Sukses

Penempatan Sistem Rudal Pertahanan Rusia Ubah Peta Kekuatan di Suriah

Peta kekuatan di Suriah disebut berubah seiring penempatan sistem rudal pertahanan milik Rusia.

Liputan6.com, Jakarta Rusia dikabarkan telah menyelesaikan pengiriman sistem rudal pertahanan S-300 ke Suriah, dalam sebuah langkah yang cenderung mengubah keseimbangan kekuatan di Timur Tengah.

"Pekerjaan itu selesai sehari yang lalu," ujar Menteri Pertahanan Rusia Sergei Shoigu kepada Presiden Vladimir Putin, dalam sebuah pertemuan yang disiarkan di televisi, Rabu 3 Oktober.

Keputusan memasok sistem rudal canggih merupakan tanggapan terhadap penembakan sebuah pesawat pengintai Ilyushin Rusia, dalam sebuah insiden 22 mil dari pantai Suriah, awal September lalu.

Dikutip dari Independent.co.uk pada Kamis (4/10/2018), Israel kemudian mengaku bertanggung jawab pada insiden yang menewaskan seluruh 15 orang penumpang di dalamnya.

Oleh para pengamat, penempatan sistem rudal pertahanan tersebut bukanlah hal yang mengagetkan, karena tiga kekuatan udara terkuat saat ini, yakni Rusia, Amerika Serikat (AS), dan Israel, kerap melintas di wilayah udara Suriah.

Ditambah lagi dengan turut hadirnya patroli udara Turki dan Suriah, yang dilindungi oleh sistem pertahanan darat-ke-udara, sehingga membuat risiko kecelakaan tidak terelakkan terjadi di kawasan terkait.

Israel telah menyatakan penyesalan atas tewasnya personel angkatan udara Rusia, sekaligus mengaku khawatir bahwa S-300 dapat memicu risiko lebih tinggi terhadap operasional pesawat militernya di Suriah, terutama untuk melanjutkan kampanye melawan fasilitas Iran di sana.

Sistem pertahanan milik Rusia itu disebut mampu melacak lusinan target pada jarak ratusan mil. Pabrikan milik negara Almaz-Antey yang memproduksinya, mengatakan bahwa S-300 juga dapat menembak jatuh rudal jelajah dan balistik.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Israel Setidaknya Akan Lebih Berhati-Hati

Israel telah lama berusaha mencegah pengiriman S-300 ke Iran dan Suriah. Teheran memang membeli sistem itu pada 2007, tetapi baru diserahkan pada 2016.

"Kami belum mengubah garis strategis di Iran," kata menteri pendidikan Israel Naftali Bennett, anggota kabinet keamanan perdana menteri Benjamin Netanyahu.

"Kami tidak akan membiarkan Iran membuka front ketiga melawan kami, karena kami akan mengambil tindakan sesuai kebutuhan," lanjutnya menegaskan.

Di luar kekhawatiran terkait, para pengamat menilai Presiden Vladimir Putin telah berhasil menjaga hubungan kerja sama yang baik antara Rusia dengan Suriah, Turki, dan Israel, meski mereka memiliki kepentingan yang berbeda satu sama lain di Timur Tengah.

Namun, kepada Israel, Rusia masih menyimpan kekecewaan mendalam terkait tragedi penembakan 17 September, ketika Moskow mengklaim pesawat F-16 milik Negeri Zionis telah menggunakan penerbangan pengintaian pesawat Rusia dari kawasan Latakia, dengan tujuan menciptakan serangan.

Rudal S-300 setidaknya akan membuat Israel lebih berhati-hati, kata para pengamat.