Liputan6.com, Tbilisi - Salome Zurabishvili telah memenangkan pemilihan presiden Georgia pada Kamis 29 November 2018 --menjadikannya perempuan pertama yang memegang jabatan itu.
Dengan hampir semua suara dihitung, mantan diplomat kelahiran Prancis itu memiliki 59 persen suara, mengungguli rival kandidat Grigol Vashadze yang hanya berhasil mengoleksi 40 suara, demikian seperti dikutip dari BBC, Kamis (29/11/2018).
Zurabishvili didukung oleh partai Georgian Dream yang berkuasa sementara Vashadze adalah calon dari koalisi sejumlah partai oposisi.
Advertisement
Bersamaan dengan terpilihnya presiden baru, konstitusi baru Georgia juga akan berlaku. Konstitusi baru membuat peran presiden hanya sebatas sebagai kepala negara (head of state) yang pada umumnya bersifat seremonial.
Baca Juga
Salome Zurabishvili (66) lahir di Paris setelah orangtuanya melarikan diri dari Georgia pada 1921 menyusul aneksasinya oleh pasukan Uni Soviet. Lahir di Paris menjadikan Zurabishvili memiliki kewarganegaraan Prancis berdasarkan prinsip right of soil (Prancis sebagai tanah kelahiran).
Dia kemudian menapaki karier sebagai diplomat dan mengabdi untuk Kementerian Luar Prancis. Pada 2003, ia dipercaya menjadi Duta Besar Prancis untk Georgia yang berkedudukan di Tbilisi.
Pada 2004, Presiden Georgia saat itu, Mikheil Saakashvili, menunjuk Zurabishvili untuk mengisi jabatan Menteri Luar Negeri Georgia dan memberikannya kewarganegaraan Georgia berdasarkan prinsip garis keturunan --yang disanggupi oleh Zurabishvili dan juga didukung oleh Presiden Prancis saat itu, Jacques Chirac.
Zurabishvili mengatakan dia mendukung menyeimbangkan hubungan Georgia dengan Rusia dan Barat. Vashadze --yang adalah menteri luar negeri selama konflik 2008 antara Georgia dan Rusia-- dipandang sebagai lebih pro-Barat.
Pilpres tahun ini merupakan yang terakhir jabatan presiden dipilih dengan cara pemilihan umum.
Amandemen terbaru konstitusi Georgia kini membuat negara itu beralih ke sistem pemerintahan parlementer.
Namun pemilihan presiden tahun ini juga dilihat sebagai indikator bagaimana pemilihan parlemen pada tahun 2020 bisa berjalan.
Negara-negara Barat juga mengawasi pemungutan suara di Georgia --negara yang mencari keanggotaan Uni Eropa dan NATO.
Pihak oposisi telah mengeluhkan penyimpangan suara dan serangan terhadap para pegiatnya, tetapi ini telah dibantah oleh partai yang berkuasa.
Pengamat internasional mengatakan, putaran pertama pemilu Georgia bulan lalu diadakan dalam kondisi yang tidak merata.
Â
Simak video pilihan berikut:
Pemilu yang Diawasi Ketat
Pada putaran pertama, Zurabishvili mendapat 38,7% suara pada 28 Oktober 2018.
Sedangkan saingannya tertinggal satu poin. Vashadze meraih 37,7% suara. Dia adalah seorang Menteri Luar Negeri pada 2008-2012 di pemerintahan pro-Barat yang jelas yang berkuasa ketika konflik dengan Rusia pecah di wilayah yang terbelah Moskow.
Pemilu putaran kedua diadakan di bawah pengawasan ketat, dari oposisi dan pengamat internasional, agar tak ada lagi laporan yang menyebut bahwa partai berkuasa menggunakan kontrol atas mesin negara untuk membantu Zurabishvili menang.
Pengamat internasional yang berada di lapangan untuk melihat langsung proses pemungutan suara putaran pertama mengatakan, ada beberapa penyimpangan yang terjadi. Seperti misal penyalahgunaan sumber daya negara, penggunaan media massa pribadi, dan sejumlah pemilih palsu.
Advertisement