Sukses

Dubes Saudi: Hukuman Mati WNI Tak Mempengaruhi Hubungan dengan RI

Dubes Arab Saudi untuk RI angkat bicara soal eksekusi mati TKI bernama Tuti Tursilawati di Saudi pada beberapa pekan lalu. Ini penjelasannya.

Liputan6.com, Jakarta - Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia, Osama bin Mohammed Abdullah Al Shuaibi angkat bicara soal eksekusi mati TKI bernama Tuti Tursilawati di Saudi pada beberapa pekan lalu.

Eksekusi itu dikritik oleh Kementerian Luar Negeri RI, karena dilakukan tanpa notifikasi resmi kepada pemerintah Indonesia.

Angkat bicara dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Selasa (13/11/2018), Shuaibi mengatakan, "Sebelum saya menjelaskan, perlu saya sampaikan bahwa peristiwa terkait hukuman mati tidak akan mempengaruhi hubungan baik kedua negara," ujarnya dalam Bahasa Arab yang diterjemahkan oleh penerjemah.

Shuaibi kemudian melanjutkan, "Terkait notifikasi, memang merupakan hak bagi para keluarga untuk memperoleh informasi terkait sanak familinya."

"Namun, saya sendiri masih menunggu informasi dari pemerintah saya sendiri terkait apakah kedutaan Saudi di Jakarta menerima notifikasi berhubungan dengan masalah tersebut."

"Masalah tersebut pernah dibahas antara Menlu Arab Saudi dengan Menlu RI saat kunjungan ke Jakarta (pada Oktober 2018). Kita menerima usulan nota dari pemerintah Indonesia terkait pemberian notifikasi (soal hukuman mati WNI) kepada pemerintah Indonesia."

"Tapi kami (Kedutaan Saudi di Jakarta) sendiri masih menanti dari pihak Saudi."

"Patut juga diingat, notifikasi pernah disampaikan oleh pemerintah Saudi pada beberapa banyak kasus. Tapi untuk kasus ini kita masih menanti dari pemerintah pusat Saudi," kata Dubes Arab Saudi itu menutup penjelasannya.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Kronologi TKI Tuti Tursilawati Dieksekusi Mati

Kembali Pemerintah Arab Saudi mengeksekusi mati Tenaga Kerja Indonesia (TKI). TKI tersebut bernama Tuti Tursilawati asal Majalengka, Jawa Barat yang dihukum mati, pada Senin, 29 Oktober 2018 di Kota Thaif.

Eksekusi itu dilakukan tanpa pemberitahuan kepada perwakilan Republik Indonesia.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi langsung menghubungi Menlu Arab Saudi Adel Al Jubeir untuk memprotes eksekusi mati TKI Tuti.

"Setelah menerima kabar itu saya langsung menghubungi menlu Saudi. Saya sampaikan protes dan concern kita yang sangat mendalam," kata Menlu Retno di sela acara Our Ocean Conference di Bali, Selasa, 30 Oktober 2018.

Eksekusi Tuty ini hanya berlangsung enam hari setelah Menlu Jubeir mengadakan pertemuan bilateral dengan Menlu Retno di Jakarta membahas soal perlindungan TKI.

Dikutip dari keterangan di laman Serikat Buruh Migran Indonesia, berikut kronologi kasus TKI Tuti Tursilawati hingga dieksekusi Pemerintah Saudi:

Pada 12 Mei 2010, Tuti Tursilawati ditangkap oleh Kepolisian Saudi atas tuduhan membunuh ayah majikannya, warga negara Saudi atas nama Suud Mulhaq AI-Utaibi. Tuti Tursilawati ditangkap sehari setelah peristiwa pembunuhan yang terjadi pada 11 Mei 2010. Dia diketahui telah bekerja selama 8 bulan dengan sisa gaji tak dibayar selama 6 bulan.

Setelah membunuh korban, Tuti kemudian kabur ke Kota Makkah dengan membawa perhiasan dan uang SR 31,500 milik majikannya. Namun, dalam perjalanan kabur ke Kota Makkah, dia diperkosa sembilan pemuda Saudi dan mengambil semua barang hasil curiannya.

Sembilan orang pemuda tersebut kemudian ditangkap dan telah dihukum sesuai dengan ketentuan hukum Arab Saudi.

Sejak ditangkap dan ditahan oleh pihak Kepolisian, KJRI Jeddah melalui satgasnya di Thaif, Said Barawwas, telah memberikan pendampingan dalam proses investigasi awal di Kepolisian dan investigasi lanjutan di Badan Investigasi.

Selama proses investigasi, Tuti Tursilawati mengakui telah membunuh ayah majikan dengan alasan sering mendapatkan pelecehan seksual. Kasus Tuti sudah ditetapkan pengadilan pada 2011.

Namun, pemerintah terus melakukan upaya untuk meringankan hukuman tersebut. Upaya yang dilakukan antara lain pendampingan kekonsuleran sejak 2011-2018, tiga kali penunjukan pengacara, tigakali permohonan banding, dua kali permohonan Peninjauan Kembali (PK), dua kali mengirimkan surat Presiden kepada Raja Saudi, serta berbagai upaya non-litigasi.

Pemerintah juga sudah memfasilitasi kunjungan keluarga sebanyak 3 kali, yaitu pada 2014, 2016, dan Arpil 2018.