Sukses

Tak Puas Hasil Saudi, Turki Minta PBB Selidiki Pembunuhan Jamal Khashoggi

Turki tengah mengupayakan agar PBB membuka penyelidikan atas kasus pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi.

Liputan6.com, Washington DC - Turki tengah mengupayakan agar PBB membuka penyelidikan atas kasus pembunuhan jurnalis Arab Saudi, Jamal Khashoggi, jika investigasi gabungan Ankara-Riyadh mengalami kebuntuan, kata Menteri Luar Negeri Turki, Mevlut Cavusoglu.

Namun, di samping alasan itu, permintaan Cavusoglu agar PBB membuka penyelidikan juga dipicu oleh ketidakpuasannya terhadap komitmen Saudi dalam menyelidiki kematian kolumnis The Washington Post tersebut. Cavusoglu menilai, Saudi tak bersikap kooperatif dengan Turki dalam melakukan penyelidikan.

Berbicara kepada wartawan di Washington DC pada 20 November 2018, setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, Cavusoglu mengatakan bahwa Turki telah berbagi informasi terbaru tentang pembunuhan Khashoggi dengan Amerika Serikat.

Dia menegaskan kembali sikap Ankara bahwa kebenaran harus muncul pada siapa yang memberi perintah untuk membunuh wartawan senior itu.

"Sampai saat ini, kami telah menerima tawaran Arab Saudi untuk bekerjasama dengan kami tanpa ragu. Namun, sampai saat ini, kami tidak dapat menemukan jawaban atas pertanyaan yang baru saya daftarkan (terkait pemberi perintah pembunuhan Khashoggi). Maka, bisa dikatakan bahwa kerja sama ini tidak pada tingkat yang kami inginkan," kata Cavusoglu seperti dikutip dari SBS Australia, Rabu (21/11/2018).

"Jika itu mengalami kebuntuan atau penyelidikan berjalan tanpa adanya kerja sama penuh, maka kita (Turki) dapat mengajukan permohonan agar PBB membuka penyelidikan," kata Cavusoglu yang menambahkan bahwa ia telah membicarakan prospek tersebut dengan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

Cavusoglu juga mengatakan bahwa dia dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah mendengarkan rekaman audio dari pembunuhan Khashoggi --yang mana rekaman itu telah disebarkan kepada pejabat tinggi negara Barat, termasuk AS.

"(Rekaman) itu sangat menjijikkan. Jika Anda mendengarkannya, Anda dapat memahami bahwa itu adalah pembunuhan terencana," katanya, seraya menambahkan bahwa terserah pada pengadilan Turki untuk memutuskan apakah akan memublikasikan rekaman itu.

Jamal Khashoggi, kolumnis Washington Post yang tinggal di AS, merupakan seorang pengkritik pemerintah Saudi -- yang dipimpin secara de facto oleh Putra Mahkota Mohammed bin Salman. Khashoggi terbunuh pada 2 Oktober 2018 di konsulat Saudi di Istanbul.

Setelah menawarkan banyak penjelasan yang kontradiktif, Riyadh mengatakan pekan lalu bahwa Khashoggi memang dibunuh dan jasadnya dimutilasi sebagai dampak dari "operasi penggerebekan yang berjalan keliru". Jaksa penuntut umum Saudi mengatakan akan memberikan hukuman mati kepada lima dari total belasan tersangka yang dikatakannya terlibat dalam kasus tersebut.

Presiden Erdogan mengatakan bahwa figur "tingkat tertinggi" dari pemerintah Saudi memerintahkan pembunuhan Khashoggi. Tetapi, ia belum secara langsung menuduh Pangeran Salman.

Sementara itu, Badan Intelijen AS (CIA) dengan yakin menuduh Pangeran Salman sebagai pemberi otorisasi atas operasi tersebut, menurut pemberitaan The Washington Post. Akan tetapi, Arab Saudi dengan tegas membantahnya dan mengatakan bahwa Pangeran Salman tidak mengetahui operasi itu.

Di sisi lain, terlepas dari meluasnya kritik terhadap Saudi dan Pangeran Salman, Presiden AS Donald Trump bersumpah untuk tetap menjadi "mitra setia" Arab Saudi, meski ia sendiri juga telah mengatakan bahwa sang putra mahkota Saudi mungkin mengetahui tentang rencana pembunuhan Jamal Khashoggi.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Raja Salman Angkat Bicara

Dalam pernyataan publik pertamanya sejak Khashoggi terbunuh di Istanbul bulan lalu, Raja Salman mengatakan negaranya "tidak akan pernah menyimpang" dari melayani keadilan.

Namun, dalam pidato tahunannya kepada penasihat Dewan Syura, Raja Salman tidak langsung merujuk siapa pelaku pembunuhan kolumnis The Washington Post itu.

"Kerajaan (Arab Saudi) didirikan pada prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan Islam, dan kami bangga dengan upaya peradilan dan penuntutan publik," kata Raja Salman (82) dalam pidato hari Senin kepada Dewan Syura, sebagaimana dikutip dari BBC pada Selasa 20 November 2018.

"Kami memastikan bahwa negara ini tidak akan pernah menyimpang dari penerapan hukum Tuhan dan ... melayani keadilan," tambahnya.

Raja juga mengkritik Iran, saingan utama Arab Saudi di Teluk: "Masyarakat internasional harus bekerja untuk mengakhiri program nuklir Iran dan menghentikan kegiatannya yang mengancam keamanan dan stabilitas."

Prioritas lain yang disebutkan dalam pidato tersebut, termasuk stabilitas pasar minyak dan dukungan untuk upaya PBB dalam mengakhiri konflik di Yaman.

Pekan lalu, jaksa penuntut umum Saudi menyalahkan pembunuhan Jamal Khashoggi pada seorang perwira intelijen, yang tidak disebutkan namanya, dan diduga bertugas membujuk jurnalis tersebut untuk kembali ke Riyadh.

Sebanyak 11 orang telah dituduh atas pembunuhan itu, dan jaksa mempertimbangkan hukuman mati untuk lima di antaranya.

Kasus mereka telah dirujuk ke pengadilan, sementara penyelidikan ke 10 orang lainnya yang diduga terlibat pembunuhan Khashoggi, masih berlangsung.