Liputan6.com, Manama - Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) dikabarkan telah menyetujui dana lebih dari US$ 1 miliar (setara Rp 15,2 triliun) untuk membiayai 19 proyek baru, dalam membantu negara-negara berkembang mengatasi perubahan iklim.
Dalam pertemuan empat hari di Bahrain yang berakhir Sabtu 20 Oktober malam, para pejabat yang mengawasi Dana Iklim Hijau juga sepakat untuk mulai mencari pendanaan lagi tahun depan, karena modal awal sekitar US$ 6,6 miliar akan segera habis.
Dikutip dari VOA Indonesia pada Selasa (23/10/2018), dana berbasis di Korea Selatan itu, yang dianggap sebagai wadah penting bagi program-program pembangunan terkait perubahan iklim, tadinya dimaksudkan untuk menerima lebih dari US$ 10 miliar dolar (setara Rp 152 triliun) dari negara-negara kaya tahun 2018.
Advertisement
Baca Juga
Tapi keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menahan US$ 2 miliar (setara Rp 30.4 triliun) dari total US$ 3 miliar (setara Rp 40,6 triliun) yang dijanjikan pendahulunya, Barack Obama, telah menyebabkan kurangnya anggaran.
Pendanaan yang disetujui dalam pertemuan di Manama itu termasuk proyek-proyek terkait energi geothermal di Indonesia, kota-kota lebih hijau di Eropa dan Timur Tengah, serta perlindungan bagi komunitas pesisir di India.
Tapi para delegasi berselisih soal permintaan dari negara tuan rumah Bahrain untuk menerima pendanaan guna melindungi sumber-sumber air segarnya, dari dampak perubahan iklim.
Para pakar lingkungan telah mengatakan bahwa negara Teluk itu bisa mendanai proyek tersebut menggunakan uangnya sendiri, yakni didapat dari persediaan minyak dan gas berkapasitas besar.
Proyek itu pada akhirnya disetujui, tapi hanya dengan US$ 2,1 juta dolar (setara Rp 31,9 miliar) dari 9,8 juta dolar (setara Rp 148 miliar) yang diminta Bahrain.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Pendanaan dari China Ditunda
Sementara itu, keputusan mengenai permohonan pendanaan oleh China ditunda, setelah keprihatinan dari Jepang dan AS mengenai kemungkinan bahwa uang tersebut bisa digunakan untuk mensubsidi riset teknologi baru.
Perdebatan mengenai dana itu terkadang memecah belah negara-negara Barat dan ekonomi-ekonomi berkembang yang besar seperti China, Mesir, dan Arab Saudi.
Direktur terakhir dana terkait, Howard Bamsey, mengundurkan diri bulan Juli lalu, setelah apa yang para pejabat gambarkan sebagai pertemuan "sangat sulit dan mengecewakan".
Pertemuan terakhir itu terjadi beberapa pekan sebelum sebuah KTT pembangunan digelar di Katowice, Polandia, mengenai masa depan perjanjian iklim Paris 2015.
Pendanaan bagi negara-negara berkembang untuk memitigasi dan beradaptasi dengan pemanasan global juga akan menjadi pusat diskuisi pertemuan tersebut.
Advertisement