Sukses

Suku Sentinel di Kepulauan Andaman Bunuh Orang Asing, Ini Kata Antropolog

Selama puluhan ribu tahun, orang-orang Suku Sentinel di Pulau Sentinel Utara, Kepulauan Nikobar dan Andaman telah terisolasi dari seluruh dunia.

Liputan6.com, Andaman dan Nikobar - Selama puluhan ribu tahun, orang-orang Suku Sentinel di Pulau Sentinel Utara, Kepulauan Nikobar dan Andaman telah terisolasi dari seluruh dunia.

Mereka tetap menerapkan pola hidup berburu dan meramu, menggunakan tombak, busur dan anak panah untuk memburu hewan-hewan yang berkeliaran di pulau kecil yang penuh dengan hutan, dan mengumpulkan tanaman untuk dimakan dan dijadikan rumah.

Peradaban manusia modern yang terdekat dengan mereka hidup lebih dari 50 km jauhnya. Tapi, Suku Sentinel sangat menaruh curiga terhadap orang luar, mereka menyerang siapa saja yang datang ke pantai mereka.

Polisi mengatakan itulah yang terjadi pada 16 November 2018 ketika seorang pemuda warga negara Amerika Serikat, John Allen Chau, tewas dipanah oleh Suku Sentinel, sesaat usai mendarat di pulau mereka.

"Suku Sentinel ingin ditinggalkan sendirian," kata antropolog India, Anup Kapur, seperti dikutip dari The Associated Press, Jumat (23/11/2018).

Survival International, sebuah organisasi yang bekerja untuk mempertahankan hak-hak masyarakat adat, mengatakan bahwa John Chau mungkin didorong oleh perubahan baru-baru ini terhadap peraturan India tentang mengunjungi pulau-pulau terpencil di Andaman.

John Allen Chau, warga negara Amerika Serikat yang tewas dipanah oleh Suku Sentinel di Pulau Sentinel Utara, Andaman dan Nikobar, India pada 16 November 2018 (AP PHOTO)

Sementara izin khusus masih diperlukan, kunjungan ke pulau itu sekarang secara teoritis diperbolehkan. Termasuk ke beberapa bagian dari Andaman dan Nikobar, di mana mereka dulu sepenuhnya dilarang.

"Pihak berwenang India mengangkat salah satu pembatasan yang telah melindungi pulau Suku Sentinel dari wisatawan asing, yang justru mengirim pesan yang salah bagi turis, dan mungkin telah berkontribusi pada peristiwa mengerikan ini," kata Survival International dalam sebuah pernyataan.

Bermigrasi dari Afrika

Para ahli percaya bahwa leluhur Suku Sentinel bermigrasi dari Afrika kira-kira 50.000 tahun yang lalu, tetapi sebagian besar rincian kehidupan mereka masih misterius.

"Kami bahkan tidak tahu berapa banyak dari mereka yang ada di sana (Pulau Sentinel Utara)," kata Anvita Abbi, antropolog yang telah menghabiskan puluhan tahun mempelajari bahasa suku etnik di pulau Andaman dan Nikobar di India.

Pulau Sentinel Utara adalah sebuah pos terdepan dari gugus kepulauan Andaman dan Nikobar, yang lebih dekat ke Myanmar dan Thailand, daripada ke daratan India.

Perkiraan ahli tentang ukuran kelompok itu berkisar dari beberapa puluh hingga ratusan.

"Bahasa apa yang mereka pakai, berapa usianya, itu jadi tebak-tebakan banyak orang," kata Anvita Abbi. "Tidak ada yang punya akses ke orang-orang ini."

Berbeda dengan suku terasing di hutan lebat Amazon, sebenarnya Suku Sentinel ini sudah lama diketahui, namun mereka menolak berurusan dengan dunia luar.

"Dan begitulah seharusnya," kata Abbi.

Orang Suku Sentinel (AFP PHOTO)

Suku tersebut dengan ganasnya menolak berkomunikasi dengan siapapun yang mencoba berhubungan dengan mereka, baik itu para penjelajah Eropa maupun pasukan penjaga pantai India.

"Hanya untuk memenuhi rasa ingin tahu, mengapa kami harus mengganggu suku yang telah bertahan hidup selama puluhan ribu tahun?" ujarnya beretorika.

"Itu justru memicu kerugian. Nyawa, bahasa, dan kedamaian bisa hilang."

Selama beberapa generasi, para pejabat India telah sangat membatasi kunjungan orang luar ke Pulau Sentinel Utara, yang sebagian besar datang mencari kontak terbatas dan "memberi hadiah".

Mereka yang pergi ke pulau itu biasanya adalah tim kecil pejabat dan ilmuwan yang meninggalkan kelapa dan pisang untuk penduduk pulau.

Kontak dengan Orang Luar Justru Berbahaya

Setiap kontak yang dibuat antara orang luar dengan suku yang terisolasi seperti Suku Sentinel bisa sangat berbahaya, kata para ahli. Karena, suku terisolasi itu mungkin tidak memiliki ketahanan tubuh terhadap virus atau penyakit yang diderita orang luar.

"Kami telah menjadi orang yang sangat berbahaya," kata PC Joshi, seorang profesor antropologi di Universitas Delhi. "Bahkan pengaruh kecil dapat membunuh mereka."

Oleh karenanya, Anvita Abbi mengatakan, para ahli yang mengunjungi Suku Sentinel harus berhati-hati dan membatasi kunjungan mereka hanya beberapa jam sehari. Orang luar juga harus menjauh, bahkan jika mereka sedang batuk atau pilek ringan.

Banyak suku-suku terisolasi lainnya hilang selama beberapa abad yang lalu, lenyap karena penyakit modern, perkawinan silang dengan suku lain, dan migrasi.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Riwayat Kontak Orang Luar dengan Suku Sentinel

Sejauh ini dilaporkan hanya ada beberapa kunjungan antropologi yang tercatat pernah ke Pulau Sentinel Utara untuk berkontak dengan Suku Sentinel. Para pengunjung lain, termasuk para penyintas kapal kandas, disambut dengan hujan anak panah.

Pulau Sentinel Utara terletak di lepas pantai kepulauan Andaman Besar, yaitu suatu gugusan kepulauan di tengah Samudra Hindia, antara India dan Semenanjung Malaysia.

Kepulauan Andaman, bersama dengan Pulau Nikobar, merupakan bagian dari wilayah India. Banyak warga India tinggal di pulau itu, berdampingan dengan sejumlah warga pribumi Andaman

Suku Jarawa adalah suku dengan jumlah populasi terbesar di pulau itu, dan kini, suku itu telah menjadi korban wisata "safari manusia".

Hal ini berbeda dengan Suku Sentinel. Selain kunjungan kolonial Eropa dan beberapa kapal yang kandas di sana, penduduk pulau itu seakan tidak tersentuh.

Pada 1880, seorang penjelajah Inggris bernama M.V. Portman menculik 6 warga pribumi pulau itu dan mengembalikan mereka yang tidak meninggal karena sakit, ditambah dengan sejumlah hadiah. Cara itu merupakan praktik damai lazim pada masa itu. Sesudah peristiwa itu, pulau tersebut seakan tidak pernah disinggahi.

Pada tahun 1960-an, pemerintah India membuat keputusan untuk melakukan kontak dengan Suku Sentinel. Sebuah perjalanan reguler dimulai pada tahun 1967. Hasilnya tidak banyak, kecuali pemberian hadiah-hadiah kepada penduduk pulau.

Pada 1981, kapal Primrose yang berbendera Panama kandas di batu karang sekitar pulau. Suku Sentinel menghujani kapal itu dengan anak panah.

Para awak kapal yang tidak bersenjata hanya bisa bergeming menunggu sekitar seminggu lamanya. Sebagai buktinya, haluan kapal Primrose masih tertinggal di batu-batuan karang di sana hingga saat ini.

Sekitar satu dekade sesudahnya, pada tahun 1991, seorang ahli antropologi India bernama Madhumala Chattopadhyay berhasil melakukan kontak akrab dengan penduduk setelah beberapa kali perjalanan ke sana. Namun demi melindungi Suku Sentinel dari penyakit, pemerintah India menghentikan perjalanan-perjalanan antropologi.

Sejak saat itu, Suku Sentinel menarik kembali keramahan mereka. Sesudah Tsunami Hindia pada tahun 2004, sebuah helikopter penjaga pantai India dihujani anak panah ketika sedang memantau ke sana. Suku Sentinel sepertinya berhasil mengatasi bencana tsunami dengan cara mengungsi ke tempat yang lebih tinggi sebelum tsunami tiba.

Pada tahun 2006, dua orang nelayan India dibunuh karena hanyut terlalu dekat ke pulau itu. Hingga sekarang, pulau itu menjadi kawasan yang dijauhi demi keselamatan orang luar dan Suku Sentinel itu sendiri.