Sukses

Ribuan Orang Protes Pembangunan Pulau Buatan untuk Perumahan Hong Kong

Pembangunan perumahan di atas pulau buatan di Hong Kong memicu protes besar-besaran oleh warga, yang menilainya merusak lingkungan.

Liputan6.com, Hong Kong - Ribuan orang dilaporkan turun ke jalanan kota Hong Kong pada Minggu, 14 Oktober 2018, memprotes rencana pemerintah untuk membangun perumahan baru di atas pulau buatan. Para demonstran menilai proyek reklamasi berjuluk "gajah putih" itu akan merusak lingkungan dan mempertebal kantong para pengembang.

Proposal pemerintah untuk merebut kembali 1.700 hektar lahan di sekitar pulau terluar dan terbesar Hong Kong, Lantau, telah disebut-sebut sebagai solusi untuk mengatasi kekurangan perumahan di kota bekas koloni Inggris itu.

Dikutip dari Asia One pada Senin (15/2/2018), Hong Kong saat ini dikenal sebagai salah satu kota dengan harga perumahan paling tidak terjangkau di dunia.

Gubernur Hong Kong, Carrie Lam, mengatakan unit perumahan baru di pulau buatan yang diusulkan itu dapat menampung 1,1 juta orang di tahun-tahun mendatang, dan berjanji untuk menjadikan 70 persen di antaranya sebagai perumahan rakyat.

Tetapi para kritikus mengatakan proyek-proyek besar tersebut terlalu mahal dan juga akan menghancurkan lingkungan, terutama kehidupan laut. Selain itu, banyak juga yang mengekspresikan rasa kecewa atas kurangnya pernyataan publik dalam rencana terkait.

Tidak ada angka resmi berapa biaya yang akan dikeluarkan untuk membangun pulau-pulau buatan itu, tetapi sejumlah juru kampanye memperkirakan angkanya berkisar di nominal 800 miliar dolar Hong Kong, atau setara Rp 1.552 triliun dengan kurs Rp 1.940 per HK$ 1.

Para pengunjuk rasa meneriakkan "Kami tidak ingin gajah putih!", di mana juga turut diikuti oleh anak-anak. Mereka memegang ilustrasi lumba-lumba putih China --salah satu spesies endemik Lantau-- yang jumlahnya terus menurun akibat konstruksi dan reklamasi baru-baru ini, menurut ahli lingkungan.

"Ada banyak cara untuk menemukan tanah di Hong Kong, tetapi (pihak berwenang) tidak ingin menentang pengembang properti," kata Chan (52), salah seorang warga, mengacu pada keengganan pemerintah untuk mengambil kembali lahan besar yang dimiliki pengembang.

"Ini seharusnya tidak kontroversial. Tapi, Anda menghancurkan lingkungan, itu saja," kata Wong, seorang akuntan wanita setempat.

Tuan Chan dan Nyonya Wong hanya memberikan nama keluarga mereka.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Metropolis Masa Depan

Pejabat kota mempromosikan metropolis Lantau di masa depan, yang terhubung dengan China Daratan melalui jembatan besar, sebagai pintu gerbang ke dunia dan kota-kota utama Tiongkok yang berdekatan.

Bandara internasional Hong Kong --juga sebagian dibangun di atas tanah reklamasi-- terletak tidak jauh dari Lantau.

Ini bukan pertama kalinya proyek infrastruktur berukuran raksasa memicu protes besar-besaran di Hong Kong.

Jalur rel untuk kereta berkecepatan tinggi, yang menghubungkan Hong Kong dan China Daratan, juga akan segera dibangun, di mana sebagian areanya melintasi kawasan konservasi Lantau.

Pihak pro pemerintah mengatakan proyek-proyek bernilai miliaran dolar akan meningkatkan peluang bisnis.

Sementara yang berseberangan mengklaim bahwa mereka berisiko didorong secara politik untuk mengaburkan batas antara Hong Kong dan China Daratan melalui proyek tersebut.

Aktivis demokrasi terkemuka Nathan Law, yang bergabung dengan protes hari Minggu, mengatakan bahwa penggunaan dana publik oleh pemerintah untuk "gigih" mengejar mega proyek, daripada program kesejahteraan seperti pensiun misalnuya, menunjukkan kurangnya kemauan untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat.