Liputan6.com, Quito - Kura-kura raksasa Galapagos memiliki varian genetik yang terkait dengan perbaikan DNA, respons kekebalan dan penindasan kanker. Ketiga hal itu memberikan petunjuk nyata mengapa mereka berumur panjang, lapor hasil penelitian yang diterbitkan pada Senin 3 Desember 2018.
Sebuah tim peneliti internasional mengurutkan genom dari dua ekor kura-kura tersebut, termasuk Lonesome George, yang merupakan anggota terakhir dari subspesies Geochelone nigra abingdoni, yang meninggal di penangkaran Pulau Santa Cruz di Galapagos, tahun 2012 lalu.
"Para peneliti mendeteksi varian spesifik garis keturunan yang mempengaruhi gen perbaikan DNA, mediator inflamasi dan gen yang terkait dengan perkembangan kanker", tulis laporan ilmiah yang dimuat di jurnal Nature Ecology & Evolution, sebagaimana dikutip dari dari The Straits Times pada Selasa (4/12/2018).
Advertisement
Baca Juga
Galapagos --rantai pulai Pasifik di lepas pantai Ekuador-- terkenal akan flora dan fauna uniknya, yang dipelajari oleh Charles Darwin saat mengembangkan teori evolusi.
Saat ini, sebanyak 12 ekor kura-kura raksasa masih menghuni kawasan lindung tersebut.
Direktur Taman Nasional Galapagos Jorge Carrion mengatakan bahwa mengungkap rahasia umur panjang Lonesome George akan membantu upaya pemulihan populasi kura-kura raksasa di kepulauan itu.
Kura-kura raksasa, yang dapat hidup selama lebih dari 100 tahun di penangkaran, tiba di wilayah gunung berapi Galapagos tiga hingga empat juta tahun lalu.
Dipercaya bahwa arus laut menyebar ke seluruh pulau, menciptakan 15 spesies berbeda, di mana kini tiga di antaranya telah punah.
Kura-kura raksasa kedua yang dipelajari adalah anggota dari spesies yang ditemukan di pulau-pulau atol Aldabra di Seychelles, Samudera Hindia.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Generasi Terakhir yang Bisa Menyetop Perubahan Iklim?
Sementara itu, KTT perubahan iklim PBB dimulai pada hari Senin ini dengan peringatan, bahwa generasi saat ini adalah yang terakhir yang dapat mencegah bencana pemanasan global, sekaligus menjadi yang pertama menderita dampaknya.
Hampir 200 negara akan bertemu di Polandia selama dua pekan ke depan, dengan tujuan untuk menuntaskan kesepakatan penting untuk mengubah visi pemotongan karbon yang ditetapkan di Paris pada 2015 menjadi kenyataan.
Dikutip dari The Guardian, bergerak cepat meningkatkan aksi penyelamatan Bumi akan menjadi tujuan utama pertemuan tersebut, dengan janji saat ini adalah mengendalikan kenaikan suhu tidak lebih dari 3 derajat Celsius.
Negosiasi akan berlangsung dengan latar belakang berita buruk, yakni empat tahun terakhir telah menjadi rekor terpanas dan peningkatan kembali emisi global, ketika seharusnya turun hingga 50 persen pada 2030.
Tindakan penanganan perubahan iklim harus ditingkatkan lima kali lipat, guna menyesuaikan imbauan ilmuwan yang membatasi kenaikan suhu hingga 1,5 derajat Celsius.
Selain itu, latar belakang politik turut mengundang tantangan, dengan penolakan klaim perubahan iklim oleh Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, serta serangan terhadap desakan kebijakan hijau PBB di Brasil, yang dikritik keras oleh presiden terpilih setempat, Jair Bolsonaro.
Advertisement