Sukses

Donald Trump: Kasus Jamal Khashoggi Tak Ubah Hubungan AS dengan Saudi

Donald Trump tetap mendukung dan membela hubungan AS dengan Arab Saudi, di tengah kasus pembunuhan Jamal Khashoggi.

Liputan6.com, Washington DC - Presiden Amerika Serikat Donald Trump tetap mendukung dan membela hubungan AS dengan Arab Saudi, meski Negeri Petrodollar mendapat kecaman internasional atas dugaan keterkaitan pemerintahannya dalam pembunuhan jurnalis Jamal Khashoggi.

Pernyataan Trump terjadi di tengah meluasnya laporan dari Badan Intelijen Amerika Serikat (CIA) yang dengan yakin menyebut bahwa pucuk tertinggi monarki Saudi terlibat dalam pembunuhan kolumnis The Washington Post itu.

Trump sendiri telah menyatakan bahwa tak tertutup kemungkinan jika Putra Mahkota Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, memberikan otorisasi atas pembunuhan Khashoggi.

Terlepas demikian, Trump tetap menegaskan bahwa Saudi adalah "mitra yang kuat" bagi AS, karena telah "menginvestasikan sangat banyak uang" di Negeri Paman Sam, ujarnya dalam sebuah pernyataan guna menegaskan kembali kemitraan kedua negara, seperti dikutip dari BBC, Rabu (21/11/2018).

Sang presiden juga menegaskan pentingnya AS bermitra dengan Saudi demi menghadapi pengaruh Iran di Timur Tengah. "Dunia adalah tempat yang berbahaya!" ujarnya mereferensi hal tersebut.

Arab Saudi menggelontorkan "miliaran dolar dalam memimpin perang melawan terorisme radikal ... dan membantu melawan Iran yang telah membunuh banyak orang Amerika dan orang tak berdosa lainnya di seluruh Timur Tengah", kata Trump.

Pernyataan itu juga menekankan janji investasi Saudi dan kontrak pembelian senjata. "Jika kita dengan bodoh membatalkan kontrak ini, Rusia dan China akan menjadi penerima manfaat yang sangat besar," tambah Trump.

Meskipun mengakui pembunuhan Jamal Khashoggi "mengerikan", Trump menulis bahwa "kita mungkin tidak pernah tahu semua fakta" tentang kematiannya.

"Amerika Serikat bermaksud untuk tetap menjadi mitra setia Arab Saudi untuk memastikan kepentingan negara kita, Israel dan semua mitra lainnya di kawasan ini."

Saudi telah mengakui bahwa Khashoggi tewas dalam sebuah "operasi yang berjalan keliru" yang dilakukan oleh belasan figur warga negaranya. Namun, Riyadh menolak jika Pangeran Salman terlibat atau mengetahui pelaksanaan operasi itu.

Hal itu berlawanan dengan laporan terbaru CIA, sebagaimana diberitakan oleh The Washington Post akhir pekan lalu. Laporan menyebut bahwa tim pembunuh beranggotakan belasan orang yang menjagal Jamal Khashoggi, bergerak atas perintah Pangeran Salman.

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Arab Saudi membantah laporan CIA dengan menyebutnya sebagai "keliru".

"Kami di kerajaan tahu bahwa tuduhan semacam itu terhadap putra mahkota tak punya kebenaran dan kami menolaknya," kata Jubeir kemarin.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Raja Salman Angkat Bicara

Dalam pernyataan publik pertamanya sejak Khashoggi terbunuh di Istanbul bulan lalu, Raja Salman mengatakan negaranya "tidak akan pernah menyimpang" dari melayani keadilan.

Namun, dalam pidato tahunannya kepada penasihat Dewan Syura, Raja Salman tidak langsung merujuk siapa pelaku pembunuhan kolumnis The Washington Post itu.

"Kerajaan (Arab Saudi) didirikan pada prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan Islam, dan kami bangga dengan upaya peradilan dan penuntutan publik," kata Raja Salman (82) dalam pidato hari Senin kepada Dewan Syura, sebagaimana dikutip dari BBC pada Selasa 20 November 2018.

"Kami memastikan bahwa negara ini tidak akan pernah menyimpang dari penerapan hukum Tuhan dan ... melayani keadilan," tambahnya.

Raja juga mengkritik Iran, saingan utama Arab Saudi di Teluk: "Masyarakat internasional harus bekerja untuk mengakhiri program nuklir Iran dan menghentikan kegiatannya yang mengancam keamanan dan stabilitas."

Prioritas lain yang disebutkan dalam pidato tersebut, termasuk stabilitas pasar minyak dan dukungan untuk upaya PBB dalam mengakhiri konflik di Yaman.

Pekan lalu, jaksa penuntut umum Saudi menyalahkan pembunuhan Jamal Khashoggi pada seorang perwira intelijen, yang tidak disebutkan namanya, dan diduga bertugas membujuk jurnalis tersebut untuk kembali ke Riyadh.

Sebanyak 11 orang telah dituduh atas pembunuhan itu, dan jaksa mempertimbangkan hukuman mati untuk lima di antaranya.

Kasus mereka telah dirujuk ke pengadilan, sementara penyelidikan ke 10 orang lainnya yang diduga terlibat pembunuhan Khashoggi, masih berlangsung.