Sukses

Selain Lion Air, Ini 5 Kecelakaan Pesawat Mengerikan yang Terjadi di Indonesia

Kecelakaan pesawat Lion Air yang masih diselidiki penyebabnya mengingatkan kita pada luka lama yang terjadi di dunia dirgantara Tanah Air.

Liputan6.com, Jakarta - Jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 di perairan Teluk Karawang membawa duka mendalam bagi keluarga korban dan masyarakat Indonesia.

Sebelumnya, Lion Air JT 610 dilaporkan hilang kontak setelah lepas landas dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta sekitar pukul 06.00 WIB, Senin (29/10/2018).

Pesawat Lion Air dengan nomor JT 610 ini merupakan keluaran terbaru dari tipe Boeing 737 MAX 8. Pesawat ini sendiri pertama kali diperkenalkan ke publik pada 2017 silam.

Kecelakaan pesawat yang masih diselidiki lebih lanjut penyebabnya ini tentu mengingatkan kita dengan luka lama yang terjadi di dunia dirgantara Tanah Air.

Ada sejumlah kecelakaan pesawat mengerikan yang terjadi di Indonesia. Seperti dikutip dari berbagai sumber, Sabtu (3/11/2018), berikut 5 kecelakaan mengerikan yang pernah terjadi di Indonesia:

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 6 halaman

1. Garuda Indonesia 1997

Pada Jumat 26 September 1997, kawasan Sumatera diliputi kabut asap akibat kebakaran asap, termasuk beberapa wilayah di Sumatera Utara. Kondisi ini membuat penerbangan terganggu.

Pesawat Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 152 bernasib nahas. Airbus A300-B4 celaka di langit Sibolangit saat hendak mendarat, di mana saat itu langit diselimuti kabut asap.

Seperti dilansir Airdisaster.com, pesawat menabrak tebing yang nyaris 90 derajat di Desa Buah Nabar, Kecamatan Sibolangit, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Pesawat tersebut hancur, patah dan terbakar.

Seluruh penumpang berjumlah 222 orang, termasuk 2 jurnalis Liputan6 SCTV, Ferdinandusius dan Yance Iskandar, ada dalam daftar korban jiwa.

Tercatat pula, penumpang asing asal Amerika Serikat, Belanda, dan Jepang. Selain itu, 12 awak pesawat tak ada yang selamat. Sebagian jasad korban yang identitasnya tak dikenali dimakamkan di Monumen Membramo, Medan.

 

3 dari 6 halaman

2. Silk Air, 1997

Pada 19 Desember 1997, pesawat SilkAir MI185 jatuh ke Sungai Musi, Palembang, Sumatera Selatan. Sebanyak 104 orang di dalamnya -- 97 penumpang dan 7 awak pesawat tewas.

Tak ada jasad yang berhasil ditemukan utuh. Penyebab kecelakaan juga masih menjadi misteri hingga saat ini.

SilkAir MI185 terbang dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Singapura. Dari ketinggian 12.000 kaki atau 3.700 meter, pesawat jatuh menghujam, dalam posisi nyaris vertikal.

Belum lagi membentur bumi, sejumlah bagian termasuk sebagian besar ekor mulai terpisah dari badan pesawat karena kekuatan yang ditimbulkan dari kecepatan yang mendekati supersonik. Beberapa detik kemudian, burung besi itu jatuh ke Sungai Musi.

Burung besi itu hancur berkeping-keping, puingnya menyebar hingga radius beberapa kilometer, meskipun sebagian besar dari reruntuhan terkonsentrasi di area 60 meter x 80 meter di dasar sungai. Tak ada satupun tubuh utuh, hanya 6 yang teridentifikasi.

 

4 dari 6 halaman

3. Air Asia, 2014

Pesawat AirAsia QZ8501 hilang kontak pada 28 Desember 2014. Pesawat jenis Airbus 320 itu mengangkut 162 orang yang terdiri atas 138 penumpang dewasa, 16 anak-anak, 1 balita, 4 kru kabin, dan masing-masing 1 pilot dan kopilot.

