Liputan6.com, Beijing - Akses perjalanan kereta api ke Provinsi Xinjiang, China, yang selama ini sangat ketat, ditutup tanpa batas waktu mulai 22 Oktober 2018 mendatang.
Hal itu memicu spekulasi adanya upaya Beijing menutupi keberadaan kamp-kamp tahanan massal untuk warga muslim Uighur di sana, menurut laporan Radio Free Asia --media yang didanai badan Amerika Serikat-- seperti dikutip dari ABC Indonesia (11/10/2018).
Radio Free Asia menyatakan 300.000 tahanan etnis minoritas akan diangkut dalam beberapa minggu mendatang. Sementara tahanan dari provinsi lain akan mengisi kekosongan Penjara di Xinjiang.
Advertisement
Laporan menyebutkan para tahanan Muslim itu sedang dipindahkan ke berbagai penjara di provinsi-provinsi yang jauh.
Baca Juga
Beberapa waktu terakhir China menjadi sorotan internasional karena tindakan keras terhadap etnis Uighur dan minoritas muslim lainnya di wilayah di China barat laut.
Sekitar 2 juta penduduk --termasuk 1 juta Muslim Uighur (10 persen dari populasi)-- telah ditahan di kamp-kamp yang penuh sesak di Xinjiang.
Kelompok-kelompok HAM mengatakan tahanan tersebut dipenjara tanpa tuduhan dan dipaksa menjalani pendidikan ulang politik.
Penduduk minoritas lainnya hidup dalam kondisi berat, diawasi tak henti-hentinya dan dibatasi ruang geraknya.
Laporan tersebut menyebutkan para tahanan dipindahkan ke provinsi Gansu serta daerah lainnya termasuk Heilongjiang, ribuan kilometer dari sana.
Disebutkan pula bahwa China menggunakan taktik ini untuk lebih mengendalikan penduduk Muslim serta mengontrol arus informasi tentang pelanggaran HAM.
James Leibold, spesialis China di La Trobe University, mengatakan kecaman dunia tas isu ini telah "mempermalukan" Beijing.
Namun, katanya, pemerintah China sama sekali tidak berniat mendengarkan desakan dunia internasional untuk mengizinkan pemantau HAM independen memasuki wilayah itu.
"Mereka berencana mempersulit untuk mengetahui apa yang terjadi pada warga Uighur, Kazakh, dan minoritas Muslim lainnya yang menghilang dari rumah dan masuk ke tahanan," katanya.
Â
* Update Terkini Asian Para Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru di Sini.
Â
Simak video pilihan berikut:
Dalih China
James Leibold, spesialis China di La Trobe University, mengatakan, penghentian penjualan tiket kereta dan penutupan jalan yang tiba-tiba, menunjukkan adanya upaya untuk memindahkan orang dalam jumlah besar.
"Ini masalah besar secara logistik," ujar David Brophy, peneliti China di University of Sydney, kepada ABC.
"Dampaknya bukan hanya pada transportasi keluar-masuk Xinjiang, tetapi juga di sekitarnya," katanya.
Dr Brophy mengatakan pemindahan tahanan dari tempat lain ke Xinjiang mengindikasikan kebijakan ini lebih untuk mengendalikan tahanan muslim, bukan kepadatan kepadatan penjara.
China tidak pernah mengakui keberadaan kamp-kamp tahanan ini. Mereka berdalih kebijakan kerasnya di Xinjiang untuk melawan terorisme.
Wilayah ini dikenal memiliki gerakan separatis yang telah lama.
Dalam tanggapannya kepada ABC, Kedutaan Besar China di Australia mengacu pada konferensi pers Kementerian Luar Negeri China pada 22 September.
Saat itu juru bicara Kemenlu Geng Shuang mengatakan "langkah-langkah yang diterapkan di Xinjiang dimaksudkan untuk meningkatkan stabilitas, pembangunan, solidaritas dan kehidupan masyarakat".
Namun menurut Dr Leibold, pendekatan Beijing terhadap apa mereka disebut sebagai "virus ekstremisme" tampak semakin "radikal".
"Strategi ini tampak sebagai upaya rekayasa budaya dan politik terhadap seluruh populasi," katanya.
Rekayasa budaya dan politik tersebut, katanya, merupakan upaya membentuk populasi ini sesuai norma-norma budaya dan politik etnis mayoritas Han di China.
Â
* Holly Robertson melaporkan untuk ABC.net.au
Advertisement