Sukses

11-10-1138: Bumi Seakan Meraung Saat Gempa Guncang Aleppo, 230 Ribu Orang Tewas

Pada 10 Oktober 1138, gempa mengguncang Aleppo, Suriah. Namun, itu baru permulaan. Lindu yang lebih dahsyat dan mematikan terjadi esok harinya.

Liputan6.com, Aleppo - Pada 2012, ketika perang saudara melanda Suriah, Aleppo menjadi lokasi pertempuran sengit antara militer rezim Bashar al-Assad dan kubu pemberontak.

Kota itu babak belur, kehancuran nyaris terjadi di setiap jengkal area. Sebanyak 31.183 nyawa melayang. Namun, bukan kali itu saja Aleppo menjelma jadi tumpukan puing.

Kala itu, pada 10 Oktober 1138, gempa mengguncang Aleppo. Sejumlah warga yang ketakutan segera mengungsi ke luar kota. Namun, itu baru permulaan. Lindu yang lebih dahsyat dan mematikan terjadi esok harinya.

Berapa kekuatan gempa yang meratakan kota Aleppo belum diketahui saat ini.

Dinding-dinding yang mengelilingi Aleppo runtuh, rumah-rumah rata dengan tanah, mengubur ribuan penduduk di bawah puing-puingnya.

Menurut penulis sejarah Mesir dari Abad ke-15, Ibn Taghribirdi, bencana itu menewaskan sekitar 230.000 manusia, menjadi salah satu yang paling mematikan sepanjang sejarah -- setelah gempa di Shensi, China yang menewaskan 830 ribu orang pada 1556 dan lindu di Tangshan pada 1976 yang membunuh 255 ribu hingga 655 ribu warga.

Seperti dikutip dari situs Britannica.com, Rabu (10/10/2018), Aleppo terletak di Suriah utara. Wilayah yang terletak di perbatasan antara lempeng geologi Arab dan lempeng Afrika itu adalah bagian dari sistem Sesar Laut Mati.

Sejumlah sesar malang melintang di kota itu. Konon, saat gempa mengguncang, seakan seluruh dunia sedang meraung marah. Terdengar orang-orang menjerit dan berjatuhan. Para bocah yang tersesat menangis, mencari ayah dan ibu mereka. Suara mirip raungan monster muncul dari bawah tanah kota berusia tiga ribu tahun itu.

Meskipun Aleppo adalah komunitas terbesar yang terkena dampak gempa, kerusakan di kota itu bukan yang terburuk.

Benteng Tentara Salib di dekat Ḥarem atau Idlib rata oleh gempa. Pun dengan benteng milik Pasukan Muslim di Al-Atarib.

Kerusakan juga dilaporkan di Azrab, Bizaah, Tell Khalid, dan Tell Amar.

Guncangan lindu konon dirasakan di Damaskus, yang letaknya sekitar 350 km ke selatan. "Di Azrab, desa yang terletak di tepian Pegunungan Kuros, tanah tiba-tiba terbelah di tengah permukiman. Seisi desa kemudian runtuh ke dalamnya," demikian dikutip dari situs alaraby.co.uk. Diduga, itu adalah fenomena likuefaksi.

 

* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.

 

Saksikan video terkait gempa berikut ini:

2 dari 2 halaman

Aksi Nekat Presiden AS Pertama yang Naik Pesawat

Tak hanya gempa di Aleppo, sejumlah peristiwa menarik dalam sejarah juga terjadi pada tanggal 11 Oktober.

Pada 11 Oktober 1910 Teddy Roosevelt tercatat dalam sejarah sebagai presiden Amerika Serikat pertama yang naik pesawat. Faktanya, kala itu ia sudah mantan.

Roosevelt punya banyak kekurangan saat menjabat sebagai orang nomor satu di Negeri Paman Sam. Tapi soal kenekatan, ia juaranya.

Presiden ke-26 AS itu naik pesawat yang dipiloti Arch Hoxsey. Lebih dari 10 ribu orang menyaksikan peristiwa itu dengan cemas. Mereka khawatir Roosevelt bisa celaka bahkan tewas.

Setelah terbang dua putaran mengelilingi lapangan terbang selama 3 menit dan 20 detik, Hoxsey mendaratkan pesawat dengan selamat.

"(Penerbangan) itu sangat baik. Baik!," kata sang mantan presiden, saat ia keluar dari kursi pesawat yang sempit melalui jaringan kabel, seperti dikutip dari UPI.

Ketika Roosevelt terlihat senang saat mencicipi sensasi terbang, dengan sesekali melambaikan tangan ke arah kerumunan, sang pilot deg-degan bukan main.

"Aku sangat berhati-hati," kata Hoxsey. "Aku berkata pada diriku sendiri, jika sesuatu sampai terjadi atas dirinya, aku tak akan pernah mampu menghadapi rakyat AS."

Selain itu, pada 1968, NASA meluncurkan Apollo 7, misi luar angkasa berawak pertama AS yang berhasil.

Dan, pada 11 Oktober 1998, pesawat Boeing 727 Congo Airlines ditembak jatuh oleh pemberontak di Kindu, Republik Demokratik Kongo, menewaskan 40 orang.