Sukses

PM Malaysia: Pembunuhan Jamal Khashoggi Adalah Tindakan Zalim

PM Malaysia, Mahathir Mohamad, menggambarkan pembunuhan Jamal Khashoggi sebagai kezaliman, tirani, yang sangat tidak dapat diterima.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Perdana Menteri Malaysia, Mahathir Mohamad, menggambarkan pembunuhan jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi sebagai kezaliman, tirani, yang sangat tidak dapat diterima.

Mahathir juga menyampaikan bahwa Malaysia tidak mendukung tindakan pembunuhan terhadap seorang kritikus pemerintah seperti Jamal Khashoggi.

"Kami memiliki orang-orang yang tidak kami sukai, tetapi kami tidak boleh membunuhnya hanya karena tidak menyukainya," kata Mahathir dalam sebuah program televisi di Malaysia pada 22 Oktober 2018, seperti dikutip dari kantor berita Bernama, Selasa (23/10/2018).

"Dulu banyak juga yang tidak suka terhadap saya. Kalau kita (Malaysia) hidup dalam sistem macam sistem Arab, mungkin saya tidak bisa bercakap-cakap hari ini."

"Alhamdulillah di negara kita tidak memiliki tirani seperti itu," tambah Mahathir.

Pada hari Sabtu 20 Oktober 2018, Saudi Press Agency melaporkan bahwa Arab Saudi mengakui Jamal Khashoggi terbunuh di konsulat Saudi di Istanbul. Menurut laporan itu, kolumnis koran the Washington Post itu tewas dalam perkelahian yang terjadi di konsulat.

Setelah pengakuan tersebut, komunitas internasional menekan Arab Saudi untuk memberikan transparansi kasus dan beberapa negara melaporkan membatalkan partisipasi mereka dalam konferensi investasi Arab Saudi di Riyadh.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Kasus Jamal Khashoggi, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman Dicopot?

Di lain kabar, titel Pangeran Mohammed bin Salman sebagai Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi dikabarkan terancam, menyusul mencuatnya dugaan keterlibatan MBS dalam skandal kasus pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Dugaan itu muncul lewat laporan media yang mengutip keterangan tak terkonfirmasi dari beberapa narasumber anonim.

Pada 18 Oktober, surat kabar Prancis Le Figaro, dengan mengutip sumber diplomatik di Paris, melaporkan bahwa Dewan Suksesi Kerajaan Arab Saudi (Allegiance Council) "telah mengadakan pertemuan rahasia untuk membahas kasus Jamal Khashoggi yang tewas di Konsulat Saudi di Istanbul atas perintah MBS," demikian seperti dikutip dari media Iran Press TV, Senin (22/10/2018).

"Allegiance Council, yang menunjuK Pangeran bin Salman sebagai putra mahkota baru tahun lalu dengan melanggar aturan-aturan umum suksesi, sekarang berencana untuk menunjuk Pangeran Khalid bin Salman, Duta Besar Saudi untuk Amerika Serikat, sebagai deputi putra mahkota," lanjut Press TV mengutip Le Figaro.

Khalid bin Salman merupakan adik kandung Pangeran MBS.

Satu sumber Arab Saudi menjelaskan kepada Le Figaro, jika Khalid bin Salman (KBS) memang benar akan ditunjuk, itu berarti bahwa MBS akan meninggalkan posisinya di tahun-tahun mendatang. Dengan cara ini, kekuatan tetap ada di klan Salman, tambah laporan itu.

Menurut laporan itu, KBS, yang populer baik di dalam maupun di luar negeri, secara bertahap akan mengambil alih saudaranya dan menggantikannya pada hari-hari kemudian.

Khalid bin Salman (28), terbang ke Riyadh pekan lalu, The New York Times melaporkan Senin 16 Oktober 2018. Surat kabar itu menambahkan bahwa KBS tidak akan kembali ke AS sebagai utusan Saudi. Belum jelas siapa yang akan menggantikan KBS untuk posisi Dubes Saudi untuk AS yang ditinggalkannya.

Tapi, laporan dari CBS News menyatakan hal sebaliknya. Media itu melaporkan, "Kementerian Luar Negeri AS memahami bahwa KBS akan kembali mengisi posisinya sebagai Dubes Saudi untuk AS," demikian seperti dikutip dari Newsweek.

Le Figaro mencatat bahwa MBS merupakan musuh besar di kalangan Allegiance Council, dengan melanggar kesepakatan di antara pangeran kelas satu dari berbagai klan keluarga kerajaan, karena instan menerima kekuasaan mengingat statusnya sebagai putra Raja Salman.

Kendati demikian, berbagai kabar itu, termasuk yang seputar Jamal Khashoggi, belum terkonfirmasi dan diumumkan secara resmi oleh pejabat berwenang.