Liputan6.com, Paris - Prancis membuka penyelidikan atas kemungkinan campur tangan Rusia di balik aksi protes kenaikan pajak bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi di Negeri Mode.
Penyelidikan itu dilaksanakan setelah muncul laporan bahwa akun media sosial yang terkait dengan Moskow semakin menargetkan aksi protes yang bernama gerakan 'rompi kuning' atau 'gilets jaunes' --merujuk pada rompi visibiltas tinggi berwarna kuning yang digunakan oleh para pendemo.
Menurut lembaga analis media sosial berbasis di Wasington DC, Alliance for Securing Democracy, sekitar 600 akun Twitter yang dikenal kerap mempromosikan kepentingan Rusia, telah mulai memusatkan perhatiannya pada Prancis sambil meningkatkan penggunaan tagar #giletsjaunes. Situs dan akun media sosial yang diduga terafiliasi dengan Rusia itu juga dikabarkan telah mendorong laporan berita yang sulit terkonfirmasi tentang dukungan polisi Prancis terhadap gerakan gilets jaunes.
Advertisement
Alliance for Securing Democracy adalah unit dari German Marshall Fund Amerika Serikat, yang dibentuk untuk memantau Rusia sebagai salah satu tugasnya.
Baca Juga
Merespons dugaan tersebut, Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan bahwa "Investigasi sedang dilakukan", ujarnya dalam sebuah wawancara denga RTL, seperti dilansir Bloomberg, Senin (10/12/2018).
"Saya tidak akan membuat banyak komentar sebelum penyelidikan itu membawa kesimpulan," tambahnya.
Bret Schafer dari Alliance for Securing Democracy menambahkan, akun Twitter --terafiliasi Rusia-- yang dipantau oleh mereka biasanya menampilkan berita AS atau Inggris. Namun protes Prancis "telah berada di atau dekat puncak" dari aktivitas mereka setidaknya selama seminggu terakhir.
"Itu indikasi yang cukup kuat bahwa ada minat untuk memperkuat konflik bagi penonton di luar Prancis," kata Schafer.
"Mereka juga mencoba menimbulkan kecurigaan di pemerintahan Barat dan menunjukkan bahwa demokrasi liberal sedang menurun," tambahnya.
Rusia telah dikritik karena menggunakan media sosial untuk mempengaruhi pemilihan umum di AS dan di tempat lain. Mereka juga gagal menggunakan laporan berita palsu dan serangan cyber untuk melemahkan kampanye 2017 dari Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Â
Simak video pilihan berikut:
Media Negara Rusia
Menurt Alliance for Securing Democracy, sebagian besar materi yang di-tweet berasal dari outlet media negara Rusia termasuk situs berita Sputnik, jaringan televisi RT, dan Ruptly --sebuah outlet berita video berbahasa Jerman yang dimiliki oleh RT. Masing-masing gerai itu tengah meliput gerakan gilets jaunes dari dekat selama beberapa pekan terakhir.
Sputnik dan RT telah melaporkan dalam beberapa hari terakhir bahwa sebagian besar polisi Perancis tidak lagi mendukung Macron dan berpihak pada para demonstran. Sumber mereka: perwakilan dari dua serikat polisi lokal yang bersama-sama memenangkan kurang dari 4 persen suara dalam pemilihan serikat buruh nasional bulan ini.
Sputnik dan RT juga telah menunjukkan video --yang dibagikan secara luas di media sosial Prancis-- bahwa polisi di kota barat daya Pau melepaskan helm mereka dalam apa yang digambarkan sebagai tanda solidaritas dengan para pemrotes. Polisi lokal dan wartawan media non-Rusia di tempat kejadian mengatakan uraian itu tidak benar.
Mereka mengatakan beberapa petugas telah secara singkat melepas helm mereka untuk berbicara dengan para demonstran sebelum mengenakan itu kembali.
Sebagai tanggapan atas permintaan komentar dari Bloomberg, Sputnik kemudian mengoreksi artikelnya tentang polisi di Pau menunjukkan solidaritas dengan para pengunjuk rasa. Sputnik mengatakan, laporan "belum didukung oleh bukti sejauh ini."
RT mengatakan artikelnya tentang keberpihakan polisi dengan pengunjuk rasa, dibenarkan berdasarkan komentar kepala kepolisian lokal dan itu telah dikutip oleh outlet berita lainnya.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengeluh berulang kali selama kampanye pilpres 2017-nya bahwa media yang dikontrol Rusia menyebarkan berita palsu tentang dia, karena dia mengambil sikap yang lebih keras terhadap Rusia daripada saingan utamanya, Marine Le Pen dari Natonal Front berhaluan kanan dan François Fillon dari Repubilc Party berhaluan konservatif.
Advertisement
Macron Berupaya Meredakan Ketegangan
Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan bertemu dengan serikat pekerja dan organisasi pengusaha pada Senin 10 Desember 2018, dalam upaya untuk meredakan protes massal terhadap kenaikan pajak bahan bakar minyak (BBM) yang telah berlangsung selama empat pekan terakhir.
Macron juga akan menyampaikan pidato nasional guna menyikapi protes tersebut pada hari yang sama, demikian seperti dilansir BBC, Senin (10/12/2018).
Dalam empat pekan terakhir, Prancis dilanda protes keras massal terhadap kenaikan pajak bahan bakar, biaya hidup, dan masalah lainnya.
Sekitar 136.000 demonstran yang menamai gerakan mereka "rompi kuning atau gilets jaunes" turun ke jalan di sejumlah kota besar Prancis pada hari Sabtu 8 Desember 2018. Demonstrasi akhir pekan lalu berujung rusuh dan bentrok, memicu aparat mengamankan setidaknya 1.220 pendemo yang diduga menyulut provokasi.
Paris menjadi kota yang sangat terpukul dari perhelatan itu. Mobil-mobil dibakar dan toko-toko dijarah oleh sejumlah oknum dari total 10.000 pendemo yang ambil bagian dalam demonstrasi di 'The City of Light'.
Media di Eropa mengatakan bahwa 'gilets jaunes' adalah gerakan akar rumput tanpa afiliasi dengan pihak mana pun. Tetapi, beberapa serikat pekerja telah ambil bagian dan mendorong pemerintah untuk mendengarkan keluhan mereka.