Liputan6.com, Bali - Dana Moneter Internasional atau IMF memperkirakan, 26 juta perempuan di 30 negara akan kehilangan pekerjaan karena peran mereka tergantikan oleh teknologi alias otomatisasi.
Perkiraan itu terkandung dalam laporan IMF berjudul: "Gender, Technology and the Future Work" yang dipaparkan di sela Pertemuan IMF-World Bank 2018 di Bali, Rabu (10/10/2018).
Advertisement
Baca Juga
Berbicara selama sesi panelis dengan tema: "Empowering Women in the Workplace" Direktur IMF, Christine Lagarde, menambahkan pemaparannya:
"Secara global, 11 persen atau 26 juta perempuan berisiko kehilangan pekerjaan mereka karena kemajuan teknologi komputer, sementara hanya empat persen dari populasi laki-laki yang menghadapi risiko yang sama," demikian seperti dikutip dari situs surat kabar Nigeria, This Day Live (10/10/2018).
Menurut Lagarde, pekerja perempuan yang berpendidikan lebih rendah dan lebih tua, berusia 40 tahun ke atas, serta mereka yang memiliki keterampilan rendah, atau, bekerja di sektor pelayanan dan penjualan, secara tidak proporsional akan terkena otomatisasi.
"Secara global, kami menemukan bahwa sekitar 180 juta pekerjaan yang digeluti perempuan berada pada risiko tinggi untuk tergantikan oleh teknologi," lanjut Lagarde.
Oleh karena itu, Lagarde mengimbau perlunya kebijakan untuk memberdayakan perempuan dengan keterampilan yang dibutuhkan, menutup kesenjangan gender dalam posisi kepemimpinan dan menjembatani kesenjangan gender digital yang dapat memberikan fleksibilitas yang lebih besar dalam pekerjaan, agar dapat menguntungkan perempuan," kata direktur IMF itu.
Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Â
Simak video pilihan berikut:
Solusi dari Menkeu RI Sri Mulyani
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati, mendesak perempuan untuk menjadi teladan di tempat kerja mereka.
"Sebagai perempuan, kita harus berusaha untuk melakukan dengan sangat baik demi memberi contoh bagi generasi muda," ujarnya.
"Kita juga perlu memastikan para perempuan muda memiliki model peran dan mentor yang tepat sehingga mereka benar-benar dapat menjadi pemimpin," tambah Sri Mulyani.
Pada bagiannya, Sekretaris Eksekutif Komisi Ekonomi PBB untuk Afrika Vera Songwe mengatakan, peningkatan akses ke internet akan menjembatani kesenjangan keterampilan di kalangan perempuan.
"Dalam konteks global, hanya 250 juta wanita yang memiliki akses ke internet pada 2017, lebih sedikit dari pria. Di Afrika, hanya 27 juta perempuan yang bisa mengakses internet yang dapat diandalkan dan terjangkau. Padahal, internet mampu membantu menutup kesenjangan digital saat ini."
Dia juga mengatakan, partisipasi angkatan kerja perempuan yang lebih tinggi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Advertisement