Sukses

George HW Bush Wafat Tak Lama Setelah Sang Istri, Sindrom Patah Hati?

George HW Bush tutup usia tak lama usai sang istri, Barbara Bush, yang wafat pada delapan bulan sebelumnya.

Liputan6.com, Washington DC - Mantan presiden Amerika Serikat, George HW Bush wafat di rumahnya di Houston, Texas pada 30 November 2018, di usia 94 tahun. Bush tutup usia tak lama usai sang istri, Barbara Bush, yang mengembuskan napas terakhir di usia 92 tahun pada delapan bulan sebelumnya.

Meskipun penyebab kematian Bush disebabkan karena penyakit yang dideritanya, namun, sebuah studi berteori bahwa ditinggalkan pasangan karena meninggal juga bisa menjadi salah satu faktor pemicu, demikian menurut sebuah jurnal ilmiah, seperti dikutip dari Time.com, Minggu (2/12/2018).

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 2013 yang diterbitkan di Journals of Gerontology menemukan bahwa sesorang yang ditinggalkan pasangannya wafat terlebih dulu, memiliki peningkatan risiko sekitar 30 persen untuk menyusulnya dalam waktu dekat. Prosentase itu lebih tinggi ketimbang masyarakat umum.

Beberapa perkiraan bahkan menunjukkan besaran prosentase yang lebih tinggi.

Sebuah penelitian psikologi telah menunjukkan bahwa dalam enam bulan setelah kematian seorang pasangan, kekasih yang berduka mengalami peningkatan risiko sekitar 40% hingga 70% untuk menyusul tutup usia kemudian, menurut American Psychological Association.

Barbara Bush, istri Presiden AS ke-41 George H. W. Bush. (AP)

Fenomena ini mungkin dapat dijelaskan oleh faktor sederhana, pasangan yang menikah cenderung memiliki rasio usia yang sama atau tak terpaut jauh dan berbagi banyak kebiasaan gaya hidup yang mirip.

Sindrom Patah Hati?

Dalam kasus George HW Bush, ia dan Barbara bertemu saat masing-masing masih berusia 17 dan 16 tahun pada tahun 1941.

Ketika wafat, Barbara --yang mengembuskan napas terakhir lebih dulu-- tengah menginjak usia 92 tahun. Bush senior yang menyusulnya delapan bulan kemudian, berpulang di usia 94 tahun.

Barbara Pierce Bush merupakan istri dari Presiden ke-41 Amerika Serikat, George H.W. Bush yang menjabat periode 1989-1993 (AP Photo/Doug Mills, File)

Para ahli juga mengatakan kehancuran emosional akibat kehilangan pasangan seumur hidup --George HW Bush dan Barbara menikah selama 73 tahun hingga akhir hayat mereka-- turut menjadi faktor.

Hal itu kadang-kadang menyebabkan kondisi yang berpotensi mematikan yang dikenal sebagai sindrom patah hati (atau dengan nama medisnya, takotubo cardiomyopathy).

"Otak memiliki sistem di dalamnya untuk menangani stres akut dan mengancam jiwa," jelas Dr. Martin Samuels, ketua neurologi di Brigham and Women's Hospital di Boston dan seorang peneliti sindrom patah hati.

"Dengan sindrom patah hati, stres yang diderita sangat besar sehingga memicu terproduksinya senyawa kimia di dalam tubuh yang mampu mempengaruhi jantung sehingga gagal berkontraksi secara normal."

File foto 18 Oktober 1971, George H.W. Bush sebagai Duta Besar Amerika Serikat untuk PBB berbicara selama Sidang Umum PBB. Bush meninggal di usia 94 pada Jumat, 30 November 2018, sekitar delapan bulan setelah kematian istrinya, Barbara Bush.  (AP/File)

"Jantung menjadi abnormal, yang mengarah ke penurunan aliran darah ke arteri koroner dan sisanya dari tubuh," katanya.

"Sindrom patah hati tidak selalu menyerang tepat setelah pasangan meninggal."

"Kenangan dan mimpi yang terjadi dalam beberapa pekan dan bulan setelah kematian pasangan mungkin cukup menggelegar untuk memicu respons stres," kata Samuels.

Kondisi ini juga diketahui mempengaruhi mereka yang kehilangan seorang anak (seperti Debbie Reynolds, yang meninggal sehari setelah putrinya, aktris yang membintangi Star Wars, Carrie Fisher, wafat pada tahun 2016), kehilangan teman dekat atau bahkan hewan kesayangan.

 

Simak video pilihan berikut:

 

2 dari 2 halaman

Sindrom Partah Hati Bisa Diatasi, Tapi...

Sindrom patah hati sering bisa diatasi, kata Dr. Martin Samuels, ketua neurologi di Brigham and Women's Hospital di Boston dan seorang peneliti sindrom patah hati.

"Tetapi kasus yang parah dapat menyebabkan kematian mendadak. Bahkan jika sindrom patah hati bukan penyebab kematian, kehilangan orang yang dicintai dapat memicu banyak masalah kesehatan lainnya karena sistem kekebalan tubuh terganggu oleh stres," tambah Samuels.

Sebuah studi pada 2014 yang diterbitkan di The Journal of the American Medical Association (JAMA) menemukan bahwa orang-orang yang kehilangan pasangan karena wafat lebih mungkin menderita serangan jantung atau stroke dalam 30 hari ke depan daripada rekan-rekan yang tidak berduka.

"Beberapa hingga semua organ bisa gagal berfungsi," kata Samuels. "Kehilangan pasangan adalah salah satu keadaan paling menekan yang harus dihadapi manusia."

Sementara pernikahan dapat menawarkan manfaat kesehatan, orang-orang kesepian tanpa pasangan bisa memiliki efek sebaliknya. Kesepian bahkan telah ditemukan mampu meningkatkan kemungkinan seseorang mengalami serangan jantung atau stroke.

Mantan Presiden Amerika Serikat George HW Bush meninggal dunia di usia 94 tahun (AFP)

Pria mungkin sangat mungkin menderita konsekuensi kesehatan sebagai akibat dari pergolakan perasaan di atas.

Sebuah studi 2013 yang diterbitkan dalam jurnal Economics & Human Biology menemukan bahwa pria yang baru saja menjanda memiliki kemungkinan kematian 30% lebih tinggi terhadap prosentase peluang kematian normal mereka. Hal yang sama tidak berlaku untuk perempuan yang kehilangan suami mereka.

"Pria sering mengandalkan pasangan mereka untuk sumber dukungan dan perawatan penting, terutama pada usia yang lebih tua," kata Matthew Dupre, seorang profesor ilmu kesehatan populasi di Duke University School of Medicine.

Dupre telah meneliti dampak kesehatan dari hubungan pernikahan, tetapi tidak terlibat dalam studi Economics & Human Biology 2013.

"Di luar tekanan langsung kehilangan pasangan, pria janda juga kehilangan teman dekat yang dapat mendorong makan sehat, minum obat yang terjadwal, dan kebiasaan sehat lainnya dalam jangka panjang," kata Dupre.

Â