Sukses

Rohingya Versi India, 3 Juta Orang Terancam Tanpa Status Warga Negara di Assam

Disebut serupa dengan nasib Rohingya, lebih dari tiga juta orang terancam tanpa status warga negara di negara bagian Assam, India.

Liputan6.com, Dispur - Lebih dari tiga juta orang tengah menghadapi kondisi tanpa kewarganegaraan di timur laut India, di mana minoritas Muslim dan Hindu Bengali khawatir dideportasi atau ditahan, dalam sebuah krisis yang disebut serupa dengan nasib Rohingya.

Di negara bagian Assam, tenggat waktu Pendaftaran Kewarganegaraan Nasional (NRC) pada 15 Desember nanti, membuat komunitas Muslim dan Hindu Bengali pasrah karena mereka tidak punya dokumen kependudukan resmi untuk mengklaim hak hidup mereka.

Di lain pihak, sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Selasa (11/12/2018), pemerintah India terus memperbarui sistem catatan sipil, gune menekan arus imigrasi ilegal dari Bangladesh, menyusul ledakan sentimen anti-migran di negara perbatasan Assam.

Meskipun pemerintah nasionalis Hindu mengatakan bahwa para migran Hindu dari Bangladesh harus dilindungi, namun mereka justru menyerukan pengusiran kelompok Muslim yang diketahui datang secara ilegal.

Di bawah amandemen yang diusulkan oleh Partai Bharatiya Janata (BJP) yang berkuasa, kewarganegaraan hanya akan diberikan kepada orang Hindu dan minoritas non-Muslim lainnya yang bermigrasi dari Afghanistan, Pakistan dan Bangladesh.

RUU itu, yang tengah berada di tangan komite parlemen gabungan di ibu kota India, New Delhi, telah memancing reaksi keras di Assam, di mana banyak warga ingin mengusir semua imigran gelap dari Bangladesh, tanpa memandang afiliasi keagamaan mereka.

Polisi dan para pejabat intelijen mengatakan, puluhan pemuda Assam telah bergabung dengan kelompok separatis United Liberation Front of Asom (ULFA), berunjuk rasa menentang usulan amandemen itu.

Selama unjuk rasa menentang RUU itu bulan lalu, para pemrotes membakar patung boneka Perdana Menteri Narendra Modi dan Gubernur negara bagian Assam Sarbananda Sonowal, yang menikmati popularitas besar karena pernah memimpin gerakan anti-migran di masa muda.

"Mereka lupa perjuangan di masa lalu. Sekarang, BJP berusaha mengurangi kemenangan kami dalam pertempuran melawan migrasi ilegal dengan membawa amandemen konstitusi ini. Kami akan menghadapi peluru polisi tetapi tidak membiarkan ini terjadi," kata Akhil Gogoi, pemimpin 70-kelompok koalisi penentang RUU itu.

Eskalasi konflik di Assam membesar seiring putusan Mahkamah Agung India pada 2014, yang memerintahkan agar NRC diperbarui, menyusul petisi oleh banyak lLSM terkait di Assam.

 

Simak video pilihan berikut:

 

2 dari 2 halaman

Kebijakan Kontroversial untuk Assam

Hampir 33 juta orang mendaftar ke NRC, namun hanya sekitar 4 juta orang di antaranya --kebanyakan Muslim dan Hindu Bengali-- yang diminta untuk mengajukan dokumentasi tambahan guna mendukung klaim mereka.

Sejauh ini, lebih dari 20 orang Hindu dan Muslim bengali bunuh diri setelah mereka gagal menembus NRC, dan merasa tidak mampu menghadapi masa depan yang tidak pasti.

"Mereka merasa terhina dan khawatir menghabiskan sisa hidup mereka di kamp-kamp tahanan," kata Uttam Saha, seorang wartawan di Assam.

"Ribuan keluarga (Bengali) menghadapi risiko kehancuran, mereka telah bersusah payah menghabiskan uang membayar pengacara atau menyuap pejabat," kata Saha.

NRC, yang diresmikan pada 1950 segera setelah kemerdekaan India, adalah kebijakan kontroversial untuk negara bagian Assam.

Tetapi ada kebingungan di benak publik. Komisi Pemilihan India mengatakan bahwa orang-orang yang didepak dari NRC tidak akan secara otomatis kehilangan haknya, dan masih bisa dimasukkan ke dalam daftar pemilih, jika mereka membuat dokumen otentik untuk membuktikan kewarganegaraan mereka.

Pemerintah India telah membentuk komite untuk memeriksa apa yang harus dilakukan dengan mereka yang akan dikeluarkan dari NRC.

"Itu adalah populasi besar yang berisiko menjadi penduduk tanpa status warga negara," kata Ranabir Sammadar, pakar migrasi di Calcutta Research Group (CRG).

"Mereka telah tinggal di Assam selama beberapa dekade, kebanyakan dari mereka memiliki properti dan telah terintegrasi ke dalam masyarakat setempat. Jika sekarang menolak kewarganegaraan mereka, maka akan menciptakan krisis kemanusiaan yang lebih besar," lanjutnya memperingatkan.