Liputan6.com, London - Tangis pertama bayi yang baru lahir pecah di Istana Buckingham, Inggris Selasa 9 November 1841 pukul 10.48. Pangeran muda telah lahir dari rahim Ratu Victoria.
Sang pangeran diberi nama Albert Edward. Di kalangan keluarga kerajaan ia dipanggil Bertie. Sementara, kelak, sejarah mencatatnya sebagai Raja Inggris Edward VII.
Advertisement
Baca Juga
Ratu Victoria dan suaminya Pangeran Albert membekali putra tertuanya itu dengan pendidikan yang ketat, untuk mempersiapkannya sebagai pewaris takhta Kerajaan Inggris.
Sejak usia tujuh tahun, Edward mendapatkan pelajaran dari para tutor yang ditunjuk khusus. Ia juga kuliah di Oxford dan Cambridge, sebelum akhirnya memilih karier di dunia militer.
Di sisi lain, Edward yang bergelar Prince of Wales adalah sosok muda yang suka bersenang-senang sekaligus pecinta wanita.
Saat berusia 19 tahun, ia ikut latihan militer di Irlandia. Di sana seorang perempuan bereputasi buruk, Nellie Clifden diselundupkan ke tempat tidurnya.
Saat mendengar cerita itu, ayahnya, Pangeran Albert sangat kecewa, ia menyurati putranya itu, surat yang panjang berisi rentetan kata yang mewakili kekecewaan.
Kemudian, ayah dan anak itu bertemu di Cambridge, keduanya berjalan bersama, bicara panjang, di tengah guyuran hujan. Albert kembali ke Windsor dalam kondisi sakit. Tiga pekan kemudian ia meninggal dunia. Usia mendiang kala itu 42 tahun. Masih muda.Â
Albert diduga sakit akibat tifus. Teori lain menyebut, ia menderita penyakit Crohn. Setelahnya, Victoria menyalahkan Bertie. Ia tak tahan berada dekat-dekat penerus takhtanya itu. "Aku tak bisa melihatnya tanpa merasa begidik," tulis dia seperti dimuat BBC.
Selama 40 tahun berikutnya, Ratu Inggris Victoria mengenakan pakaian berkabung warna hitam dan jarang tampil di depan publik.
Setelahnya hubungan ibu dan anak, ratu dan pewaris takhtanya kian memburuk.
Â
Saksikan video terkait kerajaan Inggris berikut ini:
Â
Curhat Sang Pangeran
Pada 1926, terbitlah sebuah buku sensasional, yang konon ditulis oleh anggota korps diplomatik. Judulnya, The Whispering Gallery, Leaves from a Diplomat’s Diary.
Di sana sang penulis mengungkapkan pengakuan Edward yang disampaikan kepadanya. Tentang hal paling menyedihkan dari hidup sang pewaris singgasana.
"Aku sangat mencintai ayahku...namun kami tak saling memahami. Ibuku, yang sangat aku kagumi, membenciku karena ia mengira aku mempercepat kematian ayahku," kata Edward, dalam buku tersebut.
Ia mengaku tak pernah bicara dari hati ke hati dengan perempuan yang melahirkannya itu. "Kapan pun kami bersama, jika bukan dia yang memarahiku, aku yang kesal karena ketidakmampuannya untuk memahamiku dan penolakannya untuk percaya pada diriku," kata Edward soal Ratu Victoria.
Belakangan, seabad kemudian, kisah buku itu terbukti rekayasa. Penulisnya bukanlah seorang diplomat namun pengarang bernama Hesketh Pearson.
Meski palsu belaka, sejumlah orang berpendapat Pearson telah secara akurat menangkap penderitaan Edward.
Menjaga jarak dari orangtuanya, Edward hidup foya-foya, ia dikenal sebagai playboy yang gemar balap kuda, pesta makan, minum-minum, berjudi, menembak, dam mengekar istri-istri pria lainnya.
Ia punya banyak gundik, termasuk aktris terkemuka saat itu, Lily Langtry. Di sisi lain, Edward adalah sosok yang menyenangkan, mudah bergaul, ramah dan populer.
Pada tahun 1863, ia menikahi Putri Alexandra dari Denmark dan mereka memiliki enam anak. Dan, pada bulan Januari 1901, Ratu Victoria mangkat, Edward pun naik takhta sebagai Raja Edward VII. Ia dinobatkan pada Agustus 1902.
Tak hanya lahirnya raja Inggris, Edwar VII, sejumlah peristiwa bersejarah juga terjadi pada 9 November. Tanggal itu bahkan punya arti penting bagi Jerman.Â
Konon, 9 November adalah 'hari penentuan', karena banyaknya peristiwa yang mengubah sejarah Jerman modern terjadi pada tanggal itu. Yakni, eksekusi Robert Blum (1848), Kaisar Wilhelm II turun takhta (1918), plot pembunugan Hitler dalam Munich Putsch (1923), Kristallnacht (1938), dan runtuhnya Tembok Berlin (1989).
Selain itu, pada 2005, serangan bom bunuh diri terjadi relatif serentak di tiga hotel di Amman, Yordania. Sebanyak 60 orang tewas karenanya.Â
Sementara, sejarah mencatat pada 9 November 2016, miliarder nyentrik Donald Trump terpilih jadi Presiden Amerika Serikat. Dalam pidato kemenangannya, ia menyerukan kepada rakyat Amerika Serikat untuk bersatu padu.
Trump juga berjanji untuk menjadi presiden bagi seluruh rakyat Amerika setelah dalam masa kampanye Trump mengecam komunitas Muslim, masyarakat Amerika Latin dan kelompok-kelompok minoritas lain.
"Saya berikrar kepada setiap warga dari tanah air kita bahwa saya akan menjadi presiden bagi setiap orang Amerika. Dan itu sangat penting bagi saya."
Dan sejarah juga yang akan menguji kebenaran kata-katanya...
Advertisement