Sukses

25-10-1616: Menuju Indonesia, Pelaut VOC Tersesat di Australia dan Mencetak Sejarah

Angin membelokkan arah perjalanan Dirk Hartog ke timur. Memisahkannya dari armada kapal dagang Belanda. Menjadikannya orang Eropa pertama yang menginjak Australia Barat.

Liputan6.com, Perth - Angin membelokkan arah perjalanan Dirk Hartog ke timur. Memisahkannya dari armada kapal dagang Belanda.

Kapal Eendracht yang dinakhodainya kian jauh dari tujuan awalnya: Hindia Belanda atau yang kini menjadi Indonesia, kepulauan kaya yang jadi pundi-pundi harta perusahaan Walanda, Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC).

Pada 20 Oktober 1616, saat berniat menuju Selat Sunda, Eendracht justru tiba di perairan yang tak dikenal.

Bahtera itu kemudian buang sauh di sebuah pulau yang kini menyandang namanya, Dirk Hartog Island, Australia Barat. Ia dan sejumlah awaknya berlabuh di ujung utaranya.

Nama Dirk Hartog dan para kelasi kemudian tercatat dalam sejarah sebagai orang Eropa pertama yang menginjakkan kaki di pantai barat Negeri Kanguru.

Hartog menjadi orang kedua yang memetakan sebagian pantai Australia, ketika ia menggambar atlas Negeri Kanguru, lebih dari 400 kilometer, dari Shark Bay ke North West Cape.

Sang pelaut juga jadi yang pertama memberikan nama Eropa untuk Australia, Eendrachtsland -- yang diambil dari sebutan kapalnya.

Nama tersebut tercantum dalam peta bikinan Belanda hingga 1644, ketika penjelajah Abel Tasman menggantikannya dengan New Holland.

Hartog juga meninggalkan 'kenang-kenangan' berupa piringan timah. "Pada 25 Oktober, tiba di sini kapal Eendracht dari Amsterdam," demikian cuplikan dalam prasasti itu, seperti dikutip dari situs duyfken.com, Rabu (24/10/2018).

Di sana juga tertera nama upper merchant atau perwakilan VOC, Gilles Mibais dari Luyck; Kapten Dirk Hartog asal Amsterdam. Kapal tersebut kemudian kembali berlayar 27 Oktober 1616 menuju Bantam (Banten).

Kapal Eendracht kemudian berlayar ke utara, sebelum akhirnya mendekat ke Makassar, Sulawesi. Di sana, 15 awaknya tewas dalam bentrokan dengan penduduk lokal.

Dirk Hartog dan awaknya kemudian tiba di kota pelabuhan VOC, tujuannya, pada Desember 1617. Membawa muatan berlimpah ia tiba di Belanda dengan penuh kejayaan setahun kemudian.

Meskipun itu adalah pelayaran yang sukses, Hartog meninggalkan VOC, kembali ke sektor perdagangan privat hingga ia meninggal dunia pada 1621, pada usia 41 tahun.

Piringan timah itu tetap berada di pulau tersebut hingga 1697, ketika pelaut VOC lainnya, Willem de Vlamingh menukarnya dengan prasasti miliknya sendiri.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kisah Tragis Sadako

Tak hanya Dirk Hartog yang tak sengaja menemukan Australia Barat, sejumlah kejadian bersejarah terjadi pada tanggal 25 Oktober.

Pada 1945, Sadako Sasaki meninggal dunia pada usia 12,5 tahun. Penderitaan gadis kecil itu berawal dari sebuah tragedi besar yang mengguncang dunia. Malapetaka yang dipicu manusia: perang. Kala itu, 6 Agustus 1945, Amerika Serikat menjatuhkan bom atom 'Little Boy' di Hiroshima, Jepang dan membunuh 140.000 orang yang ada di kota itu.

Sadako yang masih berusia 2 tahun berada dalam jarak 1 mil dari titik jatuhnya bom di dekat Jembatan Misasa. Ia dan seluruh keluarganya berhasil lari, meski sang nenek yang kembali ke rumah untuk mengambil barang yang tertinggal, tak pernah diketahui nasibnya.

Sadako dilarikan ke rumah sakit pada Februari 1955. Dokter mendiagnosis, ia sakit leukemia, 'penyakitnya para korban bom atom'. Kanker darah yang diderita banyak anak yang terkena radiasi. Orangtuanya diberi tahu bahwa putri kesayangan mereka hanya punya waktu kurang dari setahun.

Pada tahun 1960, Martin Luther King, Jr divonis 5 tahun akibat aksi protes dengan cara duduknya.

Dua tahun kemudian, pada 25 Oktober 1962, vonis 5 tahun bui juga dijatuhkan pada aktivis hak-hak sipil Nelson Mandela. Dan pada 2009, aksi bom teroris melanda Baghdad, Irak, membunuh setidaknya 150 orang dan melukai lebih dari 700 lainnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini