Liputan6.com, Taipei - Dua kapal Angkatan Laut Amerika Serikat melintasi Selat Taiwan pada Rabu 28 November 2018, langkah yang kemungkinan membuat kesal China.
Satu kapal perusak dan kapal minyak melakukan perjalanan itu, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Jumat (30/11/2018).
Advertisement
Baca Juga
Itu merupakan pelayaran ketiga sepanjang 2018, di mana Angkatan Laut Amerika Serikat melakukan apa yang disebut "transit rutin."
"Perjalanan kapal melintas Selat Taiwan menunjukkan komitmen AS terhadap Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka," demikian dikatakan Armada Pasifik AS dalam pernyataan.
"Angkatan Laut AS akan terus terbang, berlayar, dan beroperasi di mana pun yang diizinkan hukum internasional."
Seorang pejabat AS mengatakan kapal-kapal China bersiaga dan memantau kapal-kapal Amerika itu, tetapi kedua pihak bertindak dengan cara yang "aman dan profesional."
China telah memprotes perjalanan kapal sebelumnya, menyebutnya tantangan bagi kedaulatannya.
Negara itu menganggap Taiwan sebagai bagian dari China daratan dan mengancam akan melancarkan aksi militer jika Taiwan menyatakan kemerdekaan, meskipun pulau itu berpemerintahan sendiri sejak komunis merebut kekuasaan di China tahun 1949.
AS berkewajiban datang membantu pertahanan jika Taiwan diserang.
Â
Simak video pilihan berikut:
Pelayaran Kapal AS pada Oktober 2018
Sebelumnya, dua kapal perang AS berlayar melalui Selat Taiwan, pada Senin 22 Oktober 2018.
Juru bicara Pentagon Kolonel Rob Manning mengatakan kepada wartawan bahwa USS Curtis Wilbur dan USS Antietam melakukan apa yang ia sebut "transit rutin" untuk menunjukkan komitmen Amerika Serikat terhadap "Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka."
Angkatan Laut Amerika melakukan latihan "kebebasan navigasi" serupa melalui perairan luas yang memisahkan China dan Taiwan itu pada Juli lalu.
Latihan pada Senin itu berlangsung di tengah-tengah meningkatnya tekanan China terhadap Taiwan dalam beberapa bulan belakangan.
China memutuskan hubungan dengan pulau yang memiliki pemerintahan sendiri itu pada 2016, saat Presiden Tsai Ing-wen, pemimpin Partai Progresif Demokratik yang pro-kemerdekaan, mulai menjabat pada tahun tersebut dan menolak menerima prinsip "Satu China" yang dianut Beijing, yang menetapkan Taiwan berada di bawah pemerintahan China daratan.
China menyelenggarakan banyak latihan militer di Selat Taiwan, dan membujuk sejumlah negara untuk mengalihkan hubungan diplomatik dari Taiwan ke China.
China dan Taiwan terpisah setelah perang saudara 1949, sewaktu pasukan Nasionalis pimpinan Chiang Kai-shek berlindung di Taiwan setelah disingkirkan dari China daratan oleh pasukan Komunis pimpinan Mao Zedong.
Advertisement