Sukses

Kemakmuran Australia Terancam jika Bergantung pada Energi Fosil, Kenapa?

Profesor Stiglitz adalah anggota Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim tahun 1995 yang meninjau bukti pemanasan global.

Liputan6.com, Sydney - Pakar ekonomi peraih Nobel Joseph Stiglitz memperingatkan Australia bahwa masa depan kemakmuran negaranya akan terancam jika terus bergantung pada bahan bakar fosil.

Beberapa minggu setelah Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) menyerukan penghentian total penggunaan energi berbahan bakar batubara pada tahun 2050 untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5 derajat, mantan ekonom Bank Dunia dan pemenang penghargaan Nobel dalam Ilmu Ekonomi tahun 2001 ini mengatakan, negara-negara yang sukses adalah mereka yang melakukan transisi dari ekonomi yang mengandalkan bahan bakar fosil ke ekonomi inovatif.

Profesor Stiglitz adalah anggota Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim tahun 1995 yang meninjau bukti pemanasan global yang disebabkan oleh manusia, demikian dikutip dari laman ABC Indonesia, Jumat (26/10/2018).

Dia mengatakan panel itu membuat "satu kesalahan", dengan meremehkan besarnya dampak perubahan iklim dan kecepatan di mana dampak itu akan dirasakan.

Menjelang kunjungan profesor ekonomi dari Universitas Columbia ke Australia untuk menerima Hadiah Perdamaian Sydney, ia mengatakan bahwa harus diakui bahwa rekor tak terkalahkan Australia sebagai negara yang pertumbuhan ekonominya tidak terdampak oleh krisis ekonomi global selama 27 tahun terakhir.

Namun itu karena Australia mengandalkan pada sektor penambangan dan ekspor bahan bakar fosil.

Batubara dan biji besi adalah dua penghasil ekspor teratas Australia. Tahun keuangan ini mereka diharapkan dapat menghasilkan lebih dari $AUD 110 miliar devisa asing.

Profesor Stiglitz mengatakan pandangan yang sangat naif untuk tidak memikirkan dampak serius dari perubahan iklim di Australia dan di seluruh dunia dan dalam jangka panjang.

Menurutnya kekayaan negara yang sesungguhnya akan didasarkan pada keterampilan, kemampuan dan inovasi warganya dan itu akan tergantung pada "investasi yang anda lakukan pada sumber daya manusia anda bukan pada batu bara, bukan pada biji besi".

Ketika diminta untuk merefleksikan politisasi kebijakan perubahan iklim di Australia, Profesor Stiglitz menyalahkan hal itu pada kepentingan khusus yang menghasilkan banyak uang dari bahan bakar fosil.

"Perusahaan batubara dan minyak memiliki kepentingan ekonomi dalam berusaha membujuk orang-orang bahwa perubahan iklim adalah kebohongan, bahwa itu adalah konspirasi liberal. Padahal tidak demikian," katanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Prediksi Pemanasan Global

Profesor Stiglitz mengaitkan cepatnya kemajuan ekonomi internasional selama 250 tahun terakhir, dan standar hidup yang tinggi yang dicapai di negara maju, hingga sains.

Dia menambahkan bahwa, kali ini, sains sedang membunyikan alarm yang menurutnya 99,9 persen ilmuwan yang ada saat ini telah mendukungnya.

"Ini adalah contoh bagus dari kemenangan ilmu teoritis, yang memprediksi efek pemanasan global ini sebelum kita dapat mengukur peningkatan konsentrasi gas rumah kaca, karbon dioksida di atmosfer," katanya.

"Itu adalah prediksi teoritis dan kemudian, ketika kami mendapat data, prediksi itu ternyata benar.

"Bahkan di Amerika Serikat, kalangan konservatif yang bertanggung jawab telah bersuara dan mengatakan kita membutuhkan pajak karbon untuk mencegah penggunaan karbon.

"Kelompok yang mengusung paham konservatif, yang kami sebut sebagai Republikan Reagan, telah mengakui bahwa perubahan iklim tidak boleh dipolitisasi. Ini adalah masa depan dunia kita yang dipertaruhkan."

Profesor Stiglitz bulan depan akan menerima penghargaan Hadiah Perdamaian Sydney, yang akan mengapresiasi karyanya dalam menghasilkan percakapan global tentang krisis dalam ketidaksetaraan ekonomi.