Liputan6.com, Jakarta - Para pemimpin negara-negara yang tergabung dalam G-20, telah tiba di Buenos Aires pada hari ini, Jumat (30/11/2018).
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) kali ini tetap diadakan di tengah tensi yang kembali memanas antara Rusia dan Ukraina, penjatuhan sanksi dagang Amerika Serikat terhadap China, dan kasus kematian jurnalis Washington Post Jamal Khashoggi.
Selain itu juga Presiden Prancis, Emmanuel Macron, menegaskan bahwa ia menolak untuk menandatangani kesepakatan perdagangan dengan blok Mercosur Amerika Selatan, jika Presiden Brasil terpilih, Jair Bolsonaro, menarik diri dari kesepakatan iklim Paris.
Advertisement
Kesembilan belas negara yang tergabung dalam G-20, beberapa di antaranya, sedang menghadapi kontroversi satu sama lain. Negara-negara itu ialah Amerika Serikat, Argentina, Australia, Brasil, Kanada, Tiongkok, Prancis, Jerman, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Meksiko, Rusia, Arab Saudi, Afrika Selatan, Korea Selatan, dan Turki, ditambah dari Uni Eropa.
Dikutip dari BBC pada hari yang sama, Presiden AS, Donald Trump, memutuskan untuk membatalkan pertemuannya dengan Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Menurut laporan kantor berita asal Britania Raya itu, Trump sedang memprotes Negeri Beruang Merah karena menyita kapal angkatan laut Ukraina. Sedangkan AS juga tengah menghadapi perang dagang dengan China.
Sementara itu, dijumpai di Jakarta, duta besar Korea Selatan untuk Indonesia, Kim Chang-beom, menyampaikan bahwa ada kemungkinan Donald Trump bakal kembali berbincang dengan Presiden Negeri Ginseng, Moon Jae-in, pada G-20 yang diadakan mulai 30 November hingga 1 Desember 2018.
"Tapi kali ini, waktu dan konteks sebelum pertemuan itu berlangsung, saya perkirakan sudah lebih banyak dikoordinasikan dan dilakukan lebih awal. Kegiatan dan topik yang dibahas antara Donald Trump dan Moon Jae-in, setelah KTT Juni antara Donald Trump dan Kim Jong-un, diharapkan bisa mendatangkan KTT lanjutan antara kedua pemimpin ini," kata Chang-beom saat ditemui di Jakarta Pusat, Jumat (30/11/2018).
Ia juga menambahkan bahwa hubungan antara Korea Utara dan Korea Selatan terus mengalami peningkatan, setelah Moon Jae-in bersua dengan Kim Jong-un sebanyak tiga kali dalam satu tahun ini.
"Dengan tiga kali pertemuan antar-korea pada tahun ini, kami memiliki beberapa peningkatan dalam hubungan, terutama sejumlah proyek subsentif untuk mempromosikan pemahaman dan pertukaran antara Korea Selatan dan Korea Utara," lanjut dubes yang mulai tinggal di Indonesia sejak Februari 2018 ini.
"Jadi, untuk memfasilitasi progres tersebut dalam konteks hubungan antar-Korea, kami mungkin membutuhkan dukungan yang sangat dekat dari AS," pungkas Chang-beom.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Pompeo: AS Siap Bertemu Korea Utara Lagi Awal Tahun Depan
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Mike Pompeo mengatakan pada Rabu, 31 Oktober 2018 waktu setempat bahwa Washington berharap KTT kedua antara Donald Trump dan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un akan berlangsung awal tahun depan.
"Kami berharap dapat membuat terobosan substansial dalam menindaklanjuti ancaman nuklir dari Korea Utara," jelas Pompeo di Gedung Putih.
Washington telah menuntut langkah-langkah seperti pengungkapan penuh fasilitas nuklir dan rudal milik Korea Utara, sebelum menyetujui berbagai tujuan utama Pyongyang, termasuk pencabutan sanksi internasional.
"Ada banyak pekerjaan yang tersisa, dan perwakilan Ketua Kim telah menjelaskan kepada saya, bahwa ia memiliki niat untuk denuklirisasi dan kami akan melakukan segala yang kami bisa untuk membantunya melanjutkan komitmen itu," lanjut Pompeo, sebagaimana dikutip dari Asia One pada Kamis, 1 November 2018.
Pompeo tidak menyebutkan nama rekannya dari Korea Utara, tetapi Kim Yong-chol, seorang pembantu dekat Kim Jong-un, disebut telah memimpin sesi negosiasi dengan Menlu AS.
Kementerian Luar Negeri AS menolak memberikan rincian lebih lanjut, tetapi pertemuan itu diperkirakan akan berlangsung di New York.
Di lain pihak, Kim Jong-un disebut masih terus mengecam sanksi terhadap Korea Utara, yang dinilainya kejam dan mengecewakan, serta di luar semangat pembicaraan damai dengan Donald Trump, pasca-pertemuan bersejarah di Singapura pada 12 Juni lalu.
Kim juga menyuarakan beberapa kritiknya tentang sanksi yang membatasi arus barang dan modal ke Korea Utara, saat mengunjungi sebuah situs konstruksi di kota pesisir timur laut Wonsan, lapor kantor berita pemerintah setempat.
Sanksi pembatasan akses perdagangan dan perjalanan telah menempatkan upaya Korea Utara dalam mengembangkan daerah tersebut, berada dalam "situasi yang sulit dan tegang".
Advertisement