Sukses

PM Malaysia: Australia Tak Berhak Mengakui Yerusalem Jadi Ibu Kota Israel

PM Malaysia Mahathir Mohamad mengkritik langkah Australia untuk mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel.

Liputan6.com, Bangkok - Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad pada Minggu, 16 Desember 2018 mengkritik langkah Australia untuk mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel. Mahathir menilai negara-negara "tidak memiliki hak" untuk melakukannya.

"Yerusalem harus tetap seperti sekarang dan bukan ibu kota Israel," kata Mahathir selepas menghadiri acara di Bangkok, seperti dikutip dari Channel News Asia, Senin (17/12/2018).

"Yerusalem selalu di bawah Palestina, jadi mengapa mereka mengambil inisiatif untuk membagi Yerusalem, yang jelas bukan milik mereka (Australia), tetapi hanya untuk membagi orang Arab dan Yahudi? Mereka tidak memiliki hak," tambahnya.

Malaysia telah lama mendukung solusi dua negara dalam konflik Palestina-Israel.

Status Yerusalem, rumah bagi situs-situs suci bagi agama Islam, Yahudi dan Kristen, adalah salah satu hambatan terbesar bagi perjanjian damai antara Israel dan Palestina.

Palestina ingin Yerusalem Timur diakui sebagai ibu kota negara mereka yang merdeka. Namun, Israel menginginkan seluruh Yerusalem menjadi di bawah pemerintahannya.

Israel menganggap semua Yerusalem sebagai ibukotanya, termasuk sektor timur yang dianeksasi dalam sebuah langkah yang tidak diakui secara internasional, setelah perang pada 1967.

Perdana Menteri Australia Scott Morrison membalikkan kebijakan Timur Tengah selama puluhan tahun oleh negara itu tetapi mengatakan tidak ada rencana segera untuk memindahkan kedutaan Australia dari Tel Aviv ke Yerusalem.

 

Simak video pilihan berikut:

 

2 dari 2 halaman

Pernyataan Resmi Pemerintah Australia

Kedutaan Besar Australia di Jakarta mewakili pemerintahan pusat mereka di Canberra pada Minggu, 16 Desember 2018, mengeluarkan pernyataan resmi sehubungan dengan pengumuman Perdana Menteri Scott Morrison yang mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel pada 15 Desember 2018.

Berdasarkan keterangan pers tertulis resmi yang diterima Liputan6.com (16/12/2018), pihak Kedutaan Besar Australia di Jakarta memberikan penjelasan sebagai berikut:

"Pada 15 Desember 2018, pemerintah Australia mengumumkan kebijakan kami mengenai Yerusalem.

Pengumuman tersebut memiliki empat elemen penting:

Pertama, Australia tetap berkomitmen untuk solusi dua negara dan pembentukan Negara Palestina, yang tetap merupakan satu-satunya jalur untuk menyelesaikan sengketa Israel-Palestina.

Kedua, Australia tidak akan memindahkan Kedutaan Besar Kami dari Tel Aviv. Kedutaan Besar Australia di Israel tidak akan dipindahkan ke Yerusalem Barat sampai status final Yerusalem telah diputuskan melalui negosiasi antara Palestina dan Israel.

Ketiga, Australia mengakui Yerusalem Barat, sebagai tempat parlemen Israel dan banyak lembaga pemerintahan, sebagai ibu kota Israel.

Keempat, sesuai dengan komitmen kami untuk solusi dua negara (two-state solution), pemerintah Australia mengakui aspirasi rakyat Palestina untuk sebuah negara masa depan dengan ibu kota di Yerusalem Timur."

Sebelumnya, Perdana Menteri Australia, Scott Morrison, juga mengatakan akan membuka kantor pertahanan dan perdagangan di Yerusalem barat, sebagai ganti atas mundurnya rencana pemindahan kedutaan Australia ke Yerusalem, sebagaimana yang telah diutarakan olehnya pada Oktober 2018 lalu. Rencana pemindahan kedutaan akan ditunda sampai solusi dua negara disetujui--yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Morrison turut mengakui masa depan negara Palestina dengan Yerusalem timur sebagai ibu kotanya.

"Seluruh Yerusalem tetap menjadi status final untuk negosiasi, sementara Yerusalem Timur, di bawah hukum internasional, merupakan bagian integral dari wilayah Palestina yang diduduki," kata perdana menteri Australia itu.