Sukses

Wapres AS: Myanmar Melakukan Persekusi terhadap Rohingya

Wakil Presiden AS mengkritik militer Myanmar atas penganiayaan terhadap etnis Rohingya dalam pertemuan dengan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.

Liputan6.com, Singapura - Wakil Presiden AS Mike Pence mengkritik militer Myanmar atas penganiayaan terhadap etnis Rohingya dalam pertemuan dengan pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi pada hari Rabu 14 November. Pence juga mengatakan, mereka yang terlibat atas kekerasan terhadap Rohingya harus dimintai pertanggungjawaban.

"Kekerasan dan penganiayaan oleh militer dan warga simpatisan, jelas-jelas mengakibatkan sekitar 700.000 Rohingya mengungsi ke Bangladesh," kata Pence kepada Suu Kyi dalam pertemuan singkat dengan media sebelum mereka pergi ke pembicaraan pribadi di sela-sela pertemuan Asia-Pasifik di Singapura.

"Saya ingin sekali mendengar kemajuan yang Anda (Suu Kyi) buat untuk meminta pertanggungjawaban orang-orang yang terlibat atas kekerasan yang membuat ratusan ribu orang terlantar dan menciptakan penderitaan seperti itu, termasuk kehilangan nyawa," tambah Pence, seperti dikutip dari Channel News Asia, Kamis (15/11/2018).

Pence juga mengatakan, Washington ingin mendengar tentang kemajuan seputar proses repatriasi etnis Rohingya yang mengungsi di Bangladesh untuk secara sukarela kembali ke negara bagian Rakhine di Myanmar.

Amerika Serikat menuduh militer melakukan pembersihan etnis terhadap Rohingya, kelompok minoritas yang secara luas dipersekusi di Myanmar. Tim penyelidik yang diamanatkan PBB menuduh militer melepaskan kampanye pembunuhan, perkosaan dan pembakaran dengan "niat genosida".

Myanmar mengatakan operasinya di Rakhine merupakan tanggapan yang sah terhadap serangan terhadap pasukan keamanan oleh gerilyawan Rohingya pada Agustus tahun lalu.

Suu Kyi, menanggapi Pence, berkata: "Tentu saja orang-orang memiliki sudut pandang yang berbeda, tetapi intinya adalah bahwa Anda harus bertukar pandangan ini dan mencoba untuk saling memahami dengan lebih baik."

"Soal itu, kita memahami negara kita lebih baik daripada negara lain dan saya yakin Anda akan mengatakan hal yang sama, bahwa Anda memahami negara Anda lebih baik daripada orang lain," tambahnya dalam tanggapan yang sangat diplomatis.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

PBB Buat Draf Resolusi Mengutuk Kekerasan atas Rohingya

PBB, pada 7 November 2018, telah membuat draf resolusi yang "mengutuk keras keberlanjutan kekerasan dan pelanggaran berat hak asasi manusia" terhadap etnis Rohingya --menurut laporan kantor berita AS The Associated Press.

Draf resolusi itu juga berisi desakan kepada pemerintah Myanmar untuk menghentikan diskriminasi dan memberikan kewarganegaraan bagi Rohingya, demikian seperti dikutip dari The Washington Post, Rabu (14/11/2018).

Dokumen itu disponsori oleh 57 negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) serta lebih dari 25 negara Eropa dan Kanada.

Pemungutan suara untuk resolusi itu akan dilakukan pada 15 November 2018 di Komite Hak Asasi Manusia Majelis Umum PBB.

Rancangan resolusi mengungkapkan keprihatinan mendalam bahwa kekerasan terhadap Rohingya telah memaksa lebih dari 723.000 orang mengungsi ke Bangladesh sejak Agustus 2017.

Draf itu juga menegaskan kembali "keprihatinan mendalam" pada laporan bahwa kelompok Rohingya yang masih bertahan di Rakhine, terus menjadi sasaran penggunaan kekerasan yang berlebihan dan pelanggaran hak oleh militer dan pasukan keamanan Myanmar, termasuk, pembunuhan dan pemerkosaan.