Sukses

Penuhi Janji Kampanye, Presiden Baru Brasil Pindahkan Kedutaan ke Yerusalem

Presiden terpilih Brasil, Jair Bolsonaro, mengatakan rencananya untuk memindahkan kedutaan di Tel Aviv ke Yerusalem.

Liputan6.com, Brasilia - Presiden terpilih Brasil, Jair Bolsonaro, mengatakan pada Kamis, 1 November 2018 bahwa ia berencana untuk memindahkan kedutaan besar negaranya yang berada di Tel Aviv (Israel) ke Yerusalem (Palestina).

Keputusan ini dikatakan olehnya sebagai tindak lanjut atas janji kampanyenya pada tahun lalu.

"Seperti yang dinyatakan sebelumnya selama kampanye, kami bermaksud untuk memindahkan Kedutaan Besar Brasil dari Tel Aviv ke Yerusalem. Israel adalah negara berdaulat dan kami akan menghormati itu," ucap Bolsonaro melalui akun Twitter-nya, seperti dikutip dari Deutsche Welle, Jumat (2/11/2018).

Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menyambut hangat rencana Bolsonaro.

"Saya mengucapkan selamat kepada teman saya, Presiden terpilih Brasil, Jair Bolsonaro, atas niatnya untuk memindahkan Kedutaan Besar Brasil ke Yerusalem. Sebuah langkah bersejarah, benar dan menarik," kata Netanyahu dalam sebuah pernyataan.

Langkah Kontroversial

Jika Bolsonaro menghormati ikrar kampanyenya, Brasil akan menjadi negara ketiga setelah Amerika Serikat dan Guatemala yang memindahkan gedung kedutaan ke Yerusalem.

Paraguay juga secara singkat memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem, tetapi kemudian mengembalikannya lagi ke Tel Aviv setelah terpilihnya presiden baru, Mario Abdo Benitez.

Sementara itu, Palestina menganggap sektor timur Yerusalem --yang dianeksasi Israel dalam perang Timur Tengah 1967-- sebagai ibu kota masa depan Palestina.

Akan tetapi, Israel mengklaim seluruh kota yang ada di Yerusalem adalah wilayah otoritasnya, termasuk sektor timur di mana situs suci utama untuk orang Kristen, Muslim dan Yahudi berada.

Sebagian besar negara di dunia mempertahankan kedutaan besarnya di Tel Aviv. Mereka menegaskan bahwa status terakhir Yerusalem harus ditentukan melalui negosiasi.

Di sisi lain, beberapa warga Brasil telah menyuarakan keprihatinan tentang rencana Bolsonaro. Mereka menyebut keputusan Bolsonaro akan menyakiti hubungan Brasil dengan negara-negara Muslim.

 

Saksikan video ppilihan berikut ini:

2 dari 2 halaman

Ditikam hingga Dituduh Sebar Hoaks Sebelum Jadi Presiden Brasil

Sebelumnya, kandidat sayap kanan Jair Bolsonaro dikabarkan meraih kemenangan besar dalam pemilihan presiden Brasil tahun ini.

Dari hampir seluruh suara yang dihitung, Bolsonaro memiliki 55% suara banding 45% milik pesaingnya, Fernando Haddad dari Partai Buruh sayap kiri.

Dikutip dari BBC pada Senin, 29 Oktober 2018, Bolsonaro berkampanye dengan janji memberantas korupsi dan menurunkan tingkat kejahatan yang tinggi di Brasil.

Namun, menurut pengamat, kampanye pemilu dinilai sangat memecah-belah. Setiap kubu berpendapat bahwa kemenangan bagi yang lain bisa menghancurkan Brasil.

Kemenangan Bolsonaro merupakan pencapaian baru dalam demokrasi terbesar di Amerika Latin, yang diperintah oleh Partai Buruh sayap kiri selama 13 tahun antara 2003 dan 2016.

Selama dua tahun terakhir, negara tersebut dipimpin oleh seorang konservatif, Michel Temer, meneruskan pemerintahan Presiden Dilma Rousseff yang tersandung kasus korupsi. Keduanya, menurut berbagai sumber, telah terbukti sangat tidak populer di kalangan rakyat Brasil.

Dengan tingkat persetujuan presiden yang jatuh hingga rekor terendah 2 persen, pemilih berteriak-teriak untuk perubahan, tetapi mereka sangat terbagi tentang kemana perubahan itu harus mengarah.

Kemenangan Bolsonaro atas selisih tipis di atas Hadad, berarti bahwa visi yang diajukan untuk menata kembali hukum, ketertiban, dan nilai-nilai keluarga, akan dijadikan prioritas awal pemerintahannya.

Dalam pidato kemenangannya, Jair Bolsonaro mengatakan pemerintahannya akan menjadi "pembela demokrasi dan konstitusi" Brasil.

Dia menambahkan: "Ini bukan janji pesta, atau kata laki-laki. Ini adalah sumpah di hadapan Tuhan."

Bolsonaro melanjutkan dengan memberi tahu pendukungnya yang bersorak-sorai: "Komitmen yang saya asumsikan dengan orang-orang Brasil adalah untuk menciptakan pemerintahan yang baik, berkomitmen kepada negara dan rakyat. Dan saya jamin bahwa saya akan melakukannya.

"Kami akan mengubah nasib Brasil bersama."

Di lain pihak, muncul kritik terhadap Bolsonaro yang merupakan mantan kapten tentara, bahwa akan ada "risiko nostalgia" yang akan kembali membawa Brasil berada di bawah kekuasaan militer, dapat mengurangi kebebasan warga dan merusak konstitusi Negeri Samba.

Mereka juga khawatir tentang hak-hak minoritas terkait pernyataan Bolsonaro yang menyiratkan homofobia, rasis, dan misoginis selama kampanye dan sebelumnya.

Lawannya, Fernando Haddad, mengatakan dia memiliki "tanggung jawab untuk bergabung dengan oposisi politik" melawan Bolsonaro, dan berjanji untuk "membela kebebasan dari 45 juta orang" yang memilihnya.

Hadad juga menuntut agar hak-hak mereka yang tidak memilih Bolsonaro dihormati.

Sementara itu, Hadad dilaporkan menang di timur laut Brasil, yang merupakan jantung Partai Buruh dan kubu mantan Presiden Luiz Inácio Lula da Silva, yang tadinya maju sebagai capres, namun dilarang karena dugaan terlibat korupsi.