Pesawat nahas ini lepas landas dari Bandara Juanda, Sidoarjo, Jawa Timur, sekitar pukul 05.20 WIB dan direncanakan tiba di Bandara Changi, Singapura, pukul 08.20 waktu setempat. Namun, sekitar pukul 06.17 WIB pesawat hilang kontak.

Pesawat kontak terakhir dengan Air Traffic Control Jakarta pukul 06.12 WIB. Dalam kontak itu, pilot meminta menghindar ke arah kiri dan meminta izin untuk naik ke ketinggian 38.000 kaki.

Permintaan pilot disetujui oleh pihak ATC. Hal ini diprediksikan karena adanya awan tebal dan cuaca buruk.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengungkapkan kondisi cuaca di atas perairan barat Kalimantan, lokasi perkiraan hilangnya pesawat AirAsia QZ8501, didominasi awan tebal.

 

5 dari 6 halaman

4. Adam Air, 2007

Seperti AirAsia QZ8501, pesawat Boeing 737-400 bernomor registrasi PK-KKW itu juga tinggal landas dari Bandara Juanda Surabaya, Jawa Timur. Namun kemudian hilang begitu saja tanpa ada jejak.

Kala itu, pesawat Adam Air berangkat pukul 12.55 WIB, Senin 1 Januari 2007. Semestinya pesawat tiba di Bandara Sam Ratulangi, Sulawesi Utara, pukul 16.14 Wita.

Namun pada pukul 14.53 Wita, kabar mengejutkan datang. Pesawat disebut putus kontak dengan pengatur lalu-lintas udara (ATC) Bandara Hasanuddin, Makassar. Pada kontak terakhir, posisi pesawat berada pada jarak 85 mil laut barat laut Kota Makassar dengan ketinggian 35 ribu kaki.

Delapan bulan kemudian titik terang muncul. Pesawat diduga jatuh di Perairan Majene, Sulawesi Barat. Dugaan ini berdasarkan penemuan kotak hitam di Perairan Majene pada 27 Agustus 2007.

Berdasarkan rekaman kotak hitam yang ditemukan di perairan Majene, Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyimpulkan, Adam Air jatuh ke laut menabrak permukaan air laut lalu terbelah dua. Kecelakaan itu disebabkan oleh cuaca buruk dan kerusakan alat navigasi.

 

6 dari 6 halaman

5. Mandala Airlines, 2005

Pesawat komersial milik maskapai penerbangan Mandala Airlines jatuh di dekat Bandar Udara Polonia, Medan, Sumatra Utara, 5 September 2005.

Burung besi nahas itu jatuh menimpa sekitar 20 bangunan dan iring-iringan mobil di Jalan Jamin Ginting, Padang Bulan, sekitar 100 meter dari Bandara Polonia.

Pesawat jenis Boeing 737-200 yang mengangkut 109 penumpang tujuan Jakarta itu terempas beberapa saat setelah tinggal landas, sekitar pukul 10.00 WIB. Diperkirakan semua penumpang tewas. Dua di antara 109 penumpang adalah Gubernur Sumut Rizal Nurdin, mantan Gubernur Sumut Raja Inal dan anggota DPRD Sumut Abdul Haris.

Sultan Tanjung, saksi mata, menuturkan suara ledakan terdengar sangat keras. Lelaki yang mengaku berada sekitar 50 meter dari tempat kejadian mengatakan, asap langsung membumbung tinggi tak lama setelah ledakan.

Berdasarkan manifes penerbangan, pesawat mengangkut 117 penumpang, termasuk delapan awak. Burung besi produksi 1981 itu dipiloti Askar Timur dengan co-pilot Dhaufir. Sedangkan tiga pramugari yang ikut menjadi korban masing-masing Agnes Retnariny, Novi Maulana dan Dewi Setiasih.