Sukses

Dialog AS dan Tiongkok Sukses Redakan Tensi Tinggi di Laut China Selatan?

Dialog antara Menteri Pertahanan Tiongkok dan Amerika Serikat baru-baru ini membawa kedua negara itu ke masa tenang seputar isu Laut China Selatan.

Liputan6.com, Washington DC - Dialog antara Menteri Pertahanan Tiongkok dan Amerika Serikat baru-baru ini membawa kedua negara itu ke masa tenang sementara setelah keduanya terlibat dalam serangkaian tensi militer tinggi di Laut China Selatan yang diperebutkan.

Menteri Pertahanan AS James Mattis hari Jumat 9 November 2018 lalu sepakat dengan mitranya dari China, Wei Fenghe untuk melanjutkan kemajuan dalam "komunikasi krisis dan kerangka kerja menghindari konflik untuk mengurangi risiko," kata Kemenhan AS dalam sebuah pernyataan, seperti dikutip dari VOA Indonesia, Rabu (14/11/2018).

Pertemuan mereka menyinggung ekspansi militer Beijing di Laut China Selatan, yang juga diklaim oleh lima negara lainnya.

AS meminta China untuk menghentikan militerisasi laut, sementara China meminta pemerintah AS agar berhenti mengirim kapal-kapal angkatan laut ke dekat pulau-pulau kecil yang dikuasai China dan mengatakan akan menentang tindakan apa pun untuk memisahkan gugusan pulau tersebut.

Namun, keduanya sepakat bahwa hubungan militer "bisa menjadi faktor stabilisasi" dalam hubungan China-AS yang lebih luas, tambah Departemen Pertahanan itu.

Para analis mengatakan dialog seperti ini di Washington biasanya dapat menenangkan hubungan militer China-AS setelah serangkaian langkah yang lebih keras, seperti kapal nyaris tabrakan di Laut China Selatan pada bulan September.

Mereka memprediksi ketenangan sekarang bisa bertahan setidaknya hingga pertemuan 30 November - 1 Desember antara presiden kedua negara.

Presiden Xi Jinping dan Presiden Donald Trump akan bertemu di Argentina disela-sela KTT G20 dan sebagian pembicaraan pekan lalu "berpusat" pada pertemuan puncak ekonomi besar dunia itu, kata pernyataan Kementerian Luar Negeri AS. Kepala-kepala negara umumnya berusaha untuk tidak saling menyusahkan sebelum KTT.

Beberapa kalangan yakin Xi dan Trump kemungkinan besar akan menyinggung sengketa perdagangan mereka yang sudah berlangsung 10 bulan daripada sengketa maritim. Pemerintah AS tahun ini telah menyetujui tarif impor barang-barang China senilai US$ 250 miliar.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

ASEAN Khawatir...

Menjelang KTT AS-ASEAN pertengahan November, negara-negara ASEAN menyampaikan keprihatinan mengenai meningkatnya ketegangan antara Washington dan Beijing. Mereka merujuk perang tarif AS-China, retorika kedua pemerintah yang makin agresif, dan insiden yang melibatkan kapal perang kedua negara di Laut China Selatan.

Pada bulan September, kapal perusak Angkatan Laut AS, USS Decatur, hampir bentrok dengan kapal perang China, Luyang, yang jaraknya hanya 40 meter dari busur kapal Amerika, sehingga harus melakukan manuver untuk mencegah tabrakan.

Insiden itu, dekat pulau karang yang diklaim China di Laut China Selatan, menambah ketegangan antara Washington dan Beijing.

"Meskipun ada gangguan nekat semacam itu, Angkatan Laut AS akan terus melakukan penerbangan, berlayar, dan beroperasi di mana diizinkan hukum internasional dan dikehendaki kepentingan nasional kita. Kita tidak akan terintimidasi dan tidak akan mundur," kata Wapres AS Mike Pence seperti dikutip dari VOA Indonesia.

China telah memperluas pengawasannya atas sebagian besar Laut China Selatan dalam beberapa tahun terakhir, membangun pangkalan militer dan landasan udara di pulau-pulau kecil dan pulau karang.

AS dan sekutunya menanggapi dengan kebebasan untuk melakukan latihan-latihan navigasi di dekat klaim China yang disengketakan untuk memastikan China tidak memblokir lalu lintas laut dan udara. Tetapi China menentang latihan ini.

Tidak hanya menghadapi prilaku yang tidak diinginkan namun juga memperkuatnya. Awal bulan ini kapal induk USS Ronald Reagan bergabung dengan kapal perusak Jepang untuk melakukan latihan kesiapan perang terbesar di wilayah tersebut.

Trump sebelumnya bertekad untuk melakukan pendekatan AS yang lebih agresif.

Menurut Charles Kupchan, Dewan Hubungan Luar Negeri, "Kita tidak berada pada titik dimana China menggantikan AS sebagai kekuatan global. Tapi kita mungkin berada pada titik puncak perjuangan nyata untuk pengaruh besar di dalam dan di sekitar wilayah tetangga China."

Sejauh ini, para pemimpin militer China dan Amerika masih berkomunikasi, yang menunjukkan kedua negara tidak menginginkan konfrontasi.

Untuk meredakan ketegangan di Laut China Selatan, China dan negara-negara anggota ASEAN melakukan latihan maritim gabungan pertama bulan lalu. ASEAN untuk pertama kalinya juga merencanakan latihan maritim dengan AS tahun depan.