Sukses

10.000 Obor Menghiasi Malam Peringatan 100 Tahun Perang Dunia I di London

Sebanyak 10.000 obor dinyalakan di Londong, Inggris, untuk mengenang satu abad Perang Dunia I.

Liputan6.com, London - Sekitar 10.000 obor telah menerangi parit kosong yang berada di sekitar Menara London (Tower of London) pada Minggu malam, 4 November 2018, waktu Inggris.

Ini merupakan sebuah penghormatan yang ditujukan untuk mengenang para pahlawan yang gugur selama Perang Dunia I berlangsung. Selain itu, kegiatan tersebut juga menandai seratus tahun berakhirnya perang itu.

Dalam foto yang yang diunggah melalui kantor berita AFP, terlihat seorang penjaga Beefeater membuka seremonial itu dengan membawa sebuah obor yang sudah diselimuti api. Ia turun dari menara, menuju ke parit.

Puluhan perwakilan dari angkatan bersenjata dan sukarelawan kemudian menggunakan nyala api dari obor penjaga Beefeater itu untuk menyalakan ribuan obor lainnya, yang ditancapkan ke tanah di bawah menara.

Midshipman Balraj Dhanda dari Angkatan Laut Kerajaan (Royal Navy), yang juga merupakan seorang sukarelawan seremonial itu, menggambarkan acara tersebut sebagai kegiatan yang sungguh kuat.

"Saya pikir, itu bisa menciptakan suasana yang mampu menggugah pikiran orang-orang, untuk merefleksi diri mereka sendiri, merenung," kata Dhanda, sbagaimana dilansir dari The Sun, Rabu (7/11/2018).

Butuh sekitar 45 menit untuk menyalakan seluruh api, yang kemudian terbakar selama sekitar empat jam.

Upacara itu disertai dengan instalasi suara khusus yang menampilkan musik paduan suara, serta syair Sonnets To A Soldier besutan penyair Mary Borden.

"Upacara itu amat luar biasa. Banyak hal yang terlihat berbeda," ucap Dick Harrold, Gubernur Menara London.

"Pesan yang kita dapatkan dari seremonial itu yakni kita tidak boleh terlalu terfokus pada apa yang hilang, tetapi pada apa yang telah ditinggalkan, yang berduka dan yang terkena dampak perang," lanjutnya.

Upacara itu, yang diberi nama Beyond The Deepening Shadow, akan terus diulang setiap malam hingga pertunjukan terakhir pada Remembrance Sunday.

Masyarakat sipil di London, atau di seluruh Britania Raya, dapat menyaksikan prosesinya secara langsung, tanpa dipungut biaya.

 

Saksikan videonya berikut ini:

2 dari 2 halaman

24-9-1918: Akhiri Perang, Raja Bulgaria Rela Dipecundangi dan Turun Takhta

Sementara itu, setelah diam-diam dirayu sebagai sekutu oleh kedua belah pihak pada bulan-bulan awal perang, Bulgaria telah memutuskan mendukung Jerman dan Blok Sentral tepatnya Oktober 1915.

Pada akhir bulan yang sama, pasukan Bulgaria terlibat bentrok dengan tentara Serbia di bekas Provinsi Ottoman di Makedonia, membuat perselisihan antara Serbia dan pasukan Sekutu di Yunani yang berusaha datang memberi bantuan negara itu, demikian sebagaimana dikutip dari History.com pada Minggu, 23 September 2018.

Pada musim panas tahun 1916, Bulgaria menginvasi dan menduduki bagian dari Yunani yang kala itu netral. Mereka kemudian melakukan serangan besar pada bulan Agustus, yang berhasil dihentikan oleh serangan udara dan laut Inggris.

Pada bulan April 1917, serangan-serangan Inggris berlanjut ke parit-parit Bulgaria di Danau Belarusia Makedonia, namun terbukti tidak berhasil, sehingga kedua pihak tetap terkunci di jalan buntu untuk sebagian besar tahun berikutnya.

Namun, ketika Sekutu meningkatkan tekanan terhadap pasukan Jerman di Front Barat, pasukan Bavaria tergesa-gesa dipindahkan, meninggalkan Bulgaria yang sangat lemah dan semakin terdemoralisasi.

Oleh Sekutu, momen tersebut dianggap sebagai peluang besar untuk sukses menyerang Bulgaria, yang kala itu hanya tersisa dukungan dari pasukan Yunani.

Adapun pasukan Sekutu di wilayah itu dipimpin oleh Jenderal Prancis Franchet d'Esperey, yang memutuskan Serangan Vardar pada 15 September 1918.

Keberhasilan sekutu terbilang mengesankan, karena dalam waktu kurang dari seminggu, Bulgaria mengajukan gencatan senjata, yakni pada 24 September 2018.

Lima hari berselang, gencatan senjata pun akhirnya ditandangani, dan dengan demikian Bulgaria pun keluar dari perang.

Namun, akibat dari gencatan senjata yang merugikan Bulgaria, Raja Ferdinand terpaksa turun takhta, dan bahkan dipecundangi sebagai "sosok buangan" karena dianggap menjual kerajaan yang dipimpinnya.