Sukses

Terlibat Pembunuhan Massal, Eks Tentara Guatemala Divonis 5.160 Tahun

Seorang eks tentara Guatemala dijatuhi hukuman penjara 5.160 tahun atas pembunuhan massal di negaranya.

Liputan6.com, Guatemala City - Pengadilan Guatemala memvonis seorang mantan tentara dengan hukuman penjara selama 5.160 tahun, terkait pembantaian terhadap 201 petani, yang merupakan salah satu kekejaman terburuk dalam perang sipil di negara Amerika Tengah itu.

Pengadilan memutuskan,  Santos Lopez --nama eks tentara itu-- bertanggung jawab  mendalangi 171 pembunuhan, Para hakim pun menjatuhkan vonis 30 tahun penjara untuk masing-masing kasus.

Dikutip dari South China Morning Post pada Kamis (22/11/2018), jika dijumlah, maka bekas tentara angkatan darat itu akan mencapai 5.130 tahun kurungan penjara.

Selain itu, Lopez juga dijatuhi 30 tahun tambahan terkait dengan rencana pembunuhan seorang anak, yang kini masih hidup.

Namun, lama hukuman tersebut ternyata hanya simbolis, karena berdasarkan hukum Guatemala, kurungan penjara maksimal adalah selama 50 tahun.

Lopez adalah anggota pasukan anti-pemberontakan didikan Amerika Serikat, yang disebut Kaibil. Dia ditangkap di Negeri Paman Sam dan dideportasi pada tahun 2016.

Menurut penyelidikan, Lopez memimpin patroli yang melakukan pembantaian pada bulan Desember 1982 di Dos Erres, di perbatasan Guatemala dan Meksiko.

Kala itu, para prajurit berusaha merampas kembali sekitar 20 senapan yang dicuri oleh gerilyawan selama serangan sebelumnya, yang menyebabkan 19 tentara tewas.

Kisah Dos Erres diceritakan dalam film dokumenter produksi 2017, Finding Oscar, yang diproduseri oleh Steven Spielberg. Karya sinema tersebut menceritakan pencarian terhadap bocah lelaki yang selamat, dan kemudian dibesarkan oleh salah satu serdadu.

 

Simak video pilihan berikut: 

 

2 dari 2 halaman

Anak Buah Rezim Rios Montt

Sejumlah "Kaibiles" --julukan rekanan Lopez-- lainnya telah divonis, masing-masing menerima hukuman lebih dari 6.000 tahun penjara.

Tiga orang lainnya yang dituduh terlibat dalam pembantaian, telah dipenjarakan di AS karena pelanggaran imigrasi. Beberapa lainnya diyakini tinggal di pantai timur Negeri Paman Sam.

Pembantaian terjadi selama pemerintahan diktator Efrain Rios Montt, yang kemudian didakwa atas tuduhan genosida dan meninggal April lalu.

Rios Montt diduga memerintahkan pembunuhan terhadap 1.771 suku asli Ixil-Maya selama masa pemerintahan singkatnya pada 1982-1983, yang terjadi pada puncak perang saudara selama 36 tahun.

Menurut PBB, sekitar 200.000 orang tewas atau dibuat menghilang selama perang Guatemala, yang berakhir pada tahun 1996.