Liputan6.com, Kinshasa - Salah satu wabah Ebola paling mematikan dalam sejarah, dikabarkan terus memburuk di Republik Demokratik Kongo. Sepanjang 2018, sebanyak 319 orang dilaporkan tewas karenanya.
Kementerian Kesehatan setempat mengatakan pada Selasa 18 Desember, bahwa 542 kasus Ebola telah tercatat di Provinsi Kivu Utara, di mana 494 di antaranya telah dikonfirmasi positif.
Dikutip dari CNN pada Rabu (19/12/2018), muncul laporan bahwa 319 orang tewas akibat wabah Ebola. Namun, baru 271 di antaranya yang telah dikonfirmasi langsung oleh otoritas kesehatan setempat, dan dibantu oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Advertisement
Baca Juga
Rata-rata, wabah Ebola --yang menyebabkan demam, sakit kepala parah dan bahkan pendarahan-- membunuh sekitar setengah dari mereka yang terinfeksi, tetapi tingkat kematian dalam wabah individu dilaporkan bervariasi.
Menurut WHO, upaya untuk menahan persebaran wabah Ebola mengalami hambatan, karena kurangnya keterlibatan masyarakat lokal, yang dipicu oleh konflik bersenjata di wilayah tersebut.
Provinsi Kivu Utara, yang meliputi kota Beni, Kalunguta dan Mabalako, tetap menjadi pandemik utama wabah Ebola, meskipun kasus-kasus serupa dilaporkan terjadi di provinsi tetangga Ituri.
Kedua provinsi tersebut, menurut WHO, termasuk yang paling padat penduduknya di Republik Demokratik Kongo, di mana juga berbatasan langsung dengan Uganda, Rwanda, dan Sudan Selatan. Kondisi itu membuat wabah Ebola riskan tersebar lebih luas hingga ke luar negeri.
WHO juga memperingatkan bahwa persebaran wabah Ebola, bisa jadi, turut disebabkan oleh tingginya angka eksodus pengungsi yang berpergian melalui Kivu dan Ituri. Diperkirakan sebanyak satu juta orang telah melintasi kedua wilayah selama tahun 2018.
Wabah Ebola di Republik Demokratik Kongo adalah yang paling mematikan kedua di dunia, setelah sebelumnya terjadi di Afrika Barat pada 2014. Kala itu, virus tersebut menewaskan lebih dari 11.000 orang.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Sekilas Soal Virus Ebola
Infeksi Virus Ebola (EVD) adalah penyakit langka dan mematikan, yang paling sering menyerang manusia dan primata nonmanusia (monyet, gorila, dan simpanse). Penyakit ini disebabkan oleh infeksi oleh sekelompok virus dalam genus Ebolavirus, yang berjumlah enam jenis.
Dari jumlah tersebut, hanya empat jennis (Ebola, Sudan, Taï Forest, dan Bundibugyo virus) yang diketahui menyebabkan penyakit pada manusia.
Virus Ebola pertama kali ditemukan pada 1976 di dekat Sungai Ebola, di tempat yang sekarang menjadi wilayah Republik Demokratik Kongo. Sejak itu, virus tersebut telah menjangkiti manusia dari waktu ke waktu, dan menyebabkan wabah di beberapa negara Afrika.
Para ilmuwan tidak tahu dari mana virus Ebola berasal. Namun, berdasarkan sifat dari virus serupa, mereka percaya bahwa virus itu berasal dari hewan, di mana kelelawar adalah sumber yang paling mungkin. Hewan ini dapat dengan mudah terbang ke sana kemari menyebarkan bibit penyakit ke makhluk hidup lain.
Virus Ebola menular melalui kontak langsung dengan cairan tubuh seseorang yang sakit atau telah meninggal akibat EVD. Ini dapat terjadi ketika seseorang menyentuh cairan tubuh yang terinfeksi (atau benda yang terkontaminasi dengan mereka), dan virus masuk melalui kulit yang rusak atau selaput lendir di mata, hidung, atau mulut.
Virus ini juga dapat menyebar ke manusia melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh dan jaringan dari kelelawar buah atau primata yang terinfeksi. Selain itu, manusia juga diketahui bisa tertular virus tersebut melalui kontak seksual.
Penyintas Ebola mungkin mengalami efek samping yang sulit setelah pemulihan mereka, seperti kelelahan, nyeri otot, masalah penglihatan, dan sakit perut. Para korban mungkin juga mengalami stigma ketika mereka kembali ke komunitas mereka setelah sembuh.
Advertisement