Liputan6.com, Mexico City - Ratusan kafilah migran Amerika Tengah, yang berencana mencari suaka di Amerika Serikat, telah mencapai Tijuana (kota yang terletak di perbatasan Meksiko bagian utara).
Sebagai bentuk respons, Donald Trump menerjunkan sejumlah personel militer di wilayah tersebut, dengan tujuan untuk memperkuat keamanan negara. Di kawasan itu juga dipasang kawat berduri dan barikade.
Sekitar 400 migran yang memisahkan diri dari kafilah utama di Kota Meksiko (Mexico City) tiba di Tijuana pada Selasa waktu setempat, 13 November 2018, dengan menggunakan bus.
Advertisement
Semua karavan ini diperkirakan akan tiba dalam beberapa hari mendatang, menurut laporan dari organisasi hak asasi manusia. Demikian seperti dilansir dari The Guardian, Rabu (14/11/2018).
Troops getting ready to close off three NB vehicle lanes at the San Ysidro Port Entry and one at the Otay Mesa Port of Entry. They’ll be putting up barriers and razor wire in preparation for the migrant caravan headed to the US/Mexico border. @10News pic.twitter.com/rc6YsAF5VQ
— Mimi Elkalla (@10NewsMimi) November 13, 2018
Para migran dalam rombongan itu mengatakan, mereka tidak terpengaruh oleh sikap anti-migran dari pemerintahan Donald Trump, dan masih kekeh untuk mencari suaka di Negeri Paman Sam.
Kenny Moran, lelaki yang ikut dalam kafilah migran tersebut, mengatakan bahwa perjalanan sebulan penuh dari tempat tinggalnya di Honduras ke perbatasan adalah sesuatu yang sulit, sebab ia membawa serta putrinya yang berusia 3 tahun dengan kereta bayi. Meski berat, ia optimis untuk mencapai Amerika Serikat.
Here are the three lanes that were shut down at the San Ysidro port of entry in TJ today in anticipation of the caravan. There are seven US army members here with CBP at the moment. Story with @Haleaziz on this https://t.co/SpLVnl3bAT pic.twitter.com/1nGFRNJanJ
— Adolfo Flores (@aflores) November 13, 2018
Moran dan pasangannya, Victoria (19), meninggalkan Tegucigalpa (ibu kota Honduras) dengan harapan perekonomian keluarganya bisa berubah membaik. Selain itu, ia juga berniat untuk menghindari kekerasan yang dilakukan oleh geng-geng di Meksiko.
"(Kami) tidak mungkin tinggal di Honduras. Gerombolan tersebut tidak bakal membiarkan kami hidup. Tidak ada pekerjaan, dan jika kami memiliki pekerjaan, gaji kami amat kecil dan tidak cukup untuk kebutuhan sehari-hari," ungkap Moran.
"Kami tidak mengenal siapa pun di Amerika Serikat, tetapi saya mendengar ada banyak lapangan pekerjaan di Houston," lanjut pria berusia 23 tahun itu.
Military crews continue to put up razor wire at the border in San Ysidro as a migrant caravan is expected to reach Tijuana. https://t.co/mQH6eqrBNy pic.twitter.com/4IXGNAfSem
— Danielle Radin (@danielleradin) November 13, 2018
Sementara itu, dikutip dari RT.com, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Jim Mattis, menyebut bahwa ia akan melakukan perjalanan ke daerah perbatasan pada hari Rabu.
Ini merupakan kunjungan perdana Mattis, sejak militer mengumumkan bahwa lebih dari 7.000 pasukan AS telah bersiaga di daerah perbatasan karena sebagian besar kafilah migran sudah melewati Meksiko.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Sikap Tegas AS
US Customs and Border Protection (CBP) atau Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS mengatakan dalam sebuah pernyataan, mereka akan menutup area di sepanjang jalur perbatasan San Ysidro dan Otay Mesa dari Tijuana, agar Departemen Pertahanan AS bisa memasang kawat berduri dan memposisikan barikade.
Tijuana, kota yang berada di negara bagian Baja California (Meksiko), berada di ujung barat perbatasan AS, sekitar 17 mil (38 km) dari San Diego, California.
"CBP telah dan akan terus mempersiapkan kedatangan ribuan orang yang bermigrasi dalam sebuah karavan, yang bergerak menuju perbatasan Amerika Serikat," tutur Direktur Operasi Lapangan CBP di San Diego, Pete Flores.
A snaking line of traffic is visible at the San Ysidro Port of Entry after CBP announced it would close multiple entry lanes into the U.S. at two San Diego-area ports of entry in anticipation of the so-called migrant caravan's arrival. https://t.co/92mOg1XNqu pic.twitter.com/mrQU6HYAgH
— #NBC7 San Diego (@nbcsandiego) November 13, 2018
Pemerintahan Donald Trump telah mengambil sikap tegas terhadap kafilah, yang memulai perjalanannya ke utara pada 13 Oktober, dan sempat bentrok dengan pasukan keamanan di selatan Meksiko pada awal perjalanan mereka.
Pada hari Jumat, 9 November, Trump menandatangani sebuah dekrit yang menangguhkan pemberian suaka bagi mereka yang melintasi perbatasan secara ilegal. Keputusan presiden ke-45 AS itu dianggap sebagai sebuah langkah yang dapat memperlambat pergerakan kafilah migran di pintu masuk AS.
Kendati demikian, sejumlah migran mengatakan bahwa mereka tidak akan menyerah dan tidak takut.
"Saya akan lebih senang jika di tahanan di Amerika Serikat ketimbang kembali ke negara saya, di mana saya tahu mereka akan membunuh saya karena berbeda," kata Nelvin Mejia, seorang wanita transgender yang tiba di Tijuana pada Senin, bersama sekitar 70 orang pencari suaka.
"Bulan lalu, mereka membunuh pasangan saya, dan saya tidak ingin berakhir seperti itu," ucapnya sedih.
Gustavo, seorang pria asal Guatemala yang tiba di Tijuana pada Selasa pagi, mengatakan, "Saya sadar bahwa saya tidak akan mendapatkan suaka. Saya orang miskin dari Guatemala, namun saya menginginkan kehidupan yang lebih baik (di AS), meski saya tahu mereka (pemerintah AS) tidak akan memberikannya."
Gustavo menjelaskan bahwa ia berencana untuk tinggal di Tijuana "sampai krisis tersebut reda". Bila demikian, ia akan mencari cara untuk memasuki AS.
Selama bertahun-tahun, ribuan imigran Amerika Tengah telah memulai perjalanan panjang dari Meksiko ke Amerika Serikat. Banyak di antara mereka yang tewas karena faktor kelelahan atau diculik oleh kelompok-kelompok kejahatan terorganisasi.
Sementar itu, lebih dari seribu migran dari setidaknya tiga kelompok kafilah, dilaporkan sedang berjalan dari Meksiko menuju perbatasan.
Advertisement