali sanksi tidak berdasar, karena pengawas internasional berulang kali menegaskan bahwa Iran mematuhi ketentuan perjanjian itu.

Pengacara AS berpendapat bahwa ICJ seharusnya tidak memiliki yurisdiksi, dan bahwa pernyataan Iran jatuh di luar batas-batas perjanjian.

Kesepakatan 2015 melihat Republik Islam membatasi kegiatan nuklirnya yang kontroversial, dengan imbalan bantuan dari sanksi internasional.

Namun, Trump mengatakan pihaknya "gagal mencapai tujuan fundamental untuk memblokir semua jalan menuju bom nuklir Iran", dan tidak berurusan dengan "kegiatan memfitnah Iran, termasuk program rudal balistik dan dukungannya untuk terorisme".