Sukses

Presiden Kuba Temui Kim Jong-un Saat Kunjungan Pertama ke Asia, Hasilnya?

Presiden Kuba bertemu dengan Pemimpin Korea Utara, membahas harapan untuk segera keluar dari jerat sanksi ekonomi AS.

Liputan6.com, Pyongyang - Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un dikabarkan bertemu dengan Presiden Kuba Miguel Diaz-Canel Bermudez di Pyongyang, awal pekan ini.

Dalam pertemuan yang jarang tersebut, kedua pemimpin negara berharap segera keluar dari sanksi ekonomi Amerika Serikat (AS), dan sepakat untuk memperluas serta memperkuat hubungan strategis mereka, lapor media pemerintah Korea Utara.

Diaz-Canel, yang berada di Asia dalam tur internasional pertamanya sejak menjabat pada bulan April, tiba di Pyongyang bersama istrinya pada Minggu, 4 November 2018.

Dia disambut oleh Kim Jong-un di Bandara Internasional Kim Jong-il, yang mengajaknya berkeliling kota melewati kerumunan lambaian suka cita warga Pyongyang, sebagaimana dikutip dari Time.com pada Senin (5/11/2018).

Media Korea Utara melaporkan, bahwa dua pembicaraan telah diadakan di Paekhwawon State Guest House, di mana keduanya menekankan sejarah ideologi sosialis dan bersumpah untuk melanjutkan solidaritas.

Hanya sedikit hal spesifik yang disampaikan oleh media resmi Korea Utara, tetapi dikatakan bahwa perundingan berlangsung dalam suasana yang bershabat dan menyenangkan.

Oleh pengamat, pertemuan Miguel Diaz-Canel Bermundesz dan Kim Jong-un bisa dilihat sebagai pukulan telak bagi AS, yang telah mengalami kesulitan dalam upaya mendorong kemajuan signifikan komitmen Korea Utara terkait isu denuklirisasi.

Pyongyang, yang juga secara diam-diam telah mengadvokasi Moskow, seraya mengeraskan retorikanya menjelang pertemuan di New York pada akhir pekan ini, antara Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dan perunding utama Korea Utara, Kim Yong Chol.

 

SImak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Mencela Campur Tangan AS

Selama akhir pekan lalu, Pyongyang menggunakan media resminya untuk mengkritik AS atas dukungannya yang terus menerus terhadap sanksi --alat politik yang juga digunakan secara luas oleh Washington terhadap Kuba dan Rusia-- serta mengisyaratkan akan melanjutkan pembangunan nuklir jika Negeri Paman Sam tidak juga mau bertindak selaras

Sementara di Moskow, Diaz-Canel membahas kesepakatan senjata senilai hampir US$ 50 juta (setara Rp 748 miliar) dengan Rusia dan mendapat janji yang sama untuk memperluas hubungan politik, ekonomi dan militer dengan Presiden Vladimiri Putin.

Keduanya kemudian mengeluarkan pernyataan bersama yang mencela "campur tangan AS terhadap urusan domestik negara-negara berdaulat."

Embargo ekonomi AS terhadap Kuba, yang pada awalnya diberlakukan pada tahun 1958 dan kemudian diperluas, kini masih berlaku.

Begitupun Rusia, yang menghadapi serangkaian sanksi AS dan Uni Eropa atas aneksasi Semenanjung Krimea dan dukungannya bagi pemberontak separatis di Ukraina timur.

Diaz-Canel akan meninggalkan Pyongyang pada hari Selasa dan berlanjut mengunjungi China, Vietnam dan Laos.