Sukses

Sebelum Meninggal, Ini Pandangan Jamal Khashoggi soal Putra Mahkota Arab Saudi

Sebagai bagian dari elite Saudi selama beberapa dekade, Jamal Khashoggi paham betul soal larangan berekspresi politik di kerajaan.

Liputan6.com, Riyadh - Setelah dua hari terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat, Jamal Khashoggi kembali ke Jeddah dari Washington.

Dia sebelumnya menjadi pembicara di acara bertema kebijakan luar negeri, yang membahas soal Donald Trump. Saat itu, Khashoggi menerima telepon dari seorang konsultan media bagi Pangeran Muhammad bin Salman, atau lebih dikenal sebagai MBS.

Gabriel Sherman, koresponden Vaniy Fair, mengingat komentar Khashoggi tentang MBS yang disampaikan kepadanya.

"Dia bilang, 'Anda dilarang menulis di Twitter atau di kolom atau memberi komentar kepada wartawan asing,'" ujar Khashoggi kepada Sherman.

"Saya disuruh bungkam."

Sebagai bagian dari elite Saudi selama beberapa dekade, Jamal Khashoggi paham betul soal larangan berekspresi politik di Kerajaan Arab Saudi. Namun, titah MBS yang melarang kritik sekecil apa pun di luar negeri, membuat Khashoggi tersentak.

Sepuluh bulan kemudian, pada September 2017, Khashoggi mengasingkan diri ke Washington.

"Saya mulai merasa ruang sempit di Arab Saudi kian menyempit. Saya pikir lebih baik saya keluar dan menyelamatkan diri," kata dia kepada Sherman.

Ketika baru meninggalkan Saudi, Khashoggi mengaku dia bukan seorang yang aslinya pembangkang. Dia pernah menjadi pemimpin redaksi surat kabar al Watan dan konsultan media bagi Pangeran Turki al-Faisal, Duta Besar Saudi untuk Inggris. Khashoggi justru ingin MBS sukses memimpin.

"Dia benar-benar ingin membuat Arab Saudi hebat lagi. Tapi dia melakukannya dengan cara yang salah," kata Khashoggi kepada Sherman, seperti dikutip dari laman Vanity Fair.

Sebulan setelah meninggalkan Saudi, Khashoggi mulai merasa ada perubahan drastis dari MBS. Aparat keamanan Saudi menangkap sejumlah pengusaha dan menahan mereka di Hotel Ritz Carlton atas tuduhan korupsi.

Jamal Khashoggi kemudian mendapat laporan menyebut mereka disiksa dan dipaksa menyerahkan ribuan dolar AS kepada pemerintah Arab Saudi.

"Kasar betul. Ada yang dilecehkan. Ada yang dipukuli. Ada yang bilang mereka disetrum," kata Khashoggi.

 

Reporter: Pandasurya Wijaya

Sumber: Merdeka.com

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Kritik Kebijakan Pemerintah

Perlakuan semacam itu juga dialami oleh sejumlah cendekiawan, insan pers, dan ulama moderat. Hal itu membuat Khashoggi yakin MBS telah berubah dari sosok seorang reformis menjadi otoriter yang brutal.

"Ketika penangkapan itu mulai terjadi, saya berbalik. Saya mulai merasa ini saatnya bersuara," kata dia kepada Sherman.

Khashoggi kemudian mulai menulis kolom di harian Washington Post. Isi tulisannya kerap mengkritik kekuasaan dan kebijakan MBS.

Khashoggi mengkritik tindakan MBS terhadap Yaman, yang hingga kini menimbulkan krisis kemanusiaan terparah, sampai penculikan Perdana Menteri Libanon Saad Hariri.

"Arab Saudi bukanlah negara bebas, tapi orang-orang ditangkapi seperti ini. Mereka yang ditangkap MBS bukanlah orang-orang radikal," ujar Khashoggi.

"Sebagian besar mereka adalah pendukung reformasi untuk kaum wanita dan masyarakat yang lebih terbuka. Dia menangkapi mereka untuk menciptakan ketakutan. Orang-orang jadi takut dan ini jadi semacam kebijakan negara."

Tragisnya Khashoggi yang sudah mengasingkan diri ke luar negeri tidak juga aman dari cengkeraman MBS. Pada 2 Oktober lalu dia memasuki gedung konsulat Saudi di Istanbul, Turki untuk mengurus dokumen yang diperlukan buat pernikahannya.

Sejak itu dia tidak pernah keluar sampai akhirnya Jumat lalu Saudi mengakui dia telah dibunuh.