Liputan6.com, Jakarta - Korban tewas akibat terjangan tsunami Anyer hingga Minggu sore tercatat mencapai 222 orang. Lebih dari 800 lainnya luka-luka akibat gelombang dahsyat menghantam garis pantai pulau Sumatra dan Jawa pada Sabtu, 22 Desember 2018.
Dalam hitungan menit, pesisir pantai di Selat Sunda menjadi tempat tragedi pascaterjangan ombak yang meninggalkan meninggalkan jejak kehancuran di jalurnya. Bencana menyisakan ratusan rumah hancur dan sejumlah orang hilang.
Korban tewas akibat tsunami Anyer, kata pihak berwenang, diperkirakan akan meningkat.
Advertisement
Baca Juga
Sejauh ini penyebab tsunami mematikan di Anyer belum dapat dipastikan. Namun, sejumlah ahli merujuk aktivitas gunung berapi yang terletak di antara dua pulau di sepanjang Selat Sunda yang jadi awal mulanya.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan pada hari Minggu, aktivitas vulkanik dari Gunung Anak Krakatau diduga memicu longsor bawah laut yang menyebabkan gelombang pasang abnormal dan memicu terjadinya tsunami.
Peneliti utama di Earth Observatory of Singapore, Profesor Benjamin P Horton, juga turut berkomentar atas musibah tsunami Anyer.
"Menurut mekanisme ini, gelombang tsunami dihasilkan oleh perpindahan tiba-tiba air yang disebabkan oleh ledakan vulkanik, oleh masalah pada kemiringan di lereng gunung berapi, atau dari ledakan dan runtuhnya atau menelan ruang magmatik vulkanik," kata Profesor Benjamin seperti dikutip dari Channel NewsAsia, Minggu (23/12/2018).
Menurut Pusat Informasi Tsunami Internasional, meskipun relatif jarang terjadi, letusan gunung berapi bawah laut dapat menyebabkan tsunami karena perpindahan air atau kemiringan lereng yang tiba-tiba.
Anak Krakatau adalah pulau vulkanik kecil yang muncul dari laut setengah abad setelah letusan mematikan Krakatau tahun 1883 yang menewaskan lebih dari 36.000 orang.
Menurut Badan Geologi Indonesia, Anak Krakatau telah menunjukkan tanda-tanda aktivitas tinggi selama berhari-hari, memuntahkan gumpalan abu ribuan meter ke udara. Gunung berapi itu meletus lagi pada Sabtu 22 Desember setelah pukul 21.00.
Sebuah letusan tepat sebelum 16.00 terjadi sebelumnya sekitar 13 menit, memicu gumpalan abu yang membubung ratusan meter ke angkasa.
Â
Saksikan juga video terkait tsunami Anyer berikut ini:
Mengapa Tsunami Anyer Sangat Merusak?
Profesor Horton mengatakan sebenarnya tsunami yang dipicu oleh aktivitas gunung berapi bukanlah pertama kali terjadi.
"Meskipun tsunami yang dipicu oleh gunung berapi telah terjadi sebelumnya, peristiwa seperti itu termasuk sangat jarang. Tetapi jika terjadi bisa sangat merusak," tutur Profesor Horton.
"Karena longsor seringkali melibatkan sejumlah besar batu, dan biasanya jatuh ke perairan yang relatif dangkal, tsunami yang dihasilkan bisa sangat dahsyat dan kadang-kadang dijuluki megatsunami," jelas Profesor Horton.
"Megatsunami paling dahsyat di dunia terjadi pada 9 Juli 1958, ketika longsor yang dipicu gempa (atau tanah longsor) terjadi di Teluk Lituya Alaska dan tsunami berikutnya mencapai ketinggian maksimum 524 m."
Profesor Horton menambahkan bahwa letusan dahsyat induk Anak Krakatau terjadi pada tahun 1883, yang menghasilkan gelombang setinggi 30 meter dan membanjiri garis pantai di sekitarnya.
"Perlu juga dicatat bahwa tsunami terjadi pada saat air pasang selama bulan purnama, yang akan meningkatkan ketinggian tsunami lebih dari yang seharusnya," tambah Profesor Horton.
Advertisement