Sukses

Begini Penampakan Senjata Canggih Rusia yang Bikin Nyali AS Menciut

Rusia mengklaim berhasil mengembangkan rudal hipersonik yang membuat nyali AS menciut.

Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin, belum lama ini, mengatakan dengan bangga bahwa negaranya berhasil secara signifikan meningkatkan kemampuan militernya.

Dalam sebuah pertemuan dengan petinggi militer di Moskow, Putin mengatakan bahwa Rusia telah memiliki rudal Kinzhal dan kendaraan luncur Avangard, yang dua-duanya menggunakan teknologi hipersonik.

"Belum ada yang memiliki senjata hipersonik, tetapi kami sudah memilikinya," kata Putin, sebagaimana dikutip dari News.com.au pada Kamis (20/12/2018).

Kinzhal dilaporkan mampu terbang dengan kecepatan 12.500 kilometer per jam, menjadikannya sebagai satu dari sedikit rudal paling cepat dan presisi saat ini.

Menteri Pertahanan Rusia, Sergei Shoigu, mengatakan bahwa jet tempur Mig-31 telah ditugaskan untuk membawa rudal tersebut di dalam 89 misi patroli di sekitar Laut Kaspia dan Laut Hitam, pada tahun ini.

Adapun untuk mesin peluncur Avangard, menurut Shoigu, akan mulai digunakan oleh militer Rusia pada 2019 mendatang. Diluncurkan di belakang rudal balistik konvensional, teknologi ini akan berputar dan menyelam, sebelum menyerang seperti meteor.

Sebelumnya, Putin menolak tuduhan Amerika Serikat bahwa Rusia telah mengembangkan rudal jelajah berkemampuan nuklir, yang melanggar perjanjian damaia kedua negara pasca-berakhirnya Perang Dingin.

Putin mengatakan dia tidak membutuhkan senjata darat seperti itu karena sudah ada rudal dengan kemampuan serupa, namun lebih aman, yang siap terpasang di kapal dan pesawatnya.

Washington memperingatkan bulan ini bahwa mereka akan menangguhkan kewajibannya berdasarkan Traktat Nuklir Jarak Menengah (INF) selama 60 hari, jika Rusia tidak kembali ke kepatuhan penuh.

AS mengklaim rudal jelajah 9M729 buatan Rusia telah melanggar INF, yang melarang semua pelayaran darat dan rudal balistik dengan jangkauan 500 hingga 5.500 kilometer.

Di lain pihak, Putin mengatakan militer Rusia telah berhasil menguji peluncuran sistem Kh-101 dan rudal jelajah Kalibr, yang memiliki kisaran jarak sasaran hingga 4.500 kilometer, dlam pertempuran di Suriah.

"Ini mungkin membuat mitra kami khawatir, tetapi kami tegaskan, tidak ada pelanggaran INF di dalamnya," kata Putin.

Putin juga mengingatkan bahwa perjanjian yang ditandatangani oleh Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev tidak membatasi rudal jelajah laut dan udara.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

AS Tidak Memiliki Penangkal Rudal Hipersonik

Menanggapi kabar peluncuran rudal hipersonik oleh Rusia, Amerika Serika mengaku tidak memiliki pertahaan yang mumpuni untuk menangkal senjata tersebut. Bahkan, menurut laporan Government Accountability Office (GAO), Negeri Paman Sam juga belum bisa menahan kemungkinan laju serangan serupa oleh militer China.

"China dan Rusia membangun senjata hipersonik dengan kecepatan, ketinggian, dan kemampuan manuver yang sulit dikalahkan oleh sebagian besar sistem pertahanan rudal saat ini. Teknologi itu mungkin digunakan untuk meningkatkan jangkauan jarak jauh konvensional dan kemampuan serangan nuklir," kata laporan itu, sebagaimana dikutip dari Fox News pada Kamis 20 Desember. 

Namun, AS tidak tinggal diam. Pada bulan April, Pentagon mengumumkan kesepakatan dengan Lockheed Martin untuk mengembangkan "senjata serangan hipersonik" (HCSW) untuk Angkatan Udara setempat, di mana bernilai hingga US$ 928 juta, atau setara Rp 13,4 triliun.

Empat bulan kemudian, Angkatan Udara AS memberi Lockheed Martin kontrak senilai US$ 480 juta (setara Rp 6,9 triliun) untuk merancang prototipe hipersonik kedua, Peluncur Senjata Super Cepat (ARRW).

Sementara itu, dalam tanggapannya terhadap GAO, Kementerian Pertahanan AS menggambarkan laporan itu sebagai "gambaran makro yang akurat tentang bagaimana AS berdiri di dunia melawan beragam ancaman yang muncul."

Selain itu, bertentangan dengan klaim Putin, para pejabat AS mengatakan Rusia belum mengerahkan salah satu senjata hipersoniknya yang masih dalam tahap uji coba.

Untuk itu, AS berpikir masih bisa mengejar ketertinggalannya soal senjata hipersonik sesegera mungkin.